Liputan6.com, Jakarta - Banyak hal bisa dilakukan untuk berkontribusi pada Bumi, salah satunya dengan menerapkan prinsip konsumsi berkelanjutan. Alasan itu pula yang melatari empat pengusaha dan pemilik merek dagang menggelar Squeeze 90.
Itu adalah konseptual pop-up bazar yang berkonsep cuci gudang dan obral besar-besaran. Produk yang dijajakan berasal dari barang 'deadstock' atau stok produk yang berlebih (overstock). Masalah itu senantiasa muncul di industri fesyen, kecantikan, dan barang-barang konsumsi lain.
Advertisement
Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Kamis, 11 Mei 2023, Squeeze 90 pertama kali digelar di Pantai Indah Kapuk pada Oktober 2022. Acara tersebut diklaim dihadiri sekitar 10 ribu orang. Capaian itu menjadikan Squeeze 90 sebagai salah satu bazar tersukses yang pernah digelar di mal.
Tahun ini, Squeeze 90 memilih Pondok Indah Mall 3, City Hall, Jakarta Selatan, sebagai lokasi acara kedua. Kegiatan bakal berlangsung pada 12--14 Mei 2023 mulai pukul 10 pagi hingga 10 malam.
"Sebuah merek barang habis pakai harus menghasilkan puluhan ribu produksi untuk mencapai kebutuhan minimal manufaktur, namun yang sering kali terjadi, perusahaan tidak bisa menjual barang seluruhnya, sehingga banyak stok barang yang menjadi kedaluwarsa maupun produk fesyen yang demikian cepat dianggap tidak mengikuti tren mode lagi," demikian bunyi pernyataan tertulis tersebut.
Bazar kedua akan diikuti 160 merek dari kategori kecantikan dan busana, seperti Monomolly, Avgal, Spring Summer Style, Barekurve, and Byeol. Agenda ini juga akan menghadirkan sejumlah influencer dan hiburan live music.
Tawaran Diskon hingga 90 Persen
Nama Squeeze 90 terinspirasi dari frasa "when life gives you lemon, make lemonade." Squeeze 90 adalah sebuah kesempatan bagi para pemilik fashion brand untuk menjadikan deadstock mereka menjadi pendapatan dengan cara yang menghibur, daripada memusnahkan, membuang, atau membiarkan produk di gudang penyimpanan.
Istilah deadstock tidak sama pemahamannya dengan 'B Stock' atau 'Outlet Stock,' karena tidak adanya kerusakan pada produk tersebut. Tujuan dari konsep penjualan ini adalah membawa para pelanggan berbelanja barang bermerek dengan diskon hingga 90 persen. Diharapkan pembeli akan merasakan pengalaman mewah yang menyenangkan.
Sementara, industri fesyen termasuk salah satu kontributor polutan terbesar di dunia. Merujuk pada UN Conference of Trade and Development (UNCTD) 2019, fesyen disebut sebagai industri paling berpolusi kedua di dunia, setelah industri perminyakan. Sepuluh persen dari emisi karbon yang memengaruhi krisis iklim dihasilkan dari industri fesyen.
Salah satunya akibat adanya fast fashion. Dahulu rata-rata merek merilis dua koleksi, yaitu koleksi musim panas dan musim dingin. Namun, sekarang frekuensinya bisa jauh lebih tinggi. Ada merek global yang merilis hingga belasan koleksi per tahun. Bahkan, mengeluarkan hingga lebih dari 40 koleksi.
Advertisement
Bahaya Fast Fashion
Program Director for Sustainable Governance Strategic Kemitraan Dewi Rizki dan Runner Up Pertama Putri Indonesia Bengkulu 2022 Dinda Ayudita, dikutip dari Antara, 9 April 2022, menjelaskan, dengan harganya yang terbilang murah dan model sedang tren, banyak anak muda yang tertarik membeli pakaian dari merek-merek fast fashion tersebut.
Namun, anak muda terutama didorong agar tidak hanya fokus pada harga yang murah. Pakaian bisa bertahan lama bila model dan warna yang dipilih cenderung netral dan basic. Jika sekadar mengikuti tren, siklus hidupnya akan lebih pendek dan ujung-ujungnya hanya menjadi limbah.
Dinda mengingatkan bahwa sejumlah bahan pakaian tidak mudah terurai secara alami, seperti polyester dan nilon yang membutuhkan waktu terurai antara 20 hingga 200 tahun. Meski begitu, terdapat pula bahan alami seperti kain katun dan linen.
Selain itu, limbah fesyen juga termasuk limbah cairan. Industri fesyen, kata Dewi, menyumbang 20 persen limbah cairan di dunia. Pewarnaan tekstil menjadi polutan air terbesar kedua di dunia karena sisa air dari proses pewarnaan kerap dibuang ke selokan dan sungai.
Cara Tekan Limbah Fesyen
Sementara, Dewi mengatakan emisi karbon yang sangat besar dari industri fesyen terjadi pada setiap tahap rantai pasokan fesyen dan siklus produk. Namun, 70 persen emisi karbon berasal dari kegiatan hulu, seperti produksi dan pemrosesan bahan mentah. Tak hanya itu, krisis iklim juga termasuk terkait dengan air, bahan kimia, penggundulan hutan, limbah tekstil, serta mikroplastik yang tidak bisa terurai secara alami.
Salah satu cara untuk menekan limbah fesyen tentunya adalah dengan mengurangi belanja produk fesyen. Mendonasikan pakaian lama yang masih layak pakai kepada mereka yang membutuhkan jadi cara yang termasuk sangat efektif.
Jika sangat perlu belanja baju, Dewi menyarankan agar memastikan semua diproses secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, misalnya memakai bahan daur ulang dan dibuat dari bahan yang tahan lama.
"Mengurangi sampah fesyen adalah aksi sederhana yang bisa kita lakukan untuk memperlambat perubahan iklim. Jadi, mari menunjukkan rasa cinta pada bumi dengan mengurangi belanja produk fesyen, merawat pakaian dengan baik, dan memodifikasi pakaian lama," tutur Dewi.
Advertisement