Tenang, Tenaga Kerja di Indonesia Masih Aman dari Dampak Teknologi AI

Laporan World Economic Forum, yang disusun berdasarkan survei terhadap lebih dari 800 perusahaan mengungkapkan bahwa sebanyak 83 juta pekerjaan dikhawatirkan hilang, dengan sejumlah negara yang mulai dengan cepat mengadopsi teknologi AI.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 09 Mei 2023, 19:30 WIB
Laporan World Economic Forum, yang disusun berdasarkan survei terhadap lebih dari 800 perusahaan mengungkapkan bahwa sebanyak 83 juta pekerjaan dikhawatirkan hilang, dengan sejumlah negara yang mulai dengan cepat mengadopsi teknologi AI.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa waktu lalu, World Economic Forum mengeluarkan laporannya yang membahas mengenai kekhawatiran pada pasar tenaga kerja global selama lima tahun ke depan, karena pelemahan ekonomi dan perusahaan meningkatkan adopsi teknologi baru, yaitu Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan.

Laporan World Economic Forum, yang disusun berdasarkan survei terhadap lebih dari 800 perusahaan mengungkapkan bahwa sebanyak 83 juta pekerjaan dikhawatirkan hilang, dengan sejumlah negara yang mulai dengan cepat mengadopsi teknologi AI.

Hal itu berisiko mengakibatkan hilangnya 14 juta pekerjaan, atau setara dengan 2 persen dari pekerja saat ini.

Lantas, seberapa besar risiko tersebut berdampak pada perekonomian Indonesia? terutama pada ketenagakerjaan?

Ekonom senior Bank Dunia, Utz Johann Pape mengakui bahwa dampak peralihan ke teknologi AI pada perekomonian dunia masih sulit untuk diprediksi.

Namun kabar baiknya, Utz menyebut, hal itu belum menjadi kekhawatiran terbesar saat ini untuk Indonesia.

"Sekarang, jika Anda melihat jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang, maksud saya, banyak dari mereka yang tidak terancam oleh Artificial Intelligence," ujar Utz Johann Pape dalam konferensi pers di Energy Building, SCBD, Jakarta (9/5/2023).

"Jadi, saya tidak melihat kecerdasan buatan sebagai ancaman besar bagi program pengentasan kemiskinan di Indonesia katakanlah, dalam jangka waktu menengah," sambungnya.

Sebaliknya, Utz melihat Indonesia tengah dibanjiri potensi besar dalam ekonomi digital.

"Saya ekonomi digital sebagai peluang besar, dan dari Bank Dunia kami telah menerbitkan laporan tahun lalu terkait industri unicorn, bagaimana digitalisasi benar-benar dapat menciptakan lebih banyak peluang bagi masyarakat untuk bergabung dengan angkatan kerja, tetapi kemudian juga untuk memiliki pekerjaan produktivitas yang lebih tinggi," jelasnya.

Senada, Ekonom Senior Bank Dunia Rabia Ali juga mengakui adanya ketidakpastian dari dampak luas teknologi AI terhadap ekonomi global.

"(Yang perlu diperhatikan) adalah kemampuan untuk berpikir kreatif, kemampuan untuk beradaptasi, dan oleh karena itu penekanannya yang benar-benar penting adalah pada sistem pendidikan dan sistem kesehatan untuk membekali masyarakat agar dapat menghadapi tantangan ini, ketika mereka menghadapi tantangan yang bahkan tidak bisa kita bayangkan saat ini," ujarnya.


Perusahaan UEA Jajaki Investasi Teknologi AI di Indonesia

Bukan Manusia, Partai Politik di Denmark Ini Dipimpin oleh Teknologi AI (Sumber: Oddity Central)

Perusahaan analitik big data dan kecedasan buatan terkemuka asal Uni Emirat Arab (UEA), Presight AI (anak perusahaan dari G42) menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan bio-teknologi dan data genomik dari Indonesia, Asa Ren, untuk menghadirkan solusi analitik bioinformatika terhadap peningkatan performa taktis.

Kerjasama ini akan memanfaatkan teknologi analitik big data dan solusi AI serta machine learning dari Presight AI dengan kemampuan pengolahan bioinformatika milik Asa Ren, yang bertujuan untuk mengembangkan platform data analitik performa kebugaran berbasis big data yang dapat dimanfaatkan untuk bidang performa taktis dan olahraga.

Dengan proyeksi pertumbuhan pasar global terhadap data analitik olahraga yang mencapai USD 12,6 Milliar pada 2029 mendatang, kerjasama ini diharapkan dapat membuka potensi terbaik untuk kedua perusahaan pada momentum pertumbuhan industri ini dengan menawarkan solusi applicable yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar saat ini.

MoU ini ditandatangani oleh Thomas Pramotedham, CEO Presight, dan Aloysius Liang, CEO dan founder dan CEO Asa Ren pada rangkaian tambahan B20 Summit dalam penyelenggaraan G20 Indonesia 2022.

Penandatanganan ini dihadiri langsung oleh Menteri Negara Perdagangan Luar Negeri UEA H.E Dr Thani bin Ahmed Al Zeyoudi, Menteri Kesehatan Indonesia Bapak Budi Gunadi Sadikin dan Charles Honoris, Wakil Ketua Umum Bidang Kesehatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Kedua perusahaan juga saling berdiskusi dan melakukan pertukaran MoU pada rangkaian kegiatan Forum Bisnis UEA di Bali, di hadapan H.E. Abdullah Salem Al Dhaheri, Duta Besar UEA untuk Indonesia, dan juga Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia.

"Dengan kolaborasi ini, kami bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan data dan pengetahuan seputar performa analitik olahraga dengan mendorong pendekatan inovatif yang menggunakan analitik big data, AI, dan bioinformatika di industri analisis performa olahraga," kata Thomas Pramotedham. 


Analitik Big Data

Bukan Manusia, Partai Politik di Denmark Ini Dipimpin oleh Teknologi AI (Sumber: Oddity Central)

Kemampuan analitik big data yang dimiliki Presight yang dikolaborasikan dengan keahlian bioinformatika Asa Ren akan memperkuat performa atletik agar lebih meningkat dengan optimal.

“Kami berharap dapat terus mengembangkan cara-cara baru untuk bertransformasi, mendukung pengembangan analitik olahraga, dan membuka kesempatan baru untuk tim dan pemain memiliki performa yang lebih baik," tambahnya.

"Kemitraan antara Presight dan Asa Ren ini diharapkan akan terus berkomitmen menghasilkan beragam inovasi dan penambahan nilai dengan menggabungkan keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pihak dalam mencapai tujuan untuk mengembangkan ekosistem analisis performa olahraga yang lebih lengkap. Kami meyakini resight memiliki pemahaman yang luas tentang industri analitik olahraga yang tidak diragukan untuk menambah nilai bagi pelanggan yang lebih baik," ungkap Aloysius Liang.

Sekedar informasi, Presight.ai merupakan anak perusahaan dari G42, perusahaan AI, Cloud-first, dan Big data analytics terkemuka di UEA. Fokusnya dalam mendorong transformasi digital di wilayah MENACA. Sementara Asa Ren adalah perusahaan data DNA konsumen terkemuka di Asia Tenggara. Perusahaan ini menyediakan platform genotipe DNA end-to-end dari pengolahan lab dan analitik back-datanya dilakukan di Indonesia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya