Berkumpul di Tapos, GMKI Bahas Ketahanan Pangan Guna Wujudkan Pemilu Demokratis 2024

Apa hubungannya ketahanan pangan dan demokrasi?

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Mei 2023, 02:34 WIB
Gelar Wicara bertopik ‘Politik Ketahanan Pangan Menuju Pemilu Demokratis 2024’ yang digelar dalam rangkaian ibadah Paskah Nasional Senior GMKI. (Liputan6.com/ ist)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI) membahas soal ketahanan pangan sangat penting untuk terwujudnya pemilihan umum yang demokratis tahun depan.

Oleh sebab itu PNPS GMKI ingin merumuskan strategi ketahanan pangan agar pemilu berjalan baik dan tujuan dari pemilu yakni tercapainya masyarakat sejahtera dapat terlaksana.

Hal itu dibahas dalam Gelar Wicara bertopik ‘Politik Ketahanan Pangan Menuju Pemilu Demokratis 2024’ yang digelar dalam rangkaian ibadah Paskah Nasional Senior GMKI, Sabtu-Minggu, 29-30 April 2023 di Kinasih Resort, Tapos, Depok.

"Apa hubungannya ketahanan pangan dan demokrasi? PNPS GMKI sengaja mengangkat tema ketahanan pangan dalam perspektif ketahanan nasional. Dengan membahas ketahanan pangan, kita berharap stabilitas sosial ekonomi bisa terjaga saat masuk tahun politik jelang Pemilu 2024," kata Ketua Umum PNPS GMKI Febry Calvin Tetelepta.

Pria asal Maluku ini menekankan, PNPS terus membangun diskursus lebih baik sebagai warga negara. Posisi PNPS membangun relasi antar senior dan mengisinya dengan berbagi pengalaman terutama dari senior-senior yang menjadi narasumber.

"Ketahanan pangan adalah bagian dari politik kebangsaan. Menuju Pemilu 2024, pangan kita harus aman dan survive. Jika pangan terganggu, maka masalah bangsa kita bisa terganggu," kata Febry yang juga menjabat Deputi I Kepala Staf Kepresidenan itu.

Pembicara kunci diskusi ini, Direktur Politik Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri Brigjen Polisi Yuda Gustawan mengungkapkan kondisi situasi keamanan nasional pada Pemilu 2024.

Menurut Yuda, berbeda dibanding sebelumnya, pemilihan umum kali ini dilaksanakan serentak dalam tahun yang sama, baik Pemilu Legislatif, Pemilihan Presiden dan Pilkada.

Ia menguraikan beberapa tantangan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Antara lain adanya residu Pemilu 2019, luasnya kondisi geografis Indonesia terutama kawasan daerah-daerah terpencil.

Kemudian irisan tahapan Pemilu dan Pilkada, kompleksitas pengelolaan logistik, perbedaan akhir masa jabatan gubernur, bupati dan wali kota 2022, 2023, dan 2024, terbentuknya Daerah Otonomi Baru 4 provinsi di Papua, serta transisi pandemi ke endemi Covid-19.

"Kami sangat mewaspadai munculnya potensi kerawanan pemilu, yakni politik Identitas, polarisasi masyarakat sesuai dukungan parpol, bacapres dan bacawapres yang lebih dini terjadi, kampanye parpol di luar jadwal, konflik antar pendukung, perang media, serta penggunaan tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk kampanye," kata Yuda.

Terang-terangan ia menyebut dua daerah yang memiliki tingkat kerawanan paling tinggi pada Pemilu 2024 adalah Papua dan Jawa Timur.

 


Pesta Demokrasi

Sementara Anggota Komisi Pemilihan Umum August Mellaz mengatakan, kiprah Indonesia menggelar Pemilu 2024 sangat dinanti negara-negara lain sebagai inspirasi bagaimana mengelola demokrasi dalam pelaksanaan pemilu untuk negara dengan populasi muslim terbesar, tingkat keberagaman tinggi, serta luasnya kepulauan yang dikelola dalam bingkai NKRI.

"Sampai sejauh ini semua tahapan Pemilu 2024 berjalan sesuai sesuai tenggat waktunya. Demikian pula soal pembiayaan. Apalagi ketika PDI Perjuangan menetapkan capresnya, isu penundaan pemilu makin tidak relevan," ujarnya.

Senior GMKI Surabaya ini membuka data bahwa Pemilu 2024 akan diikuti 215 juta pemilih di dalam dan luar negeri. Dari angka itu, jumlah pemilih berusia 17-40 tahun berada pada kisaran 55-60 persen.

"Hampir 60 persen pemiilih pada Pemilu 2024 ditopang generasi muda. Mereka ini akan menentukan untuk menjaga kelestarian tatanan NKRI yang demokratis," kata August.

Pendiri Sindikasi Pemilu dan Demokrasi ini menjabarkan, untuk kebutuhan penyelenggara pemilu dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kota, hingga di tingkat TPS ada kebutuhan hingga 7,2 juta personel.

Narasumber lain, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Jan Samuel Maringka menjelaskan makna tagline Kementan: Jaga Pangan Jaga Masa Depan.

Jan pun menggarisbawahi bahwa pertanian merupakan satu-satunya komoditas yang nilai ekspornya terus naik. Dari 2019 senilai Rp 390 triliun, 2020 menjadi Rp 481 triliun, 2021 sebesar Rp 816 triliun dan 2022 lalu mencapai Rp 858 triliun.

"Karena itu, kepada siapapun pemimpin Indonesia ke depan, program ketahanan pangan harus kita jaga bersama," pungkasnya.

Senior GMKI yang juga anggota DPR RI dari PDI Perjuangan Mindo Sianipar menyuarakan pentingnya ketahanan pangan agar rakyat tak boleh menjerit dan protes agar karena perutnya kelaparan.

"Untuk itulah, beras harus tersedia sepanjang rakyat mampu membelinya," kata politisi yang lama berkecimpung di Komisi IV membidangi pertanian ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya