Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membagikan hasil survei soal kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengharuskan guru dan murid masuk sekolah jam 5 pagi.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan pengumpulan data dan informasi melalui survei.
Advertisement
“Survei dilakukan pada 219 responden yang terdiri dari guru, peserta didik, dan orangtua peserta didik dari 10 sekolah SMA/SMK di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jasra dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023).
Berdasarkan pengumpulan data dan informasi, didapatkan hasil sebagai berikut:
- Sebagian besar responden tidak menerima sosialisasi soal kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA dari Pemerintah Daerah.
- Sebanyak 72 persen sekolah yang menjadi responden tidak dimintakan persetujuan terkait kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA.
- Sebanyak 80 persen peserta didik yang menjadi responden kesulitan membagi waktu setelah pelaksanaan kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 dan hanya sedikit peserta didik yang merasa baik-baik saja.
- Hanya 8 guru dan 7 peserta didik responden yang mampu datang tepat waktu ke sekolah. Selain itu, sebanyak 25 guru dan 54 peserta didik responden kadang-kadang datang tepat waktu. Serta, 6 guru dan 36 peserta didik tidak pernah tepat waktu ke sekolah selama piloting kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 WITA.
Bikin Sebagian Besar Guru dan Murid Tak Sempat Sarapan
- Sebagian besar guru dan peserta didik responden tidak pernah sarapan sebelum berangkat ke sekolah karena kebijakan waktu masuk sekolah pukul 05.30 WITA.
- Sebagian besar sekolah yang menjadi responden di Nusa Tenggara Timur masih belum siap untuk melaksanakan program kegiatan belajar mengajar pukul 05.30 WITA.
- Bahwa kebijakan masuk pukul 05.30 memengaruhi konsentrasi peserta didik dan guru. Akibatnya, kualitas penyerapan materi siswa menjadi menurun. Dampak lebih lanjut adalah menurunnya kualitas lulusan.
Advertisement
Mayoritas Orangtua, Guru, dan Murid Harap Aturan Kembali ke Semula
- Sebagian besar guru dan peserta didik yang menjadi responden masih menganggap waktu kegiatan belajar yang ideal adalah pukul 07.00 WITA.
- Penyerapan materi belajar juga menjadi masalah bagi sebagian besar peserta didik bila melaksanakan kegiatan belajar pukul 05.30 WITA.
- Harapan mayoritas orangtua, guru, peserta didik, jam masuk sekolah 05.30 WITA dibatalkan dan dikembalikan masuk sekolah seperti semula, yaitu pukul 06.30 atau 07.00 WITA. Ini karena faktor keamanan, transportasi, kesiapan belajar, fokus belajar, waktu interaksi orangtua dan anak, kesehatan, dan lain-lain.
Rekomendasi KPAI Soal Aturan Sekolah Jam 5 di NTT
Menurut KPAI, prinsip kepentingan terbaik anak dan partisipasi anak menjadi landasan utama dalam kebijakan pendidikan. Untuk itu, KPAI memberikan rekomendasi sebagai berikut:
- Pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah, orangtua dan masyarakat. Mengacu pada hal tersebut, maka setiap kebijakan perlu tetap mempertimbangkan masukan dan pemenuhan hak anak/peserta didik dan peran serta masyarakat. Ini sesuai dengan amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek Dikti RI harus melakukan langkah evaluasi secara cepat dan tepat. Sehingga, kebijakan yang dijalankan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hak anak. Tidak pula berdampak negatif pada motivasi belajar dan kualitas belajar, hasil belajar peserta didik, serta tidak berimbas pada piloting- piloting pada kabupaten/kota lainya.
- Kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena dapat memicu pelanggaran terhadap pemenuhan hak anak. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4, 6, 8, dan 10 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- KPAI mendukung dan mengapresiasi Pemda NTT dalam upaya peningkatan kompetensi peserta didik, tapi tetap harus mempertimbangkan yang terbaik untuk anak. Peningkatan kompetensi peserta didik dapat didukung dengan program peningkatan kompetensi guru, sarana prasarana, pembentukan budaya pembelajar, sister school, dukungan anggaran, dan lainnya.
Advertisement