Liputan6.com, Jakarta - Lobi-lobi politik kian gencar. Para elite parpol bertemu dan mencari peluang terbaik. Mungkinkah poros baru tercipta jelang pertarungan pilpres 2024?
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto jadi salah salah satu elite yang intens safari politik. Pada Rabu (3/4/2023), Airlangga melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
Advertisement
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Maju itu juga bertemu Ketum Gerindra, Prabowo Subianto dan Ketum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Semua pintu komunikasi dibuka oleh Golkar.
Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, mengatakan, yang ideal bagi Golkar sebenarnya adalah bergabung dengan poros yang bisa memastikan Airlangga mendapatkan tiket di pilpres.
"Itu saja ukurannya. Untuk apa bergabung dengan poros politik yang tidak bisa memastikan Airlangga maju," kata Adi kepada Liputan6.com, Jumat (5/5/2023).
Jika tidak bisa memastikan Airlangga dapat tiket pencapresan, kata Adi, maka setidaknya Golkar harus merapat ke poros politik yang bisa memenangkan pertarungan di 2024.
Peneliti Senior Populi Center, Usep S Ahyar, menilai Golkar sebenarnya masih terus mengupayakan koalisi besar. Sebab, partai berlambang beringin itu ingin pegang kendali dan menjadi partai inti.
"Tapi persoalannya Golkar tidak punya calon yang memang bisa dijadikan bargaining di antara partai-partai, itu persoalannya. Golkar kalau gabung ke koalisi PDIP itu juga pasti kalah, PDIP lebih maju, mereka punya kader yang punya elektabilitas tinggi seperti Ganjar Pranowo, kemudian dari sisi perolehan suara PDIP juga lebih tinggi," kata Usep kepada Liputan6.com, Jumat (5/5/2023).
Usep menilai, Golkar coba mengambil celah melalui KIB. Masalahnya, PPP sudah merapat ke PDIP. Sementara PAN juga mengisyaratkan dukung Ganjar.
"Akhirnya kelimbungan lagi, Golkar jadi tidak punya koalisi yang benar-benar bargaining positif terhadap partai-partai lain, padahal dia secara perolehan suara tidak buruk-buruk amat di DPR. Jadi sampai hari ini Golkar belum nyerah gitu mau bergabung kemana, justru inginnya membangun koalisi yang partai lain bergabung bersama mereka," tambahnya.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan langkah Golkar menjalin komunikasi dengan Gerindra dan Demokrat adalah bentuk usaha mendapatkan Airlangga tiket di Pilpres.
Ia juga percaya partai berlambang beringin itu takkan merapat ke poros PDIP dan PPP. Sebab, kata Ujang, PDIP kemungkinan tak mau Airlangga jadi cawapres Ganjar.
"Ketemu Prabowo, ketemu Demokrat, ya itu sebagai usaha ikhtiar dari Golkar untuk membangun koalisi agar Airlangga bisa jadi capres atau minimal jadi cawapres. Bertemu Prabowo juga berkomunikasi bisa jadi Golkar menawarkan Airlangga jadI cawapres Prabowo," kata Ujang kepada Liputan6.com, Jumat (5/5/2023).
"Lalu dengan Demokrat juga bisa jadi ya bisa bersilaturahmi untuk memungkinkan bisa bekerjasama untuk bisa menjadi suatu pasangan poros ataupun mengajak Demokrat membangun poros baru atau gabung koalisi besar."
Mungkinkah Ada Poros Baru?
Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, mengatakan, bukan hal yang mustahil Golkar membuat poros baru. Ini penting demi memastikan tiket pilpres untuk Airlangga.
"Mungkin saja akan ada poros baru terutama poros parpol yang Ketua Umum mereka sampe saat ini belum mendapatkan tiket pencapresan dan mereka mendapatkan teman atau kongsi baru misalnya Golkar dengan Demokrat, atau dengan PKB. Ketum mereka hingga saat ini belum keliatan bisa maju atau tidak, makanya Golkar misalnya begitu aktif ketemu PKB, ketemu Demokrat, lalu juga PKB merayu AHY untuk bisa bergabung. Itu menunjukkan adanya kemungkinan menjajal poros baru," Adi menambahkan.
Berbeda, Peneliti Senior Populi Center, Usep S Ahyar, menilai agak sulit untuk membuat poros baru di tengah peta politik seperti sekarang. Sebab, Golkar yang ingin pegang kendali di poros baru, tak punya tokoh dengan elektabilitas tinggi.
"Agak susah di 2024 itu menjadi empat poros ya, mungkin tiga atau bahkan mungkin dua," kata Usep.
"Saya sih menduga ya jika tidak terjadi tiga atau mengupayakannya, maka mungkin ada koalisi besar dan menjadi dua poros akhirnya. Dua pasang tapi itu juga agak susah karena kita tahu juga kan masing-masing itu sudah relatif kuat dalam posisinya, kecuali kalau Anies Baswedan misalnya dalam konteks kalau Demokrat tidak mau untuk mendukung, ini kan agak susah membangun koalisi karena tidak mencapai target 20%."
Usep mengatakan, jika seandainya Demokrat batal dukung Anies, maka Golkar bisa merapat dan menawarkan Airlangga.
"Tapi bargaining apa yang diajukan ke Nasdem yang terlebih dahulu sudah mendeklarasikan Anies dan Anies sudah identik dengan Nasdem."
"Jadi kalau menurut saya Golkar itu menurut saya segera saja memutuskan kemana, karena memang agak sulit kalau membuat keputusan poros baru yang mereka kendalikan. Karena, mau enggak mau harus bargaining dengan kelompok-kelompok koalisi yang agak relatif establish," ucapnya.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, ragu bakal ada poros baru lagi. Sebab, poros PDIP-PPP, Gerindra-PKB, dan PKS-Demokrat-NasDem, sudah memiliki capres dengan elektabilitas tertinggi. Tinggal Golkar dan PAN yang belum ambil sikap.
"Poros Ganjar dengan pasangannya, Prabowo dengan pasangannya dan Anies dengan pasangannya, kelihatannya arahnya seperti itu. Poros baru atau poros keempat agak sulit, tiga pun berat. Kalau seandainya Anies gagal nyapres, ya hanya dua poros kalau gitu," jelas Ujang.
Advertisement
Wacana Prabowo-Airlangga
Hubungan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dinilai semakin menguat menjelang Pilpres 2024.
Hal itu ditandai dari pertemuan kedua kalinya Prabowo dengan Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie dan Airlangga yang dilakukan pekan lalu.
Pengamat politik Ikhwan Arif menilai pertemuan Prabowo, Airlangga dan Aburizal Bakrie menunjukkan sinyalemen bahwa ketiga tokoh tersebut mempunyai peran penting dalam menentukan nominasi kandidat capres dan cawapres.
"Apalagi ketiganya merupakan tokoh berpengaruh besar dalam partai Gerindra dan Golkar. Dalam menentukan nominasi bakal capres dan cawapres peran tokoh sentral sangat berpengaruh," kata Arif.
Secara historis, Arif mengatakan ketiganya punya pengaruh besar terhadap mesin partai, sehingga pertemuan ketiga tokoh tersebut bisa saja menunjukkan bahwa Prabowo dan Airlangga berpeluang besar untuk diusung sebagai capres dan cawapres karena didukung oleh tokoh-tokoh kuat dari kedua partai.
"Wacana peleburan koalisi besar semakin menunjukkan bahwa Prabowo dan Airlangga merupakan tokoh yang digadang-gadangkan untuk maju di Pilpres 2024," katanya.
Menurut Arif, faktor kekuatan partai politik yang besar akan memudahkan langkah strategis koalisi dalam mengusung Prabowo-Airlangga sebagai capres dan cawapres.
APalagi, lanjutnya, keduanya mempunyai pengalaman yang sama di pemerintahan sehingga sangat memungkinkan kedua tokoh akan melanjutkan program kerja pemerintah yang belum terwujud.
Selain itu, Arif menilai keduanya juga telah mendapatkan restu dari Jokowi untuk maju di Pilpres 2024 sehingga akan mempermudah langkah strategis kedua tokoh untuk merebut simpati publik dalam melanjutkan program kerja pemerintah Jokowi
"Kalau dilihat dari komposisi koalisi saat ini, seperti PDIP dengan PPP, Demokrat, PKS, NasDem, masih besar peluang PKB untuk tetap bergabung dengan Prabowo, jika Airlangga berpasangan dengan Prabowo," ucap Arif.
Gerak Lincah Cak Imin
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin), bertemu dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di Senayan, Rabu (3/5/2023) siang. Lalu dilanjutkan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Cikeas pada malam harinya.
"Semua yang kita lakukan ini tentu tidak lepas dari untuk bersimulasi pasangan-pasangan dan bersimulasi sampai pada saat putusan nanti. Saya bersama Pak Prabowo bersimulasi, saya bersama Pak Airlangga bersimulasi," kata Cak Imin usai bertemu Airlangga, Rabu (3/5/2023).
Menurut Cak Imin, berbagai simulasi dilakukan untuk membuka peluang koalisi. Meski demikian, menurutnya simulasi dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto tetap ada.
"Simulasi itu tidak menutup berbagai peluang, apakah Prabowo-Muhaimin, apakah Prabowo-Airlangga, atau kah Airlangga-Muhaimin, itu masih proses yang akan kita jalani," ucapnya.
Meski demikian, Cak Imin menyebut pertemuan dengan Airlangga Hartarto hari ini belum memutuskan capres-cawapres. Kedua pihak masih menunggu momentum yang tepat.
"Kita ingin siang ini PKB dan Golkar akan terus lebih intensif lagi sampai pada hari yang kita anggap tepat," kata dia.
Usai bertemu Airlangga, malam harinya Cak Imin merapat ke Cikeas dan bertemu AHY.
Cak Imin menggoda AHY bergabung ke Koalisi Besar di Pilpres 2024. Cak Imin pun bertanya apakah AHY masih "jomblo" dan sudah serius berada di Koalisi Perubahan.
Adapun Partai Demokrat saat ini bergabung dengan Koalisi Perubahan bersama Partai NasDem dan PKS. Sedangkan PKB, tergabung dengan Koalisi Indonesia Raya (KIR) bersama Partai Gerindra dan sedang menggagas Koalisi Besar.
"Namanya koalisi harus saling menggoda, siapa tahu ya. Memperbanyak teman. Apalagi kalau saling mengisi," kata Cak Imin dalam konferensi pers usai pertemuan dengan AHY di Puri Cikeas Jawa Barat, Rabu, 3 Mei 2023 malam.
"Apa ya misalnya, sudah serius apa belum? Kalau bahasanya, di sana jomblo enggak?" sambung Cak Imin tertawa.
Kendati begitu, AHY membantah ada pembahasan dirinya masih 'jomblo' atau tidak. AHY mengatakan pertemuan empat mata dengan Cak Imin tidak membahas soal itu.
"Tadi enggak nanya gitu. Kalau nanya gitu mungkin masih lama kita di dalam," ujarnya.
Menurut dia, pertemuan dengan Cak Imin berlangsung cair dan membahas sejumlah hal. AHY mengakui dirinya juga ikut menggoda agar Cak Imin masuk ke Koalisi Perubahan.
"Rasanya kita saling menggoda tadi. Saling menggoda dalam arti yang baik artinya kami saling bertukar pikiran, bertukar catatan," tutur dia.
Kendati begitu, AHY menyebut tidak upaya mempengaruhi yang berlebihan untuk masuk ke koalisi masing-masing. Dia pun merasa diskusi-diskusi dengan Cak Imin baik untuk dipertimbangkan demi kemajuan Indonesia.
"Dan sekali lagi, kami tidak ada upaya terlalu berlebihan untuk saling mempengaruhi, saling bercerita tapi rasanya baik untuk kita pertimbangkan, kita pikirkan," pungkas AHY.
Advertisement