Netralitas Jokowi Dikritik, Ngabalin: Dia Bukan Ketum Partai Seperti SBY

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin membela Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dikritik Partai Demokrat karena ikut campur dalam Pilpres 2024.

oleh Nila Chrisna YulikaLizsa Egeham diperbarui 09 Mei 2023, 13:22 WIB
Presiden Jokowi dalam konferensi pers dimulai di Hotel Meruorah, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur jelang KTT ke-42 ASEAN 2023, Senin (8/5/2023). (Foto: Kemlu RI)

Liputan6.com, Jakarta Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin membela Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang dikritik Partai Demokrat karena ikut campur dalam Pilpres 2024.

Kritikan ini muncul usai Jokowi mengundang enam ketua umum partai politik koalisi pemerintah ke Istana Merdeka Jakarta, Selasa 2 Mei 2023.

Ngabalin menyampaikan bahwa Jokowi hanyalah pembina politik, bukanlah ketua umum partai politik. Dia lalu menyinggung Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjabat sebagai ketua umum partai saat menjadi Presiden keenam RI.

"Dia paham enggak kalau Jokowi itu bukan presiden yang langsung jadi ketum partai? Bukan presiden yang langsung memimpin dan memiliki partai politik? Jokowi itu bukan SBY yang langsung jadi Ketum Partai Demokrat, bukan. Jokowi itu adalah one of the people leader, sebagai pembina politik," kata Ngabalin kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).

Dia mengatakan sebagai kepala pemerintahan, Jokowi bertanggung jawab apabila ada gonjang-ganjing politik di Tanah Air. Terlebih, Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024.

"Menjelang Pemilu ini, kalau gonjang ganjing politik di Tanah Air itu terjadi, maka yang akan merugikan kita, bangsa ini, itu yang bertanggung jawab adalah pemerintah," ujarnya.

Ngabalin menuturkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hingga kini belum mengumumkan siapa saja calon presiden dan calon wakil presiden 2019-2024. Sehingga, kata dia, tak ada masalah apabila Jokowi mengundang para ketum partai politik di Istana.

"Siapa saja boleh (dipanggil ke Istana), kalau presiden berkepentingan. Untuk apa? Untuk menjaga stabilitas negara, apalagi dalam urusan politik," jelas Ngabalin.


Jokowi Tak Bisa Tentukan Capres

Kendati seorang presiden, dia menyampaikan bahwa Jokowi tidak bisa menentukan sosok capes. Hal ini dikarenakan Jokowi bukan ketua umum partai politik yang memiliki kewenangan menentukan capres atau berkoalisi.

Dalam hal ini, Ngabalin menyebut Jokowi hanya bisa memanggil para ketua umum partai politik untuk berdiskusi dan menyampaikan pandangan terkait kondisi politik.

"Apakah dia yang ambil keputusan? Oh tidak jawabannya. Kenapa dangkal sekali pandangannya itu?" ucap Ngabalin.

Sebagai informasi, Politisi Partai Demokrat Benny K.Harman mengkritik netralitas Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024. Dia pun menuding Jokowi menjadikan Istana Kepresidenan sebagai markas untuk memenangkan capres 2024.

"Jika benar Presiden tidak netral dlm Pilpres dn Pileg apalagi menjadikan istana presiden markas tim sukses Capres tertentu maka Presiden Jokowi sebenarnya lagi mengumandangkan perang, perang semesta melawan rakyatnya sendiri.Hati2 Pak Jokowi,di dada bapak melekat lambang negara,lambang Presiden RI bukan lambang Presiden dari kelompok atau Presiden dari golongan tertentu," tulis Benny dikutip dari akun Twitternya @BennyHarmanID, Selasa (9/5/2023).

Infografis Simulasi Duet Capres-Cawapres 2024 Versi Terkini Lembaga Survei. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya