Sikap Tegas Menperin soal Impor KRL Bekas Jepang: Sudah Jelas Enggak Boleh!

Rencana impor KRL bekas dari Jepang tak kunjung ditentukan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun kembali menegaskan kalau impor KRL bekas bukan jadi satu rekomendasi.

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Mei 2023, 16:33 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (tengah) bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (6/3/2023). Keterangan pers tersebut terkait pemerintah akan mengucurkan insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) pada 20 Maret 2023. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Rencana impor KRL bekas dari Jepang tak kunjung ditentukan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pun kembali menegaskan kalau impor KRL bekas bukan jadi satu rekomendasi.

Agus berujar, ketentuan itu merujuk pada rekomendasi atas hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu. Hasilnya, tidak direkomendasikan untuk mengambil KRL bekas dari Jepang.

"BPKP kan sudah jelas tidak boleh. Pokoknya kan dalam rapat koordinasi kita semua menteri yang hadir di situ sepakat kita akan ikuti apa yang menjadi rekomendasi dari BPKP, termasuk Menteri Perindustrian," kata dia saat ditemui di Kementerian Perindustrian, Selasa (9/5/2023).

Diketahui, rapat itu merujuk pada pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Utamanya membahas mengenai hasil audit BPKP atas impor KRL bekas dari Jepang untuk kebutuhan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Hasil Rekomendasi BPKP

Menperin Agus bilang, hasil rekomendasi BPKP sudah disepakati oleh setiap pihak yang hadir. Menurut dia, rekomendasi itu jadi penentu final sebagai upaya pemenuhan kebutuhan rangkaian KRL dari KCI.

"Jadi Menteri Perindustrian ikut apa yang menjadi rekomendasi BPKP itu dalam rapat yang sudah disepakati kemarin. Jadi kita ikut, BPKP bilang impor kita impor, kita keluarkan rekomendasi. Kalau mereka mengatakan belum ya kita belum (keluarkan rekomendasi)," bebernya.

Hingga saat ini, dia menegaskan kalau Kemenperin belum mengeluarkan surat rekomendasi atas impor KRL bekas dari Jepang tersebut. "Yang pasti kita belum keluarkan rekomendasi," pungkasnya.

 


Tanggapan Erick Thohir

Ketua Umum PSSI periode 2023-2027 Erick Thohir memberikan pidatonya saat Kongres Luar Biasa Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (KLB PSSI) 2023 di Jakarta, Kamis (16/2/2023). Erick Thohir yang juga menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berjanji akan memperbaiki sepak bola di Tanah Air. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Diberitakan sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir kembali bersuara mengenai rencana impor rangkaian KRL bekas dari Jepang. Saat ini pihaknya masih terus menjalin diskusi dengan kementerian dan lembaga terkait rencana impor KRL bekas Jepang ini.

Beberapa pihak diantaranya adalah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, hingga pihak Komisi VI DPR RI. Dia bersikap akan menolak rencana impor KRLjika ternyata terjadi pelanggaran.

"Saya sudah diskusi dengan Pak Luhut, Pak Agus Gumiwang, Pak Menhub, Komisi VI, saya sudah diskusi kita jangan lihat impor dan tidak impor," ujar Erick di Kementerian BUMN, Rabu (3/5/2023).

 


Perlu Kajian

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak usulan PT KCI untuk mengimpor rangkaian kereta bekas dari Jepang serta meminta perseroan membeli produk dalam negeri dari PT Industri Kereta Api. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelum memutuskan opsi yang diambil, Erick menekankan perlu adanya kajian yang menyeluruh. Utamanya mengenai proyeksi pelayanan penumpang kedepannya, serta mengkalkulasi jumlah kebutuhan gerbongnya.

Setelah mengantongi data yang jelas, dan disepakati oleh setiap pihak terkait, baru bisa diputuskan opsi apa yang akan diambil. Baik itu impor, maupun pemenuhan armada dari dalam negeri. "Nah karena itu kita mesti pikir ulang kebutuhan gerbongnya berapa. saya menolak impor kalau ternyata di mark up, saya akan minta BPKP audit ulang," tegasnya.

"Tapi kalau memang kita membutuhkan yah terbuka, tetapi duduk dengan data yang sama, bukan masing-masing (pihak) mempersentasikan data. Kalau ada korupsi-korupsi saya sikat," sambung Erick.

 

Hal itu disebabkan masa tunggu antarkereta yang berpotensi menjadi semakin lama, sehingga efeknya stasiun dan kereta akan menjadi semakin padat dan semrawut yang dampaknya dapat mengakibatkan penumpukan lebih dari 200.000 penumpang per hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Singgung Kemampuan INKA

Pada kesempatan ini, Erick juga menjelaskan mengenai kemampuan produksi PT Industri Kereta Api alias INKA. Menurutnya, ini juga jadi poin penting pada konteks pemenuhan kebutuhan kedepannya.

Menurutnya, INKA memiliki kompetensi untuk memproduksi gerbon kereta, baik itu versi dalam negeri, maupun versi hasil kerja sama dengan Stadler, perusahaan asal Swiss yang bekerja sama dengan INKA sejak 2020 lalu.

"Nah tentu kita lihat kapasitas produksinya berapa, transparan aja, silahkan diaudit. Kalau ternyata INKA ini sanggup produksi, 2.000 (gerbong) misalnya, dan mencukupi seluruh kebutuhan yah jangan impor. Tapi ada catatan, inka itu ebitda nya masih negatif, artinya apa? perlu ada dukungan cashflow. Kalau cashflownya gak nemu, tidak mungkin produksi jumlah yang dibutuhkan. itu satu hal," bebernya.

Di sisi lain, Erick juga meminta KAI untuk membuat proyeksi pertumbuhan jumlah penumpang kedepannya. Baik dari sisi penumpang KRL maupun dari jalur-jalur kereta api yang saat ini belum beroperasi.

Dari situ, diharapkan ada data yang jelas mengenai kebutuhan gerbong kereta api. Sehingga, opsi-opsi yang ada bisa ditentukan. "Nah ini kita meski pikir ulang, kenapa? saya rasa fasilitas kendaraan umum, kendaraan publik ini menjadi prioritas utama, karena tidak mungkin kita mendorong kendaran pribadi," jelasnya.

Infografis Journal: Jumlah Penumpang KRL di Jabodetabek Tahun 2010-2021 (Liputan6.com/Trie Yasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya