Liputan6.com, Jakarta Setelah Brunei Darussalam, Arsjad Rasjid selaku Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) dan Ketua Umum Kadin Indonesia bertolak menuju Myanmar.
Advertisement
“ASEAN-BAC terus memperkuat kerja sama serta stabilitas perekonomian antar negara di ASEAN, tidak terkecuali dengan Myanmar. Seluruh negara ASEAN akan tumbuh bersama dalam hal ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, merangkul seluruh negara ASEAN, termasuk Myanmar,” kata Arsjad.
Dalam kunjungan ini, seluruh delegasi ASEAN-BAC berdialog terkait kerja sama ekonomi antara Myanmar dan Indonesia dan juga mendorong isu prioritas serta legacy program salah satunya adalah melalui legacy project ASEAN Business Entity yang diinisiasi oleh keketuaan ASEAN-BAC Indonesia.
ASEAN Business Entity bertujuan untuk meningkatkan dan memberikan insentif investasi intra-ASEAN untuk pengembangan industri dan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Potensi dan Tantangan Pengembangan EBT Myanmar dan Indonesia
Arsjad Rasjid menekankan bahwa peran sektor bisnis dan swasta dalam menjalin hubungan dagang atau investasi pada energi berkelanjutan adalah hal yang penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi ASEAN serta komitmen net zero 2060. Terkait hal ini, sektor bisnis dan swasta dari Indonesia secara khusus, sangat tertarik untuk bisa memperdalam relasi hubungan dagang dan investasi dengan Myanmar khususnya dalam pengembangan ekosistem energi baru terbarukan.
Myanmar dan Indonesia memiliki potensi energi surya, angin, hidro, bio energi, panas bumi, dan laut yang bisa dimanfaatkan. Khususnya untuk pengembangan energi hidro Myanmar bersama Indonesia masuk dalam 20 negara teratas di dunia dengan potensi pembangkit listrik air sebagai energi baru terbarukan, tetapi belum dimanfaatkan.
“Potensi energi baru dan terbarukan ini perlu untuk dikembangkan oleh kedua negara sebagai upaya ASEAN mencapai net zero emission. Myanmar dan Indonesia mampu bekerja sama untuk bisa memanfaatkan energi baru terbarukan ini menjadi pembangkit energi listrik,” ujar Arsjad.
Potensi Kerjasama Indonesia-Myanmar di Sektor Kendaraan Listrik
Dalam mineral kritis, Myanmar memiliki deposit mineral kritis terbesar ketiga di dunia dan kaya akan dysprosium dan terbium, elemen logam tanah yang merupakan salah satu elemen kritis dalam pembuatan kendaraan listrik yang lebih ringan.
Melihat hal ini, Indonesia berharap dapat bekerja sama dengan Myanmar untuk membangun ekosistem industri bagi kendaraan listrik dan baterai. Kerja sama kedua negara mampu membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua negara.
Di sisi lain, Myanmar juga telah mengambil langkah untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik di negara tersebut, termasuk membangun stasiun pengisian dan memberikan izin impor kendaraan listrik ke sembilan perusahaan di negaranya. Tentunya insentif ini membuka pasar ekspor bagi Indonesia untuk memasarkan kendaraan listrik ke Myanmar.
Advertisement
Pengembangan Kendaraan Listrik
Menanggapi hal tersebut, salah satu perusahaan EV terkemuka di Indonesia yaitu Indika Energy, turut mendukung pengembangan sektor kendaraan listrik di Indonesia dan ASEAN serta mengeksplorasi potensi kemitraan yang saling menguntungkan antara Indonesia dan Myanmar.
“Mewujudkan masa depan yang berkelanjutan, Indika Energy berinvestasi pada bisnis rendah karbon termasuk di sektor kendaraan listrik. Kami meluncurkan ALVA, kendaraan listrik roda dua dan ekosistemnya," ujar Azis Armand, Wakil Presiden Direktur dan CEO Indika Energy.
Menurut Azis Armand, kerja sama investasi dengan negara ASEAN, termasuk Myanmar ini tentunya akan menjadi langkah baik dalam upaya pengembangan ekosistem EV Indonesia di seluruh rantai nilai.
Selain Indika Energy perusahaan lain seperti TBS Energy, juga telah melakukan pengembangan pada sektor kendaraan listrik di Indonesia melalui perusahaan Electrum. Berbagai industri kendaraan listrik yang mulai banyak bertumbuh, menjadi pertanda bahwa Indonesia dan ASEAN mampu untuk menjadi pemimpin dalam ekosistem industri kendaraan listrik.