Hukum Menikah Beda Agama dalam Islam, Bolehkah?

Hukum Menikah Beda Agama dalam Islam, Bolehkah?

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2023, 06:30 WIB
ilustrasi cincin pernikahan/Photo by TranStudios Photography & Video from Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan beda agama sepanjang waktu selalu diperbincangkan. Maklum, manusia hidup tak hanya sesuku, seagama, atau hidup dengan etnis yang sama.

Masyarakat tinggal di lingkungan dengan penduduk beragam. Pun dengan lingkungan pekerjaan, sekolah, dan lain sebagainya.

Interaksi dengan berbagai golongan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara lelaki dan perempuan dengan latar belakang berbeda, termasuk agamanya.

Tak tertutup pula kemungkinan timbul perasaan cinta di antara mereka sehingga memutuskan menikah meski beda agama.

Di Indonesia, menikah beda agama juga bisa berlangsung. Negara mencatat perkawinan itu, melalui Kantor Catatan Sipil. Sementara, Kantor Urusan Agama (KUA) tak bisa menggelar pernikahan beda agama.

Pertanyaannya, bagaimana hukum menikah beda agama dalam Islam?

 

Simak Video Pilihan Ini:


Pernikahan Beda Agama dalam Islam

Rasulullah SAW mengingatkan agar seorang muslim dalam menentukan pilihan jodoh tidak hanya melihat hal-hal yang bersifat duniawi saja, tetapi harus memperhatikan keimanannya juga.

Karena tuntunan pertama dan utama yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk mendirikan rumah tangga adalah keimanan.

Ibnu Majah meriwayatkan hadis yang bersumber dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya mengundang malapetaka. Janganlah kalian menikahi wanita karena hartanya, bisa jadi harta bendanya akan membuatnya bertindak semena-mena. Nikahilah wanita karena agamanya. Sungguh budak hitam yang beragama itu lebih baik,” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, hlm.540).

Sebenarnya pernikahan antara seorang muslim dengan nonmuslim, atau singkatnya sering disebut pernikahan beda agama, sudah diterangkan hukumnya dalam firman-firman-Nya yang tercantum dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an dengan tegas melarang pernikahan antara seorang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan dengan orang yang berbeda keyakinan dalam hal keimanan. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu'min itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS Al-Baqarah: 221)


Fatwa MUI

Dalam ayat Al-Qur’an yang lain, Allah SWT juga menjelaskan bahwa haram hukumnya seorang muslim menikah dengan orang kafir. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ١٠

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.

Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS Al-Mumtahanah: 10).

Dalam menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan fatwa hukumnya tentang larangan pernikahan beda agama nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, yang di dalamnya menghasilkan dua poin utama.

Pertama, perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Kedua, perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.

Dan perlu diketahui, perkawinan beda agama tidak diakui di Indonesia, karena menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 dinyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Ini artinya, perkawinan beda agama (meskipun pengantin laki-laki beragama Islam) tidak diwadahi dan diakui di Indonesia. Wallahu A'lam.

Tim Rembulan

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya