Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia telah mengevakuasi warga Indonesia yang tinggal di Sudan, terutama yang berada di wilayah terdampak perang saudara di negara tersebut.
Situs Kemlu RI menyebutkan bahwa WNI telah dievakuasi hingga 4 tahap, semuanya telah tiba di Indonesia. Itu artinya 929 WNI telah kembali ke Tanah Air.
Advertisement
Abduh, Ketua Ikatan Mahasiswa di Sudan dan mahasiswa International University of Africa, melalui wawancara dalam program Liputan6 Update, Rabu (3/5/2023), menyebutkan bahwa sebagian besar WNI telah kembali ke kediaman masing-masing di Indonesia dan beberapa lainnya menunggu penjemputan di Asrama Haji Pondok Gede, Jawa Timur.
Abduh sendiri menceritakan bahwa dirinya ikut evakuasi kloter pertama. Proses evakuasi, katanya, terbagi dalam beberapa rute, yaitu dari Khartoum ke pos Sudan (waktu tempuh 18 jam), pos Sudan ke Jeddah (waktu tempuh 23 jam dengan kapal), dan Jeddah ke Indonesia.
Dalam perjalanan Jeddah ke Indonesia, Abduh bercerita bahwa ia mendapatkan kloter kedua.
Syarat Satu Tas untuk Evakuasi
Pada kesempatan tersebut, ia menuturkan bahwa pemerintah RI telah mempersiapkan evakuasi telah diberitakan sejak jauh-jauh hari kepada WNI di Sudan, terlebih sejak ditetapkannya status siaga dua oleh Kemlu Indonesia, menurut Abduh.
“Kami diimbau untuk menyiapkan satu backpack,” ucapnya.
Satu ransel itu hanya diisi oleh dokumen penting, dua stel pakaian, dan barang-barang penting.
Setiap orang hanya diperbolehkan untuk membawa satu ransel agar lebih mudah ketika berada dalam kondisi yang mengharuskan untuk bergerak cepat dan taktis.
“Agar ruang gerak lebih banyak sekaligus tidak merepotkan orang lain,” kata Abduh.
Seluruh WNI dalam Kondisi Selamat
Abduh mengonfirmasi bahwa seluruh WNI dalam keadaan selamat.
“Beberapa minggu lalu, sempat beredar bahwa ada WNI yang terkena dampak,” ucap Abduh, “Ada yang menarasikan tertembak, tewas, dan lain sebagainya,” tambahnya.
Ia mengklarifikasi bahwa seluruh WNI selamat dan hidup. Korban yang diisukan tertembak secara langsung sebetulnya terkena peluru nyasar.
Menurut keterangannya, militer dan paramiliter tidak menargetkan warga sipil dalam peperangan tersebut, jika ada yang terdampak maka ia dipastikan terkena peluru atau bom nyasar yang diluncurkan oleh kedua pihak.
Abduh menjelaskan kronologi dari WNI yang terkena peluru nyasar tersebut. "Peluru menembus atap rumah dan mengenai punggung WNI tersebut. Peluru tidak menancap dan tidak ada luka serius, hanya sedikit lecet akibat timah panas," ujarnya.
Menurut Abduh, peristiwa itu terjadi pada 16 April ketika sebuah pesawat militer Sudan melintas di atas area Arkaweet, Khartoum, yang merupakan tempat tinggal sebagian besar mahasiswa Indonesia.
Ia mangatakan RSF menembakkan artileri berat ke arah pesawat yang melintas sebagai bentuk pertahanan udara, tetapi peluru-peluru tersebut tidak mengenai pesawat militer yang melintas dan malah menyasar ke beberapa rumah warga, termasuk rumah WNI.
Advertisement
Tidak Sadar Situasi Mulai Memanas
Abduh mengatakan bahwa ia dan mahasiswa lainnya tidak menyadari perkembangan peperangan yang terjadi di sana.
Awal terjadi peperangan, 14 April 2023, kegaduhan yang didengar Abduh awalnya dikira berasal dari kericuhan demo, bukan perang saudara.
“Waktu sangat cepat hingga kami tidak sadar,” ucapnya.
Abduh mengatakan ia baru menyadari situasi genting di negara itu ketika suara RPG dan granat mulai terdengar. Ia mengaku terkejut dengan keadaan yang berubah dengan cepat.
Sejak letusan pertama yang terjadi di belakang kampus asrama mahasiswi International University of Africa, evakuasi mulai dilakukan. Seluruh mahasiswi diungsikan ke auditorium kampus. Mereka berpuasa bahkan berlebaran di tempat tersebut.
Abduh mengatakan bahwa hingga kini perkuliahan masih belum dilanjutkan. Kampus masih ditutup karena kondisi yang tak kunjung kondusif.
Menurut Abduh, WNI yang masih berada di Sudan adalah mereka yang memilih tetap tinggal karena merasa berada di wilayah yang jauh dan aman dari peperangan.
Derita Warga Sudan: Terjebak Perang Saudara dan Tidak Bisa ke Luar Negeri Karena Paspor Tertahan di Kedubes Asing
Situasi di Sudan tak kunjung kondusif meski WNI di Sudan telah berhasil dievakuasi. Namun, hingga kini, warga setempat masih terjebak dalam peperangan tersebut.
Sejumlah orang mengatakan bahwa mereka terdampar di Sudan karena para staf kedutaan besar sejumlah negara telah lebih dulu "melarikan diri" tanpa mengembalikan paspor yang mereka serahkan selama proses aplikasi visa.
Laporan CNN yang berdasarkan sembilan kesaksian mengungkap bahwa para diplomat dari setidaknya tiga negara Barat tidak memberikan kembali paspor milik warga negara Sudan.
Sebagian besar kedutaan negara Barat di Sudan melakukan evakuasi sepekan setelah perang saudara meletus, meninggalkan banyak pemohon visa tanpa paspor dalam ketidakpastian hukum.
Dalam beberapa kasus, staf kedutaan menyarankan mereka yang mengalami insiden ini untuk mengajukan pembuatan paspor baru. Padahal, perang saudara Sudan jelas-jelas dilaporkan telah memporak-porandakan banyak hal, terutama layanan pemerintah.
Warga negara Sudan mengatakan kepada CNN bahwa mereka merasa kedutaan asing mengabaikan dan menghalangi perjalanan mereka ke luar negeri di tengah pertempuran yang telah menewaskan sedikitnya 512 orang.
Advertisement