Liputan6.com, London - Penobatan Raja Charles III dan Ratu Camilla pada 6 Mei 2023 akan diikuti dengan perayaan nasional selama akhir pekan, yang diperkirakan menelan uang pajak setidaknya 100 juta pound sterling atau sekitar Rp1,8 triliun.
Baik Downing Street maupun Istana Buckingham tidak mengonfirmasi biaya pasti penobatan. Meski secara skala, durasi, dan jumlah tamu undangan jauh di bawah penobatan Ratu Elizabeth II pada tahun 1953, namun penobatan Raja Charles III dan Ratu Camilla yang diberi sandi "Operasi Golden Orb" berlangsung di tengah krisis biaya hidup yang masih melanda Inggris.
Advertisement
Keputusan untuk "menurunkan kemegahan" upacara penobatan sendiri disebut merupakan wujud dari kepekaan Raja Charles III terhadap krisis biaya hidup, di samping alasan lain, yaitu membentuk monarki yang lebih modern dan ramping. Bagaimanapun, kemeriahan perayaan nasional dinilai akan sangat kontras dengan suramnya krisis ekonomi, di mana inflasi yang tinggi telah memicu aksi mogok buruh.
Ratusan pekerja Inggris, di antaranya dokter, guru, dan masinis, telah menjalankan aksi mogok dalam beberapa bulan terakhir untuk menuntut gaji yang lebih baik. Dan aksi mogok lebih lanjut dari petugas lalu lintas dan pekerja Bandara Heathrow dikabarkan membayangi perayaan penobatan.
Kepala Eksekutif Republik, kelompok anti-monarki, Graham Smith, yang akan segera menerbitkan buku berjudul "Abolish the Monarchy" seperti dilansir TIME, Senin (1/5/2023) menuturkan, "Itu adalah jumlah uang pembayar pajak yang sangat besar untuk dibelanjakan. Kita tahu bahwa ada banyak pekerja sektor publik yang berjuang untuk mendapat kenaikan gaji. Kita tahu bahwa ada orang di tempat kerja yang mengandalkan bank makanan. Ada rumah sakit yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan, sekolah berjuang untuk mendapat sumber daya bagi murid-murid mereka, layanan polisi berjuang untuk memberantas berbagai jenis kejahatan."
Graham mengakui bahwa 100 juta pound sterling bukanlah jumlah yang akan sangat berarti jika diarahkan ke National Health Service atau polisi. "Tapi itu akan sangat bermanfaat bagi banyak orang jika dihabiskan untuk layanan publik, tunawisma, kemiskinan, dan sebagainya dibanding dihabiskan untuk sebuah parade atau satu orang."
Pembelaan Pemerintah Inggris
Sejumlah menteri Inggris menolak gagasan untuk mengurangi kemeriahan penobatan. Kanselir Kadipaten Lancaster Oliver Dowden mengklaim bahwa masyarakat tidak ingin berhemat pada apa yang akan menjadi momen bersejarah bangsa. Lagipula, menurutnya, penobatan pada masa lalu tidak selalu terjadi pada waktu yang tepat.
Penobatan kakek Raja Charles III pada tahun 1937, Raja George VI, terjadi di tengah resesi ekonomi hanya dua tahun sebelum dimulainya Perang Dunia II.
"Saya rasa, orang tidak peduli berapa biayanya hanya karena itu sukses dan menjadi pertunjukan besar," ungkap pakar kerajaan Richard Fitzwilliams.
Fakta lain terkuak berdasarkan survei terbaru oleh YouGov. Lebih dari setengah dari partisipan menilai bahwa penobataan seharusnya tidak boleh didanai oleh pemerintah, dibandingkan hanya 32 persen yang setuju. Beberapa bahkan mempertanyakan mengapa keluarga kerajaan tidak mau membayar tagihan sendiri.
Investigasi baru-baru ini oleh The Guardian mengungkapkan bahwa kekayaan pribadi Raja Charles III sekitar 1,8 miliar pound sterling, meski gambaran lengkap tentang keuangan monarki sebagian besar tetap tidak jelas.
Para pendukung monarki berargumen soal peran monarki dalam mendorong pertumbuhan sektor pariwisata Inggris walau tidak tersedia angka pastinya.
"Tidak ada bukti sama sekali untuk mendukung bahwa wisatawan datang ke Inggris karena monarki," tegas Smith.
Advertisement