Peserta aksi kelompok Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan berorasi mengenai penolakan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Pasal 8 di kompleks Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Senin (8/4/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Dalam Aksi tersebut penolakan PKPU Nomor 10 Pasal 8 Ayat (2) mengenai perhitungan bakal calon perempuan di setiap dapil. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Mereka menuntut untuk mengubah ketentuan pembulatan ke bawah pada aturan teknis implementasi kuota 30 persen bakal calon legislatif perempuan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Peserta aksi menganggap pasal tersebut bermasalah karena dapat mematikan upaya peningkatan keterwakilan perempuan dan pencalonan DPR serta DPRD. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
"KPU harus segera revisi pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023. Patuhi pengaturan keterwakilan perempuan sesuai undang-undang," kata Valentina Sagala, perwakilan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (8/5). (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Pasal itu menerapkan pembulatan ke bawah apabila angka desimal keterwakilan perempuan di bawah 50. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Aturan itu dinilai merugikan caleg perempuan di daerah pemilihan dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11 orang. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Para aktivis mendesak KPU mengubah aturan tersebut. Mereka juga telah beraudiensi dengan Bawaslu untuk menindaklanjuti peraturan yang diduga melanggar perundang-undangan tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)