Majalah TIME Hapus Layanan Berbayar Per 1 Juni 2023, Konten Berusia 100 Tahun Bisa Diakses Gratis

Perubahan kebijakan ini, menurut CEO TIME Jessica Sibley, untuk menjangkau lebih banyak audiens secara global, lebih muda, dan beragam.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Mei 2023, 20:20 WIB
Ilustrasi Majalah TIME (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Washington - Majalah TIME yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), akan menghapus layanan berbayar versi digitalnya atau digital paywall mulai 1 Juni 2023. Hal tersebut disampaikan oleh CEO TIME Jessica Sibley.

Sibley menggarisbawahi bahwa perubahan merupakan keputusan bisnis dan editorial.

"Kesempatan untuk menjangkau lebih banyak audiens secara global, lebih muda, dan beragam, sangat penting bagi Sam dan saya sendiri," katanya, merujuk pada pemimpin redaksi TIME yang baru diangkat, Sam Jacobs, seperti dilansir Axios, Senin, (1/5/2023).

Jacobs adalah pemimpin redaksi termuda dalam sejarah TIME.

Perusahaan, yang berusia 100 tahun pada Maret 2023 itu, telah memiliki beberapa bentuk digital paywall sejak tahun 2011.

Selanjutnya, TIME berencana memproduksi lebih banyak konten digital yang didukung iklan yang akan ditayangkan di situs web, aplikasi seluler, dan di seluruh media sosialnya.

"Perusahaan akan terus meliput jenis topik yang sama secara editorial dan bersandar pada beberapa area fokus utama, seperti iklim dan keberlanjutan, perawatan kesehatan, serta politik," tutur Sibley.

Saat ini TIME memiliki 1,3 juta pelanggan cetak dan 250.000 pelanggan digital.

Dengan perubahan, konten digital majalah TIME sekarang dapat dinikmati secara gratis, di samping semua konten lain di situs web, termasuk arsip konten yang berusia 100 tahun.

Perusahaan sendiri masih akan mengenakan biaya untuk produk cetak dan masih menawarkan versi digital berbayar dari majalah cetak melalui pengecer (seperti Amazon Kindle dan Apple News) dan melalui App Store Apple.

Mampu menjangkau lebih banyak orang dan memperluas paparan merek TIME adalah fokus utama, sebut Sibley, di tengah upayanya mengembangkan bisnis TIME secara global terutama melalui gelaran event. Sebut saja seperti yang dilakukan TIME tahun lalu dengan mengadakan TIME100 Impact Awards di Dubai.

"Menghapus gesekan apapun yang dapat mencegah TIME memperluas audiensnya akan memungkinkan kami melakukan apa yang perlu kami lakukan selama 100 tahun ke depan," katanya. "Kami percaya pada demokratisasi konten."


Fleksibilitas untuk Bereksperimen

Ilustrasi layanan berbayar. (Dok. Pixabay)

Dengan mengalihkan arah bisnis ke sumber pendapatan berbeda, seperti event dan lisensi, TIME memiliki fleksibilitas untuk bereksperimen dengan strategi langganan baru.

"Kita tahu bahwa di media, kita selalu mencari model baru dan melanjutkan transformasi digital dan perjalanan inovasi," tutur Sibley.

"Bagian dari proses itu termasuk memahami perilaku konsumen dan memastikan bahwa kami bergerak ke arah yang benar dengan bagaimana konsumen terlibat dalam konten," tambahnya.

TIME Studios, divisi TV dan film perusahaan, menghasilkan sekitar 25 persen dari pendapatan TIME yang mencapai sekitar US$ 200 juta tahun lalu atau sekitar Rp2,9 triliun.

Saat ini, penerbit lawas masih berupaya mencari cara menghasilkan uang secara online. Banyak perusahaan media lebih condong ke sistem langganan selama kepresidenan Donald Trump dan era pandemi COVID-19, tetapi dengan inflasi yang tinggi, beberapa orang mengalami kelelahan berlangganan.

Gannett, perusahaan surat kabar lokal terbesar di AS, mengurangi jumlah artikel berbayarnya untuk meningkatkan pendapatan iklan perusahaan. Quartz telah lebih dulu menghapus sistem paywall-nya tahun lalu.

Spotify menggratiskan sejumlah podcast-nya. Netflix, Disney+, dan streamer lainnya telah memulai debutnya dengan paket langganan yang didukung iklan yang lebih murah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya