Pemilu 2024, Milenial dan Gen Z Dinilai Punya Peran Penting

Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten M Adhiya Muzakki meyakini generasi Z dan kaum milenial akan punya peran penting dalam helatan Pemilu 2024 nanti.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Mei 2023, 08:47 WIB
Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten M Adhiya. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten M Adhiya Muzakki meyakini generasi Z dan kaum milenial akan punya peran penting dalam helatan Pemilu 2024 nanti.

"Penting bagi semua masyarakat untuk mengakui peran penting yang dimainkan oleh milenial dan gen-Z dalam Pemilu 2024 nanti. Banyak dari mereka memiliki pandangan yang berbeda dan inovatif terkait dengan isu-isu sosial dan politik," kata dia dalam keterangannya, Minggu (7/5/2023).

"Dan oleh karena itu, mereka harus didorong untuk terlibat dalam proses politik dan memberikan suara mereka pada pemilihan. Selain itu, partisipasi aktif dari generasi muda dalam pemilu juga dapat membantu menciptakan masa depan yang lebih baik dan inklusif bagi masyarakat," sambungnya.

Adhiya menyebutkan, ada sejumlah pertimbangan generasi ini punya peran penting. Kedua kelompok ini telah menunjukkan kecenderungan untuk mempengaruhi opini publik melalui media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial.

Selain itu, generasi Z, yang terdiri dari orang-orang yang lahir antara akhir 1990-an dan awal 2000-an, terkenal karena kecenderungan mereka dalam menggunakan teknologi digital dan media sosial.

"Dalam politik, generasi Z telah menunjukkan kecenderungan untuk memperjuangkan masalah seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Mereka juga cenderung menggunakan media sosial dan platform daring lainnya untuk memperjuangkan pendapat mereka dan mempengaruhi opini publik yang berkembang," jelas dia.

Adhiya juga menjelaskan, kaum milenial yang terdiri dari orang-orang yang lahir antara awal 1980-an dan akhir 1990-an, juga telah mempengaruhi opini publik dalam banyak hal, terutama melalui penggunaan media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial.

Milenial sering memperjuangkan isu-isu seperti keadilan sosial, hak LGBT, hak reproduksi, dan isu-isu lingkungan.

"Dalam konteks pemilihan umum, gen-Z dan milenial telah terbukti menjadi kelompok demografi yang sangat penting. Kedua kelompok ini memiliki jumlah suara yang signifikan dan sering kali memiliki pandangan politik yang berbeda dari kelompok demografi yang lebih tua. Karena itu, partai politik sering kali mencoba untuk memperjuangkan isu-isu yang penting bagi kedua kelompok ini untuk memenangkan dukungan mereka," kata dia.

 


Punya Kemampuan Pengaruhi Publik

Adhiya menyebutkan, kemampuan milenial dan gen-Z dalam mempengaruhi publik secara umum itu, salah satunya direkam dengan cukup baik oleh Stella M. Rouse dan Ashley D. Ross melalui The Politics of Millennials: Political Beliefs and Policy Preferences of America's Most Diverse Generation.

Melalui karyanya itu, Rouse dan Ross memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan politik generasi milenial dan gen-Z dalam berbagai isu dan bagaimana pandangan tersebut dapat mempengaruhi kebijakan politik di Amerika Serikat, atau bahkan di seluruh negara bak Indonesia.

Rouse dan Ross menyatakan bahwa generasi ini sangat berbeda dari generasi sebelumnya dalam hal pandangan politik, nilai, dan penggunaan teknologi. Kedua generasi ini cenderung lebih progresif dan inklusif dalam pandangan politik mereka, dengan lebih mendukung isu-isu seperti hak minoritas, hak LGBT, dan kebijakan lingkungan.

Selain itu, mereka juga lebih aktif dalam menggunakan teknologi dan media sosial untuk berpartisipasi dalam politik dan mempengaruhi kebijakan.

"Atas dasar itu, keduanya merekomendasikan bahwa pemimpin politik dan partai politik sangat penting untuk memperhatikan pandangan dan kebutuhan generasi ini, serta mengakomodasi keinginan mereka dalam kebijakan politik dan kampanye pemilihan. Mereka juga menyatakan bahwa generasi ini akan memainkan peran yang semakin besar dalam politik pada masa depan, karena jumlah mereka yang besar dan pengaruh yang mereka miliki melalui media sosial," jelas dia.

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua individu dalam kelompok demografi ini memiliki pandangan politik yang sama. Setiap orang memiliki pandangan dan keyakinan mereka sendiri, dan ada perbedaan yang signifikan dalam preferensi politik bahkan di antara generasi yang sama. Oleh karena itu, penting untuk tidak menggeneralisasi atau mengasumsikan pandangan politik seseorang berdasarkan kelompok demografi mereka.

"Kepemimpinan dalam konteks millenial dan gen-Z memerlukan perhatian khusus pada nilai, sikap, dan preferensi yang berbeda dari generasi sebelumnya. Salah satu aspek terpenting dari kepemimpinan di era ini adalah memahami nilai-nilai yang dipegang oleh kedua generasi ini. Kedua kelompok ini dikenal memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan kerja-hidup dan nilai-nilai yang berkaitan dengan keterlibatan sosial dan lingkungan. Kepemimpinan yang efektif harus mampu memahami dan menghargai nilai-nilai ini serta berupaya untuk memenuhi kebutuhan mereka," kata Adhiya.

 


Faktor Penting

Selain nilai, sikap juga merupakan faktor penting dalam kepemimpinan di era ini. Kedua generasi ini cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih suka bekerja dalam tim.

Kepemimpinan yang efektif harus memanfaatkan kemampuan mereka untuk bekerja dalam tim dan membangun lingkungan kerja yang positif dan inklusif. Selain itu, generasi millenial dan gen-Z juga cenderung lebih memilih gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan horizontal, yang menempatkan penekanan pada dialog dan partisipasi.

"Kedua generasi ini lebih cenderung mencari fleksibilitas dalam cara mereka bekerja dan memilih lingkungan kerja yang lebih terbuka dan inklusif. Kepemimpinan yang efektif harus menyediakan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan cara yang paling efektif bagi mereka, termasuk fleksibilitas waktu dan ruang," jelas Adhiya.

"Selain itu, kepemimpinan juga harus mempertimbangkan preferensi generasi ini terhadap teknologi dan cara kerja yang lebih terhubung secara digital. Dalam hal kepemimpinan, generasi millenial dan gen zen membutuhkan pemimpin yang dapat memahami dan menghargai nilai-nilai, sikap, dan preferensi mereka. Kepemimpinan yang efektif harus mengambil pendekatan kolektif," sambungnya.

Meskipun demikian, masih banyak elemen yang menyepelekan peran mereka dalam pemilu, kurang diakui, atau dianggap tidak penting. Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa peran milenial dan gen-Z dalam pemilu tidak selalu diakui atau dianggap penting.

Salah satu faktor tersebut adalah kurangnya partisipasi politik dari kalangan tersebut. Banyak dari mereka yang merasa tidak tertarik atau tidak yakin dengan proses politik dan pemilu, dan akibatnya mereka cenderung tidak memberikan suara pada pemilihan.

Penilaian tersebut tentu absah dan boleh saja. Namun, jika generasi milenial dan gen-Z telah disepelekan dan dinomorduakan oleh kaum-kaum skeptis itu, kepada siapa kita harus menggantungkan masa depan politik kita?

"Selain itu, ada juga permasalahan terkait dengan kesenjangan digital yang memengaruhi partisipasi politik dari kalangan milenial dan gen-Z. Beberapa wilayah di Indonesia masih memiliki akses internet yang terbatas atau mahal, yang dapat memengaruhi kemampuan milenial dan gen-Z di wilayah itu untuk memperoleh informasi tentang calon dan platform politik mereka," jelas Adhiya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya