Melihat Prospek Kenaikan Suku Bunga The Fed

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,8 persen ke posisi 6.788 pada 2-5 Mei 2023. Pekan ini, IHSG dipengaruhi sentimen kenaikan suku bunga the Fed.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Mei 2023, 13:36 WIB
Pada pekan ini, pelaku pasar hadapi sentimen kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed). IHSG pun melemah 1,8 persen. (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,8 persen ke posisi 6.788 pada periode 2-5 Mei 2023. Koreksi IHSG tersebut didorong sektor saham energi dan industri.

Kontribusi sektor saham energi dan industri tersebut masing-masing 6,97 persen dan 6,63 persen. Pada pekan ini, pelaku pasar menghadapi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) sebesar 25 basis poin (bps) yang telah diperkirakan. The Fed pun memperingatkan kemungkinan kenaikan suku bunga lainnya masih akan terjadi tergantung keadaan.

Sementara itu, Indonesia menunjukkan tingkat inflasi lebih rendah dari yang diharapkan baik inflasi utama dan inti.  Inflas Indonesia tercatat 0,33 persen pada April 2023. Inflasi berdasarkan tahun kalder 1,01 persen.

Namun, inflasi tahun ke tahun menjadi 4,33 persen. Meski demikian, inflasi tersebut masih lebih tinggi dari target Bank Indonesia 2-4 persen, demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (7/5/2023).

Lalu apakah suku bunga kini sudah mencapai puncak?

Saat ini, menurut CME FedWatch, ada potensi 93,3 persen kalau the Fed menilai suku bunga tetap di kisaran 5 persen-525 persen di pertemuan FOMC berikutnya. Ada kemungkinan 0 persen untuk kenaikan lain untuk suku bunga sebelum tingkat bunga mulai menurun pada pertemuan Juli.

“Tetap saja, keputusan sebenarnnya akan tergantung pada kondisi ekonomi makro dan tren pada umumnya seperti yang diperingatkan oleh ketua the Fed Jerome Powell,” demikian mengutip dari riset Ashmore.

Mempertimbangkan risiko kredit perbankan yang lebih ketat seiring dengan melambatnya kondisi ekonomi secara keseluruhan di Amerika Serikat seperti inflasi yang lebih rendah, pengangguran serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), Ashmore yakin puncak suku bunga kemungkinan telah tiba.

“Ini berarti suku bunga ke depan mungkin hanya penurunan, yang akan menguntungkan aset berisiko tersebut sebagai aset pasar berkembang. Secara keseluruhan, kami terus rekomendasikan diversifikasi portofolio di beberapa kelas aset di reksa dana, seiring volatilitas pasar masih tinggi,” tulis Ashmore.

 

 

 


The Fed Kerek Lagi Suku Bunga ke Level 5-5,25 Persen, Tertinggi dalam 16 Tahun

Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Sebelumnya, Federal Reserve (Fed) atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) resmi menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam 16 tahun. Upaya Fed mendongkrak suku bunga terus menerus ini dalam perjuangannya menstabilkan angka inflasi yang mengganas.

Melansir BBC, Kamis (4/5/2023) The Fed meningkatkan suku bunga utamanya sebesar 0,25 persen. Ini adalah kenaikan ke-10 dalam 14 bulan.

Pergerakan tersebut telah mendorong suku bunga acuan The Fed antara 5 persen dan 5,25 persen. Kurang lebih setahun lalu atau tepatnya Maret 2022, suku bunga acuan ini masih berada di kisaran nol persen.

Namun, The Fed telah mengisyaratkan bahwa kenaikan kali ini mungkin akan menjadi yang terakhir untuk saat ini.

"Kami tidak lagi mengatakan bahwa kami mengantisipasi (kenaikan suku bunga lainnya),", kata ketua Federal Reserve Jerome Powell dalam sebuah konferensi pers setelah pengumuman suku bunga.

Tetapi Powell juga menolak untuk mengesampingkan tindakan lebih lanjut, dengan mengatakan: "(Langkah) kami akan didorong oleh data yang masuk."

Suku bunga yang lebih tinggi secara tajam meningkatkan biaya pinjaman di seluruh negara ekonomi terbesar dunia, memacu perlambatan di sektor-sektor seperti perumahan dan menjadi salah satu faktor keruntuhan tiga bank di AS baru-baru ini.

The Fed mulai menaikkan suku bunga secara agresif tahun lalu ketika biaya pangan dan energi di AS melonjak dengan laju tercepat dalam beberapa dekade.

Bank sentral di seluruh dunia, termasuk di Inggris dan Eropa, juga mengambil tindakan serupa.

Tingginya suku bunga dapat membuat biaya pembelian rumah, pinjaman untuk memperluas bisnis atau mengambil hutang lainnya. Dengan menaikkan biaya tersebut, para pejabat memperkirakan permintaan akan turun dan inflasi juga turun.

 


Bursa Saham Asia Tergelincir Setelah The Fed Kerek Suku Bunga

Seorang pria berdiri didepan indikator saham elektronik sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo (29/8). Ketegangan politik yang terjadi karena Korut meluncurkan rudalnya mempengaruhi pasar saham Asia. (AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Sementara itu, bursa saham Asia Pasifik lesu pada perdagangan Kamis, (4/5/2023) usai the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga 25 basis poin sesuai prediksi.

Dengan kenaikan suku bunga the Fed itu membawa kisaran suku bunga dana federal menjadi 5 persen-5,25 persen, level tertinggi sejak Agustus 2007.

Dikutip dari CNBC, the Fed mengisyaratkan kemungkinan jeda untuk menaikkan suku bunga. Pernyataan setelah pertemuan menghilangkan kalimat yang ada dalam pernyataan sebelumnya yang mengatakan, “komite antisipasi beberapa pengetatan kebijakan tambahan mungkin tepat” bagi the Fed untuk mencapai sasaran inflasi 2 persen.

Di Australia, indeks ASX 200 melemah 0,63 persen, menjelang data perdagangan Maret 2023. Indeks Kospi Korea Selatan merosot 0,49 persen, sedangkan indeks Kosdaq tergelincir 0,24 persen.

Indeks Hang Seng berjangka melemah ke posisi 19.656 dibandingkan penutupan terakhir di 19.699,16. Bursa saham China akan kembali buka usai libur Hari Buruh, sedangkan bursa saham Jepang libur.

Di Amerika Serikat, tiga indeks acuan melemah di wall street. Indeks Dow Jones melemah 0,80 persen. Indeks S&P 500 susut 0,70 persen. Indeks Nasdaq merosot 0,46 persen.

 

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya