Jamu, Skinimalisme dari Indonesia yang Cocok untuk Kulit Sensitif

Publikasi AS menyebut bahwa kontras dengan 10 langkah perawatan harian, jamu bisa jadi versi skinminimalisme dari Indonesia.

oleh Asnida Riani diperbarui 11 Mei 2023, 05:04 WIB
Ilustrasi ramuan jamu sebagai skincare alami untuk kulit sensitif. (Sumber foto: Pexels.com).

Liputan6.com, Jakarta - Sudah lama sejak jamu dipercaya tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tubuh, namun juga merawat kulit dengan berbagai cara. Dalam ulasan publikasi Amerika Serikat (AS), Women's Health, dikutip Selasa, 9 Mei 2023, jamu juga disebut sebagai "skinminimalism Indonesia yang cocok untuk kulit sensitif."

Ini berawal dari pengalaman beauty director-nya, Brian Underwood, ketika berlibur ke Bali. Ia menulis, "Saya malu untuk mengakuinya, tapi saya terbakar matahari saat berada di Bali, baru-baru ini. Hari itu mendung, dan meski saya tahu indeks UV berada di angka tujuh, saya tidak berpikir untuk memakai tabir surya di lengan saya."

"Untungnya, saya bersama Kadek Supartika, seorang tabib tradisional Bali, berada di kebun jamu, sebidang tanaman obat dan bunga nan rimbun yang digunakan selama berabad-abad oleh orang Indonesia untuk mencegah dan mengobati penyakit," imbuhnya.

Dijelaskan bahwa Supartika membuat jamu dengan meramu beras, cengkih, dan alkohol fermentasi yang disebut arak. "Obatnya, yang dikenal sebagai boreh (yang secara kasar diterjemahkan menjadi lulur), tampak berpasir; Saya tidak yakin saya menginginkannya di kulit saya," katanya.

Ia melanjutkan, "Tapi saat Supartika mengoleskannya ke lengan saya, kemerahan akibat terbakar sinar matahari itu melembut. Saya heran. Ini, seperti banyak orang percaya, adalah kekuatan jamu."

Dijelaskan bahwa jamu dapat ditelusuri kembali ke dua kata Jawa: djampi, yang secara kasar diterjemahkan jadi 'harapan baik,' dan oesodo, atau 'kesehatan', melansir pernyataan Metta Murdaya, penulis Jamu Lifestyle dan salah satu pendiri perusahaan perawatan kulit Juara.

 


Klaim Didukung Penelitian

Ilustasi bahan pembuat jamu segar. (dok. unsplash/Agnieszka Kowalczyk)

"Yang paling mendasar mengacu pada perawatan dan tonik yang dibuat menggunakan bahan-bahan yang umum ditemukan di Indonesia," sebut Murdaya, menambahkan kunyit, pala, dan asam jawa sebagai sebagian kecil bahan pembuat jamu.

"Penyembuhan adalah tentang tubuh, pikiran, dan jiwa. Boreh dan ramuan jamu membantu dari dalam ke luar dan dari luar ke dalam," Santi Pratiwi Krishna, direktur pengelola Dwaraloka Authentic, sebuah perusahaan pengalaman kesehatan di Bali, menyambung.

Ilmu pengetahuan tampaknya mendukung manfaatnya, sebut publikasi itu. Curcumin, senyawa yang memberi warna kekuningan pada kunyit, dapat membuat kulit lebih bersinar, membantu menyembuhkan luka, dan meringankan kondisi seperti psoriasis, menurut studi.

"Saya suka berpikiran terbuka," kata dokter kulit Francisca Kartono, yang merupakan kelahiran Indonesia, namun tinggal di Michigan, AS, yang melihat peningkatan minat pada pengobatan herbal. "Saya telah melihat, misalnya, pasien vitiligo menggosokkan kunyit pada kulit dan mengalami hasil berupa repigmentasi."


Jamu Eksis di AS

Ilustrasi bahan-bahan pembuat jamu. (dok. pexels/Glaucio Guerra)

Manfaat Jamu yang berfokus pada kulit tidak terbatas pada aplikasi topikal saja. "Selama saya di Bali, saya menyiapkan obat mujarab bernama jamu beras kencur, campuran beras, jahe Indonesia, asam jawa, dan gula aren yang dianggap sebagai antibakteri dan antiradang," ulas Underwood.

"Di Indonesia, minuman seperti ini ada di mana-mana: kafe, rumah, dan di belakang sebagian besar perempuan yang berjalan di jalanan membawa botol ramuan (jamu) mereka untuk dijual," ia menjelaskan, merujuk pada penjual jamu gendong.

Ia juga menyebut bahwa jamu Indonesia pun eksis di AS. Puree Artisan Juice Bar memiliki berbagai jamu yang tersedia di lokasi di pinggiran D.C. dan New York. Outlet itu menyebut, "Anda akan menemukan Djamu, ciptaan Shanley Suganda kelahiran Indonesia, di Smorgasburg di Brooklyn dan di situs webnya, djamu.nyc, yang melayani pengiriman ke seluruh negeri (AS)."

"Saat tumbuh dewasa, ketika saya demam, kakek saya akan pergi ke halaman belakang, memetik beberapa tumbuhan, mencampurnya, dan memberikannya pada saya. Keesokan harinya, saya merasa lebih baik,” kata Suganda, pembuat generasi ketiga yang melihat pasar resep jamu ketika ia membuatnya untuk teman-teman yang baru sembuh dari sakit.


Skinimalisme ala Indonesia

Ilustrasi membuat jamu tradisional. (Photo by Katherine Hanlon on Unsplash)

Yang lebih penting dari ramuannya, kata Murdaya, adalah jamu berakar pada semangat perhatian dan kesederhanaan. Membuat jamu tidak rumit, kontras akan kepercayaan perawatan kulit yang terlalu bersemangat hingga menganggap rutinitas 10 langkah perawatan harian adalah cara terbaik untuk melihat hasilnya.

"Semakin banyak produk yang Anda tumpuk secara acak, semakin rentan Anda mengalami iritasi," kata Dr. Kartono.

Faktanya, penggunaan produk perawatan pribadi telah berkontribusi pada peningkatan dermatitis kontak alergi dan iritan, menurut penelitian selama satu dekade di Journal of American Academy of Dermatology. Ini bisa menjelaskan mengapa tren seperti "skinimalisme" dan "kecantikan lambat" menerangi media sosial.

Dr. Kartono biasanya merekomendasikan hanya tiga atau empat produk pada pasiennya. Itu adalah produk dasar seperti pembersih yang lembut, pelembab sederhana, dan tabir surya.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya