Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) meluncurkan buku berjudul “Etika Pemerintahan” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (5/5/2023). “Etika Pemerintahan” merupakan buku kedua yang diluncurkan oleh MIPI. Sebelumnya, MIPI meluncurkan buku pertamanya berjudul “Buku Putih Pemerintahan Indonesia”.
Prosesi peluncuran buku ini dilakukan oleh Penasihat MIPI Prof. Ryaas Rasyid dengan menyerahkan buku itu secara simbolis kepada segenap jajaran pengurus dan pegiat di MIPI. Selain itu, buku itu juga diserahkan secara simbolis kepada Menteri Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang hadir sebagai pembicara kunci.
Advertisement
Dalam sambutannya, Ketua Umum MIPI Bahtiar mengatakan, pihaknya mengapresiasi atas terbitnya buku “Etika Pemerintahan”. Dirinya juga menyambut positif atas partisipasi banyak pihak, baik dari kalangan birokrat, pejabat negara, akademisi, praktisi, awak media, hingga sejumlah tokoh yang hadir pada acara tersebut.
“Kami sekali lagi terima kasih Pak Muhadam Labolo, salah satu pengurus MIPI yang telah sukses mengorganisir penulisan buku ini, juga terima kasih kepada para penulis (yang telah menyusun buku ini),” ujar Bahtiar.
Bahtiar menilai, kehadiran buku tersebut sangat penting bagi praktisi pemerintahan. Di samping itu, pihaknya juga menyambut baik atas kehadiran Menko Polhukam Mahfud MD yang juga merupakan penerima MIPI Award Tahun 2013. Apalagi sosok Menko Polhukam Mahfud MD dinilai telah mampu menjalankan praktik etika pemerintahan dengan baik selama ini.
“Maka tidaklah berlebihan sebagai MIPI kalau tahun 2013 Prof. Mahfud MD digelari penghargaan oleh MIPI, hari ini kami mendeclare Prof. Mahfud MD sebagai penjaga etika pemerintahan di Indonesia,” terangnya.
Buku Terbagi Menjadi Tiga Bagian Utama
Dalam laporannya, Kabid Pengembangan Keilmuan dan Kerja Sama Perguruan Tinggi MIPI Muhadam Labolo mengungkapkan, terbitnya buku tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu landasan kebijakan, kode etik, dan menjadi panduan keseharian dalam semangat berbangsa dan bernegara.
Muhadam Labolo menjelaskan buku “Etika Pemerintahan” yang terdiri dari 561 halaman itu melibatkan sebanyak 25 penulis dari berbagai disiplin ilmu seperti filsafat, politik, hukum, kebijakan publik, administrasi negara, komunikasi, dan pemerintahan.
Selain itu, buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu etika dalam perspektif filsafat, etika dalam dialektika akademik, dan etika dalam ranah praktis pemerintahan.
“Tujuan pertama berusaha membuka pori-pori pikiran kita agar mampu memberi dasar ontologic soal mengapa etika, khususnya etika pemerintahan hingga patut diperbincangkan dulu, kini, dan akan datang,” ujarnya.
Tujuan berikutnya adalah memberi dasar epistemologi yang memungkinkan masyarakat untuk memahami bahwa etika dapat didorong ke ruang publik sebagai panduan rasional dalam interaksi mereka yang diperintah dan memerintah.
Sementara pada tingkat praksis, etika dapat memandu masyarakat mengarungi aktivitas lewat organisasi, termasuk organisasi paling kompleks yaitu negara dan pemerintahan.
(*)
Advertisement