Liputan6.com, Niigata - Amerika Serikat sedang mengalami masalah batas utang (debt ceiling). Sama seperti beberapa tahun sebelumnya, Partai Demokrat dan Partai Republik berbeda pandangan terkait apa yang harus dilakukan terhadap isu tersebut.
Menurut situs Brookings, Sabtu (13/5/2023), apabila batas utang tidak naik, maka ada risiko unprecedented terhadap ekonomi AS.
Advertisement
Belum lama ini, AS juga menghadapi krisis perbankan ketika First Republic Bank, Silicon Valley Bank, dan Signature Bank kolaps.
Masalah tersebut disorot dalam pertemuan G7 di Niigata, Jepang. Kelompok G7 sepakat untuk merapatkan barisan guna menjaga kekuatan sistem keuangan global.
"Kita akan terus melanjutkan bekerja bersama dengan otoritas supervisi dan regulasi untuk memonitor perkembangan sektor finansial dan siap untuk mengambil langkah yang layak untuk menjaga stabilitas finansial dan resiliensi sistem finansial global," demikian pernyataan bersama para Menteri Keuangan negara G7, dikutip Kyodo.
Mereka juga berdeklarasi akan memiliki kebijakan makro yang gesit dan fleksibel di tengah ketidakpastian global.
Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki juga menegaskan bahwa G7 bersatu kuat dalam menghadapi masalah global.
"Persatuan G-7 kita lebih kuat dalam menghadapi isu-isu global," ujar Suzuki yang menggelar konferensi pers bersama Gubernur Bank Jepang Kazuo Ueda. Suzuki juga menambahkan bahwa G7 terus mewaspadai risiko terhadap stabilitas finansial.
Selain itu, para menteri keuangan G7 sepakat untuk mencegah Rusia menghindari sanksi-sanksi ekonomi.
Pertemeuan menteri keuangan G7 adalah salah satu rangkaian terakhir menjelang G7 Summit yang dipimpin oleh Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada pekan depan.
Menkeu AS Janet Yellen Ajak Ketemu CEO JPMorgan hingga Citigroup, Bahas Utang AS
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen dikabarkan akan membahas kebuntuan atas kenaikan plafon utang negaranya dengan anggota dewan dari kelompok Bank Policy Institute pekan depan.
Kabar mengenai pertemuan Yellen dengan Bank Policy Institute datang dari seorang pejabat senior Departemen Keuangan AS.
Mengutip US News, Jumat (12/5) pertemuan Yellen dengan kelompok bank tersebut akan melibatkan CEO JP Morgan, Jamie Dimon, dan CEO Citigroup, Jane Fraser.
Sementara itu, rencana pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan anggota DPR terkait plafon utang Jumat telah ditunda, dan para pemimpin setuju untuk bertemu awal pekan depan, menurut keterangan juru bicara Gedung Putih.
Seperti diketahui, Janet Yellen sebelumnya telah mengingatkan bahwa AS dapat mengalami gagal bayar utang atau default pada 1 Juni mendatang jika plafon utang tidak dinaikkan.
Utang AS telah mencapai ambang batasnya sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.
Dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G7 di Niigata, Jepang, Yellen kembali menyuarakan desakannya pada Kongres untuk menaikkan plafon utang, memperingatkan bahwa gagal bayar berisiko menimbulkan malapetaka pada ekonomi AS dan global.
"Kegagalan akan mengancam keuntungan yang telah kami kerjakan dengan sangat keras selama beberapa tahun terakhir dalam pemulihan pandemi kami. Dan itu akan memicu penurunan global yang akan membuat kita mundur lebih jauh," kata Yellen, dikutip dari CNN Business.
"(Default) juga akan berisiko merusak kepemimpinan AS pada ekonomi global dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan kami untuk mempertahankan kepentingan keamanan nasional," ujarnya.
Advertisement
IMF: AS Default Bisa Timbulkan Dampak Serius pada Ekonomi Global
Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan default utang Amerika Serikat yang dipicu oleh kegagalan untuk menaikkan plafon utang, dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi ekonomi AS serta global.
IMF juga menyoroti kemungkinan biaya pinjaman yang lebih tinggi jika AS gagal menaikkan plafon utangnya.
Juru bicara IMF Julie Kozack juga mengatakan bahwa otoritas AS perlu tetap waspada terhadap kerentanan baru di sektor perbankan, termasuk di bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian suku bunga yang jauh lebih tinggi.
Dia menambahkan IMF belum bisa mengukur dampak default AS terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Pada April 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global 2023 hanya akan menembus 2,8 persen, juga mencatat bahwa gejolak pasar keuangan yang lebih dalam, ditandai dengan penurunan harga aset dan pemotongan tajam dalam pinjaman bank, dapat membanting pertumbuhan output kembali ke 1,0 persen.