Geopolitik, sampai Pertahanan Akan Jadi Salah Satu Fokus Visi Misi Ganjar Pranowo

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa geopolitik akan menjadi variabel yang penting untuk membangun masa depan Indonesia, khususnya di bidang pertahanan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 12 Mei 2023, 17:55 WIB
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto dalam kuliah umum bertema Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya, yang diikuti oleh 118 orang siswa Dikreg Seskoal TNI angkatan ke-61, Jumat (12/5/2023). (Foto: Dokumentasi PDIP).

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa geopolitik akan menjadi variabel yang penting untuk membangun masa depan Indonesia, khususnya di bidang pertahanan.

Maka dalam visi misi Ganjar Pranowo sebagai capres di Pemilu 2024 yang diusung partainya, pemahaman geopolitik akan betul-betul dikedepankan.

Hal tersebut disampaikannya dalam kuliah umum bertema Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya, yang diikuti oleh 118 orang siswa Dikreg Seskoal TNI angkatan ke-61, Jumat (12/5/2023).

“Kami saat ini sedang merancang visi misi calon presiden, Ganjar Pranowo, di mana fungsi diplomasi luar negeri dan pertahanan harus jadi satu,” kata dia.

Doktor Ilmu Pertahanan ini juga memotivasi para perwira muda TNI agar membangun kultur untuk berani berimajinasi dan mengeluarkan ide tentang bagaimana merancang pertahanan negara Indonesia masa depan, sehingga benar-benar menjadi terkuat di dunia.

“Mari mulai hari ini, anda-anda semua para perwira siswa, kita berimajinasi bahwa TNI ke depan betul-betul jadi kekuatan terhebat. Bahwa semua itu mungkin, tak ada yang mustahil jika kita berani berimajinasi dan membuat ide disertai dengan sebuah tindakan strategis yang terukur,” kata Hasto.

Dia mengajak para perwira itu untuk mengambil inspirasi dari aplikasi teori geopolitik Soekarno, yang menjadi topik disertasi doktoralnya di Unhan.

Menurutnya, inti pemikiran geopolitik Soekarno itu didasarkan pada ideologi Pancasila; bertujuan membangun tata dunia baru; berdasarkan prinsip bahwa dunia akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme; pentingnya menggalang solidaritas bangsa berdasarkan prinsip koeksistensi damai (peaceful coexistence); serta berorientasi pada struktur dunia yang demokratis, sederajat dan berkeadilan.

Ada tujuh variabel geopolitik Soekarno, yaitu demografi, teritorial, sumber daya alam, militer, politik, ko-eksistensi damai serta sains dan teknologi. Dari ketujuh itu, dua variabel yang paling mempengaruhi adalah politik dan diplomasi internasional, serta variabel ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Hasto lalu memaparkan bagaimana 7 instrument of national power tersebut harus disimulasikan menjadi power. Hasto pun memberi beberapa contoh aplikasinya. Salah satunya adalah bagaimana geopolitik digunakan oleh pemerintahan Presiden Soekarno untuk membebaskan Irian Barat.

Menyadari bila Irian Barat dikuasai Asing maka akan menjadi pisau belakang kapitalisme yang setiap saat bisa menusuk Indonesia, maka dibangun kesadaran rakyat mengenai kesatuan dari Sabang sampai Merauke. Lalu di tahun 1955, Indonesia mengadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang hasilnya Dasasila Bandung, dimana 7 dari 10 poinnya adalah demi pembebasan Irian Barat.

“Apa modalnya? Hanya hospitality kepada para negara peserta. Dengan berhasilnya KAA, legitimasi internasional Indonesia menjadi menguat. Kita dapat dukungan Asia Afrika. Sehabis itu, dikeluarkan deklarasi Djuanda yang menaikkan wilayah kita 2,5 kali lipat tanpa perang,” ujar Hasto.

“Inilah kekuatan imajinasi dan ide. Maka TNI sekarang juga harus berani berimajinasi menjabarkan pemikiran Bung Karno agar Indonesia memiliki kekuatan pertahanan terkuat di Samudera Hindia sehingga bisa menjadi pintu gerbang masa depan dunia di Pasifik. Jangan berpikir punya uang atau tidak. Kuncinya ide, imajinasi, dan strategi serta mengambil prakarsa keterlibatan Indonesia di percaturan global sambil mengembangan penguasaan iptek," ujar Hasto.

 


Diplomasi Luar Negeri Menyatu dengan Pertahanan

Lebih lanjut Hasto menegaskan bahwa setelah KAA, Indonesia aktif di Gerakan Non Blok dan berbagai helatan internasional lain yang semakin memperkuat pengaruh Indonesia. Dan Indonesia menggunakan pengaruh itu untuk memperkuat pertahanan negara serta mengirimkan para pemuda Indonesia ke luar negeri.

“Pada saat itu, kekuatan militer Indonesia disebut sebagai kekuatan terhebat di belahan bumi bagian Selatan. Pendanaan alutsista tidak lebih dari hasil dari strategi geopolitik yang ditopang sebagian oleh APBN," ujarnya.

“Dengan diplomasi luar negeri yang menyatu dengan diplomasi pertahanan, kita akan kuat,” lanjut Hasto.

Ia mengajak para perwira itu untuk memikirkan soal beberapa variabel kekuatan Indonesia terkini, dikaitkan dengan rancang bangun pertahanan Indonesia ke depan. Yakni kekuatan demografi; tata ruang geopolitik Indonesia; Sumber Daya Alam; komoditas strategis; kekuatan maritim dan potensinya serta bargaining Indonesia di dalam menjaga keseimbangan iklim global

“Semua itu harusnya disimulasikan menjadi power kita,” tegas Hasto.

Sementara, Danseskoal Laksamana Muda TNI Yoos Suryono Hadi mengatakan pihaknya memberikan apresiasi kepada Doktor Hasto yang menyempatkan waktunya memberikan kuliah umum geopolitik kepada para perwira siswa.

Secara keseluruhan, ada 118 perwira siswa dari semua matra angkatan di TNI plus Kepolisian RI, di angkatan ke-61 itu.

“Terima kasih atas kesediaan Doktor Hasto Kristiyanto untuk memberikan kuliah mata pelajaran geopolitik kepada sleuruh siswa,” kata Laksamana Muda Yoos.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya