Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, menghadiri undangan resmi dari Kementerian Perdagangan siang ini, Kamis (4/5/2023) untuk membahas perihal pembayaran utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 344 miliar.
Dalam hasil pertemuannya dengan pihak Kemendag, Roy menegaskan Aprindo tetap meminta kejelasan dari Kemendag agar segera melunasi utang tersebut.
Advertisement
"Kami menyuarakan suatu kebenaran yang hakiki, dimana utang (rafaksi minyak goreng) harus dibayar apapun utang itu yang harus dibayar harus diselesaikan," kata Roy saat ditemui usai bertemu dengan perwakilan Kemendag, Kamis (4/5/2023).
Roy menjelaskan kenapa hal itu disebut utang, karena utang ini adalah perintah penugasan yang tertuang dalam Permendag nomor 3 Tahun 2022 Pasal 12 menyebutkan Pengecer wajib melakukan penjualan Minyak Goreng Kemasan kepada konsumen menggunakan HET sebesar Rp14.000,00 (empat belas ribu rupiah) per liter.
"Jadi, dengan kata lain bahwa ini penugasan dan ini bukan yang diminta oleh Aprindo atau peritel untuk melakukan, tetapi kita diminta untuk melakukannya," ujarnya.
Oleh karena itu, Aprindo meminta kepastian kepada Kemendag perihal pelunasan utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar. Lantaran kepastian ini sangat diperlukan oleh pelaku usaha, dan kepastian itu adalah sesuatu yang hakiki.
"Karena kalau tidak pasti itu membuat akhirnya pelaku bisa Apriori, pelaku usaha bisa berpikir sebelum mengerjakan tugas-tugas yang lainnya, jadi kepastian itu sangat perlu bagi kita dan ini sesuai juga dengan harapan pemerintah bahwa kepastian hukum dijamin oleh pemerintah," jelasnya.
Langkah Kemendag Dihargai Aprindo
Adapun setelah pertemuan, kata Roy, pihak Kemendag pun belum bisa memberikan jawaban kapan tepatnya utang rafaksi minyak goreng akan dibayarkan.
"Belum ada jawaban belum bisa diberikan jawaban, karena disampaikan oleh pihak Kemendag bahwa kita sudah berbicara dua kali pada bulan Januari awal, kemudian juga baru beberapa minggu yang lalu bicara, prinsipnya adalah bahwa sedang proses," ujarnya.
Kendati demikian, Aprindo menghargai langkah yang dilakukan Kemendag telah mengundang Aprindo hadir untuk mendiskusikan persoalan utang rafaksi minyak goreng.
"Jadi, konteksnya adalah kita menghargai proses. Kalau dibilang sedang ada proses dan ada kemajuan-kemajuan tapi tetap kita konteks hasil pertemuan ini kita tutup dengan permintaan kepastian. Kepastian Kapan dijawab dan kepastian dibayar bukan kepastian tidak tahu dijawab," pungkasnya.
Pemerintah Utang Minyak Goreng Rp 344 Miliar ke Aprindo, Mendag: Yang Bayar BPDPKS
Sebelumnya, permasalahan utang pemerintah sebesar Rp344 miliar kepada pengusaha ritel modern memasuki babak baru. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta pengusaha ritel menunggu hasil pertimbangan Kejaksaan Agung untuk aspek legal.
Setelah itu, Kemendag akan memberikan hasil verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayarkan rafaksi minyak goreng yang diestimasikan sebesar Rp 344 miliar.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut terkait rencana pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Modern (Aprindo) soal polemik utang.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) tampak kebingungan dan bertanya kepada jajarannya yang mendampingi Mendag Halalbihalal Kemendag, di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
"Pertemuan apa? Siapa yang undang. Utang apa? Coba lihat di APBN, nggak ada (alokasi anggaran Kemendag) untuk bayar utang, oh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit)," kata Mendag.
Lebih lanjut, Mendag yang akrab disapa Zulhas ini menjelaskan, pembayaran utang akan dilakukan melalui BPDPKS kepada pengusaha ritel modern.
Kendati demikian, Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur permasalahan utang tersebut telah dihapus, sehingga dalam penyelesainnya diperlukan payung hukum.
"Yang bayar itu BPDPKS. Mau bayar, tapi Permendagnya sudah nggak ada, nggak ada payung hukum," katanya.
Advertisement
Tunggu Fatwa Hukum
Oleh karena itu, Mendag menegaskan, pihaknya memerlukan fatwa hukum untuk meminimalisir munculnya argumen bahwa Pemerintah tidak mampu melakukan pembayaran selisih bayar atau rafaksi kepada Aprindo.
“Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya kan, kalau enggak nanti kan dia masuk penjara. Mau bayar asal ada peraturannya. Perlu faktual hukum. Makanya ini Sekjen ke Kejaksaan Agung," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengancam untuk menghentikan penjualan minyak goreng jika utang pembayaran selisih harga (rafaksi) minyak goreng tak kunjung dibayar.