Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, muncul di cover atau sampul majalah TIME. Kekuatan militer Jepang disorot oleh majalah tersebut dengan headline atau tajuk utama "Japan's Choice".
Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jepang ternyata mempermasalahkan sub-judulnya. Pasalnya, menyebut Jepang tidak lagi pacifist atau pro-damai.
Advertisement
Tulisan yang dimaksud adalah:
"Perdana Menteri Fumio Kishida Ingin Meninggalkan Berdekade-dekade Pasifisme — Dan Menjadikan Negaranya Sebagai Kekuatan Militer Sejati."
Pasifisme adalah aliran yang menentang adanya perang.
Kemlu Jepang berkata hal itu tidak sesuai dengan kebijakan pertahanan Jepang dan isi wawancara PM Kishida dengan TIME.
Melihat respons Kemlu Jepang, TIME memutuskan untuk mengubah judul artikel yang rilis secara online. Pada judul yang baru, nuansa militer dihilangkan, dan hanya ditegaskan bahwa PM Kishida memberikan Jepang sebuah "peran yang lebih asertif di panggung global".
Judul yang telah diubah hanya versi online. Sementara pada majalah fisik tidak berubah.
Kemlu Jepang berkata sebetulnya tidak meminta TIME mengubah judul. Tetapi, Kemlu Jepang hanya ingin mengeluarkan pandangannya soal sampul itu.
"Kami tidak meminta pengerjaan ulang, tetapi membiarkan mereka tahu pandangan kami bahwa ada perbedaan besar antara headline dan konten artikelnya," ujar seorang pejabat pemerintah Jepang.
Pada artikel yang tayang secara online, PM Kishida memang tidak fokus ke masalah militer. Salah satu fokus yang ia sorot adalah denuklirisasi. Ia ingat saat masih kecil ketika mendengar nasib Hiroshima, sehingga ia ingin ada dunia tanpa senjata nuklir.
"Kehancuran yang tak bisa diungkap dengan kata-kata yang dialami Hiroshima dan rakyatnya tertera dengan jelas di memori saya," ujar PM Fumio Kishida.
Selain itu juga hal lain yang juga disorot adalah keputusannya untuk menggandakan pengeluaran pertahanan negara tersebut selama rentang waktu lima tahun untuk menangani peningkatan aktivitas China di kawasan Indo-Pasifik.
Pernah Sebut China Sebagai Tantangan Terbesar
Pada awal 2023, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida bertatap muka di Gedung Putih pada Jumat (13/1/2023). Lawatan perdana Kishida ke AS sejak dia menjabat pada Oktober tahun 2021 ditandai dengan penandatanganan kerja sama di angkasa luar hingga komitmen peningkatan kerja sama keamanan.
Dalam pertemuan kedua pemimpin di Ruang Oval, Gedung Putih, Biden memuji peningkatan bersejarah belanja pertahanan Jepang serta menjanjikan kerja sama yang erat dalam isu keamanan dan ekonomi.
"Pertemuan kami ini luar biasa," kata Biden seperti dikutip AP, Sabtu (14/1). "Pekerjaan yang lebih sulit adalah mencoba mencari tahu bagaimana dan di mana kami tidak sepemahaman."
Sementara itu, PM Kishida, yang berbicara melalui penerjemah mengatakan bahwa kedua negara berbagi nilai-nilai fundamental seperti demokrasi dan supremasi hukum. Ia juga menekankan bahwa peran bersama Jepang dan AS di panggung global "menjadi lebih besar".
Sebelum mengunjungi Biden, PM Kishida telah lebih dulu bertatap muka dengan Wakil Presiden Kamala Harris.
Pada awal pekan ini, AS dan Jepang sepakat bahwa China adalah tantangan strategis terbesar bersama. Selain itu, kedua negara mengonfirmasi bahwa serangan di angkasa luar akan memicu respons pertahanan bersama dalam koridor perjanjian keamanan AS-Jepang.
Pejabat kedua negara juga mengumumkan terjadi penyesuaian kehadiran pasukan AS di Pulau Okinawa untuk meningkatkan kemampuan rudal antikapal yang akan diperlukan jika terjadi serangan China ke Taiwan atau tindakan permusuhan lainnya. Jepang dilaporkan terus memperkuat pertahanannya di pulau-pulau yang dekat dengan Taiwan, termasuk Yonaguni dan Ishigaki, di mana pangkalan baru tengah dibangun.
Advertisement