Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI Itet Tridjajati Sumarijanto berpendapat permasalahan transformasi kesehatan saat ini adalah pemerataan sumber daya manusia tenaga kesehatan. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah sungguh-sungguh memperjuangkan nasib para tenaga kesehatan honorer. Salah satunya mengangkat tenaga kesehatan atau Nakes honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pengangkatan nakes honorer menjadi ASN dapat diwujudkan apabila mengacu kepada beberapa hal. Diantaranya adalah masalah kuota atau jatah penerimaan pegawai honorer di lingkungan tenaga kesehatan. Selain itu, para calon tenaga kerja kesehatan tersebut juga belum mendapatkan pemahaman terkait jenjang pekerjaan yang seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu.
Advertisement
"Sebenarnya masalah peluang tenaga kesehatan honorer untuk menjadi tenaga ASN cukup terbuka, asalkan ada kuota atau tidak? Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah, sosialisasi di awal, ketika para tenaga kerja kesehatan honorer itu ingin memulai pekerjaannya," tegas Legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Lebih lanjut, Itet memaparkan kalau di beberapa negara maju seperti Australia, tenaga kesehatan honorer senior lebih di prioritaskan. Mengingat pengalaman yang dimiliki dan 'jam terbang' yang cukup tinggi.
Penetapan Nakes Honorer Menjadi ASN
Menurutnya, sebaiknya perusahaan dalam hal ini pihak rumah sakit dalam menetapkan tenaga honorer menjadi ASN tidak memilih tenaga kerja junior hanya dengan alasan mereka lebih menguasai teknologi dibanding mereka yang senior. Karena pada prakteknya walaupun pegawai junior major menguasai teknologi, mereka juga harus belajar dari para seniornya yang sudah memiliki pengalaman panjang.
Selain itu, pihak rumah sakit harus menghargai para nakes senior dengan memberikan kursus tambahan tentang teknologi digital. Dengan demikian tidak terjadi kecemburuan dari para nakes senior yang melihat juniornya mendapatkan insentif yang lebih besar.
"Ada baiknya perusahaan dalam hal ini pihak rumah sakit untuk memilih para tenaga kesehatan yang senior daripada tenaga kerja baru yang minim pengalaman. Kecendrungan di negara kita, mereka lebih memilih tenaga kerja baru yang minim pengalaman," tambah legislator asal Lampung itu.
Lebih lanjut, Itet mengatakan pemerintah juga memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah, mengingat para pekerja honorer ini juga harus memiliki bekal pendidikan dan pengalaman yang cukup, sebelum akhirnya diterima sebagai pekerja aparatur sipil negara atau ASN.
Sementara itu, menyikapi unjuk rasa pekerja tenaga honorer kesehatan yang menolak RUU Kesehatan, Itet berharap untuk bersabar, mengingat masalah tersebut masih dalam Daftar Inventaris Masalah atau DIM, yang akan dibahas pada masa persidangan berikutnya, mengingat saat ini anggota DPR RI sedang memasuki masa reses.
(*)
Advertisement