Liputan6.com, Jakarta - Fakta di lapangan menunjukkan, masih banyak orangtua yang menolak anaknya diimunisasi. Padahal, imunisasi merupakan perlindungan penting bagi anak untuk merangsang kekebalan spesifik dan mencegah berbagai risiko penyakit.
Menanggapi hal ini, dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang anak ini dan anggota satgas imunisasi IDAI Soedjatmiko memaparkan kemungkinan alasan mengapa orangtua menolak anaknya diimunisasi.
Advertisement
Menurut Soedjatmiko, alasan utamanya adalah karena banyak orangtua berpikir bahwa imunisasi hanya sebatas agar anak sehat.
“Ada yang orangtuanya tidak mengerti bahaya penyakitnya karena masih berpikir bahwa imunisasi anak hanya agar untuk sehat. Ini tidak tepat,” kata Soedjatmiko pada Talk Show Radio Kesehatan: Pentingnya untuk Melengkapi Imunisasi Anak beberapa waktu lalu.
Padahal, imunisasi bisa mencegah berbagai penyakit berbahaya, mulai dari polio, radang paru, diare, rubella, dan berbagai penyakit lainnya.
“Mereka nggak tahu bahwa banyak penyakit yang sangat berbahaya bagi anak. Polio bisa menyebabkan lumpuh, radang paru bisa menyebabkan kematian, diare bisa menyebabkan meninggal, bahkan rubella pada ibu hamil bisa membuat bayi cacat saat lahir,”
Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini kemudian menjelaskan bahwa manfaat imunisasi sangat besar. Jika bayi atau anak imunisasinya belum lengkap tertular penyakit berbahaya, bisa jadi sakit berat, harus dirawat di rumah sakit, bahkan sebagian meninggal.
Tidak Mengerti Manfaat Imunisasi
Alasan kedua orangtua tak mau anaknya diimunisasi adalah orangtua dan keluarga tidak mengerti fungsi utama dari imunisasi itu sendiri.
“Imunisasi berfungsi untuk melindungi supaya tidak sakit berat, cacat, dan meninggal. Informasi ini nggak sampai ke masyarakat, ” Soedjatmiko menjelaskan.
Soedjatmiko melihat bahwa banyak orangtua yang tak mengerti manfaat imunisasi sehingga terlalu fokus pada efek Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
“Hal-hal yang lebih penting kurang sampai kepada orangtua, sehingga mereka lebih terpengaruh pada efek KIPI,” lanjutnya.
Soedjatmiko mengungkap bahwa ada 7,5 persen masyarakat yang tidak mau anaknya imunisasi karena tidak tahu manfaatnya. Adapun persentase masyarakat yang ragu sekitar 20 persen.
Advertisement
Terlalu Fokus dengan Rumor KIPI
Alasan ketiga menurut Soedjatmiko adalah orangtua terlalu fokus dengan rumor KIPi yang disebut-sebut sangat berat.
“KIPI itu ringan sekali. Paling demam, tinggal dikasih obat turun panas atau kompres, selesai. Hal kecil dan satu kejadian jangan dibesar-besarkan,” ungkapnya.
Soedjatmiko mengungkap bahwa hanya sedikit anak yang rewel setelah diimunisasi.
“Yang rewel hanya sedikit, bisa ditanyakan ke ibu-ibu yang anaknya sudah suntik,”
Dia menjelaskan bahwa hanya 2,5 persen hingga 5 persen anak yang rewel saat imunisasi. Yang perlu diperhatikan adalah teknik penyuntikannya.
“Asal teknik penyuntikannya benar, anak nggak akan rewel. Baiknya sambil dipeluk ibu, sambil diajak ngobrol atau minum asi. Jangan diletakkan begitu saja,” kata Soedjatmiko.
Tak Tahu Bahwa Imunisasi Itu Aman
Alasan keempat adalah banyak orangtua yang tidak tahu bahwa imunisasi itu aman.
“Semua negara di dunia melakukan imunisasi. Kalau berbahaya pasti dilarang,” jelasnya.
Soedjatmiko menjelaskan masih banyak orang yang menganggap bahwa pengobatan menggunakan pakai herbal saja sudah cukup, sehingga tidak perlu imunisasi.
Padahal, imunisasi berfungsi untuk memberikan peranan kekebalan spesifik sehingga bisa mematikan kuman secara spesifik yang masuk ke dalam tubuh anak.
Sedangkan, herbal, asi, dan makanan bergizi tidak bisa merangsang kekebalan spesifik, sehingga tidak mematikan kuman.
“Itu tidak cukup, herbal tidak akan mematikan kuman. Madu, herbal, makanan bergizi, itu tidak mematikan kuman, hanya membuat penyembuhannya lebih cepat,”
Advertisement