Ketika Kepala Daerah Masuk Daftar Orang Miskin di Zaman Umar bin Khattab

Adalah Said bin Amir bin Khadimah, Kepala Daerah Hams yang masuk ke daftar orang miskin.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 06 Mei 2023, 20:30 WIB
Kisah Umar bin Khattab

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa bulan terakhir sejumlah pejabat di Indonesia menjadi sorotan karena harta kekayaannya yang tidak wajar. Banyak di antara mereka maupun keluarganya yang memamerkan harta kekayaannya di media sosial.

Pejabat maupun keluarganya yang doyan mempertontonkan kemewahannya tidak lepas dari pantauan warganet. Tak sedikit warganet yang memperbincangkan fenomena pejabat pamer harta di dunia maya. Bahkan, akibat fenomena ini viral beberapa pejabat Tanah Air harus berurusan dengan hukum.

Jika menilik ke belakang, fenomena ini jauh berbeda dengan seorang pejabat di zaman Sayyidina Umar bin Khattab. Adalah Said bin Amir bin Khadimah, Kepala Daerah Hams yang masuk ke daftar orang miskin.

Umar baru mengetahui Said bin Amir tergolong miskin ketika ia datang ke Syam untuk blusukan ke daerah Hams. Kala itu Umar meminta warga setempat untuk mendata masyarakat yang masuk kategori miskin. Sahabat nabi ini menemukan nama Said bin Amir masuk ke daftar tersebut.

"Siapa Said bin Amir?" tanya Umar kepada warga.

"Amir kami," jawab warga serentak.

Merasa tidak percaya dengan jawaban warga Hams. Umar kembali bertanya tentang sosok Said bin Amir dan mendapat jawaban yang sama.

"Kenapa amir kalian bisa miskin? Bukannya ada tunjangan, ada gaji?" tanya Umar.   

"Wahai Amirul Mu'minin, dia tidak pernah menyimpan apalagi menimbun harta sama sekali," jawab warga.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Dunia dan Fitnah

Jawaban tersebut membuat Umar terharu dan sedih. Umar menyiapkan tas yang kemudian diisi uang 1.000 dinar.

"Tolong berikan ini kepada Said bin Amir, sampaikan salamku kepadanya, sampaikan juga bahwa uang ini dari Amirul Mu'minin untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari," ucap Umar sambil menyerahkan tas pada seseorang yang diutus untuk menemui Said bin Amir.

Setibanya di rumah Said, utusan Umar menyerahkan tas yang berisi uang 1.000 dinar. Said kaget ketika mengetahui bahwa tas tersebut berisi uang ribuan dinar.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun," ucap Said yang kemudian terdengar oleh istrinya.

Istri Said kaget ketika suaminya mengucapkan kalimat istirja. Saking penasarannya, ia melontarkan beberapa pertanyaan kepada suaminya.

“Ada apa, suamiku? Apakah Amirul Mu’minin meninggal dunia? Apakah kiamat sudah di depan mata?" tanya sang istri.

"Tidak, bahkan lebih dari itu," jawab Said.   

"Lalu apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa engkau mengucapkan kalimat istirja?" tanya istrinya yang makin penasaran.   

"Dunia telah mendatangiku dan fitnah telah mendekatiku," jawab Said.   

"Oh, ya sudah lakukan saja apa yang kau inginkan terhadap dunia itu," ucap istrinya yang seketika hilang rasa penasarannya.  

"Apakah kamu bisa membantuku?" tanya Said kepada istrinya.   

"Bisa, apa yang harus aku lakukan?" jawab sang istri. 


Dibagikan Kembali

Said meminta agar istrinya mengambil beberapa robekan kain. Kemudian ribuan uang dinar yang di dalam tas tadi dibagi-bagi ke sejumlah kain, lalu dibungkus dan dimasukkan kembali ke dalam tas.

Selanjutnya, Said mengumpulkan para tentara dan pasukannya. Ia membagikan semua bingkisan uang dari Umar itu ke para tentaranya, tidak ada yang tersisa.  

Melihat pemandangan itu, istri Said merasa keberatan. Ia berharap, sebagian dari uang tersebut ada yang disisihkan untuk mencukupi kebutuhan suami dan keluarganya. Namun, Said menolak permintaan sang istri dengan keras dan mengutip sabda Rasulullah SAW.

"Saya mendengar Rasulullah bersabda, seandainya perempuan surga menampakkan diri pada penduduk bumi, niscaya bumi akan dipenuhi aroma minyak misik, dan aku akan memilih mereka daripada kamu," tegas Said.   

Setelah itu, sang istri terdiam dan mengerti dengan ucapan Said. Ia pun mematuhi keputusan suaminya.

Kisah kepala daerah yang tergolong miskin di zaman Umar bin Khattab ini tercatat dalam kitab Uyunul Hayat (Ibnul Jauzi, 'Uyunul Hikayat​​​​​​, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], halaman 192) yang dikutip dari NU Online.   


Hikmah Kisah

Ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari kisah tersebut, di antaranya sebagai berikut.

  • Seorang pemimpin atau pejabat tidak terlalu mencintai dunia. Hal ini menjadi benteng untuk tidak melakukan tindakan korupsi.
  • Seorang pemimpin atau pejabat harus memiliki prinsip yang kuat. Terkadang penyalahgunaan anggaran bisa dipicu dari desakan keluarga.
  • Istri harus mengetahui sumber anggaran yang didapat suaminya. Istri juga harus patuh pada keputusan suami selama bukan dalam kemaksiatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya