Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action, Ronny P Sasmita, menilai bahwa masalah utang pemerintah ini terbilang sedikit dilematis.
Diketahui, data per Maret 2023, utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 7.879,07 triliun. Jumlah utang ini naik sebesar Rp 17,39 triliun dibanding posisi bulan sebelumnya yang mencapai Rp 7.861,68 triliun.
Advertisement
Menurutnya, di satu sisi, pemerintah selalu beralasan bahwa ruang fiskal pemerintah terbatas, sehingga dibutuhkan sumber pembiayaan lain untuk meningkatkan daya gedor kebijakan countercyclical yang dilakukan pemerintah, terutama dari penerbitan surat utang.
"Nampaknya selama ini alasan seperti ini cukup bisa diterima semua pihak, sehingga pemerintah dan DPR selalu berhasil bersepakat tentang besaran APBN setiap tahun, di mana di dalamnya termasuk soal penarikan utang setiap tahun," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (9/5/2023).
Kendati demikian, di sisi lain masalahnya tingkat pertumbuhan utang bergerak lebih cepat dibanding pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak, sehingga setiap tahun terjadi kenaikan rasio utang terhadap PDB, nyaris menembus 40 persen terhadap PDB di saat pandemik tempo hari.
"Padahal di awal Jokowi berkuasa, rasio utang terhadap PDB hanya sekitar 24 persenan," ujarnya.
Meskipun begitu, kata Ronny, sebenarnya tidak ada masalah dengan meningkatnya nominal utang, selama nominal PDB/GDP juga tumbuh tinggi, sehingga persentasenya terhadap PDB tidak naik terlalu signifikan karena PDB nya juga tumbuh tinggi.
Namun, masalahnya PDB Indonesia terjebak di dalam lingkaran 5 persen, sementara utang tumbuh lebih dari 10 persen per tahun. Alhasil, rationya terus bergerak naik, dari 24 persen sampai mendekati 40 persenan.
"Artinya apa? Artinya, utang belum dibelanjakan secara produktif. Bahkan disinyalir juga dipakai untuk anggaran rutin dan operasional, yang dampaknya secara ekonomi kurang berkelanjutan," pungkasnya.
Utang Indonesia Tembus Rp 7.879 Triliun, Sri Mulyani: Tenang, Kas Pemerintah Banyak
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah sampai 31 Maret 2023 sebesar Rp7.879 triliun. Jumlah utang tersebut naik Rp17,39 triliun dari posisi bukan Februari yang hanya Rp7.816 triliun.
Meski utang pemerintah naik, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan penarikan utang dilakukan secara hati-hati. Tetap menjaga kondisi pasar dan kas pemerintah.
"Pengadaan utang tetap menggunakan prinsip kehati-hatian dengan kondisi pasar dan kas pemerintah yang saat ini cukup tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Kantor LPS, Pasific Central Palace, Kawasan SCBD, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2023).
Sri Mulyani menjelaskan, kinerja APBN pada kuartal I-2023 berjalan dengan baik dan tumbuh positif. Selain itu APBN akan terus bekerja secara optimal sebagai peredam gejolak global dan momentum nasional.
"APBN tetap dikelola dengan hati-hati dan konservatif, dengan memberikan ruang bagi shock absorber kinerja APBN sesuai target," kata dia.
Mengingat saat ini harga komoditas memasuki tren moderasi, sehingga perlu diantisipasi menggunakan APBN. "Kita tetap antisipasi lewat APBN," ujarnya.
Sebagai informasi, sampai akhir Maret APBN masih mengalami surplus Rp128,5 triliun. Pendapatan negara tumbuh 26,3 persen atau senilai Rp647,2 triliun.
Secara keseluruhan belanja negara juga tumbuh Rp518,7 triliun atau 16,9 persen. Di sisi lain, keseimbangan primer juga surplus Rp228,8 triliun.
Advertisement
Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Indonesia Turun Jadi USD 144,2 Miliar di Akhir April 2023
Bank Indonesia (BI) mengumumkan kondisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023. Tercatat, cadangan devisa Indonesia di akhir bulan lalu sebesar USD 144,2 miliar. Jumlah tersebut turun tipis dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar USD 145,2 miliar.
Direktur Eksekutif – Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menjelaskan, penurunan posisi cadangan devisa pada April 2023 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Selain itu penurunan juga dipengaruhi oleh kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional," jelas dia dalam keterangan tertulis, Senin (8/5/2023).
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Erwin.
Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.