Pesan Sekjen DPP PKS: Jangan Menyalahgunakan Fasilitas Negara

Secara khusus Sekjen DPP PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi berpesan agar kader PKS mengutamakan etika berpolitik dalam meraih suara.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 15 Mei 2023, 00:36 WIB
Sekretaris Jenderal DPP PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Liputan6.com, Semarang - Sekjen DPP PKS Habib Aboe Bakar Al Habsyi meminta agar para politisi PKS tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk berkampanye. Pesan itu disampaikan usai menghadiri halal bihalal DPD PKS Kota Semarang, Minggu (14/5/2023)

Menurut Al Habsyi yang terpenting dari seluruh proses politik adalah etika politik. 

"Jangankan memanfaatkan gedung milik negara, menggunakan mobil dinas saja tidak boleh. Jangan sampai nanti ada rapat tim sukses, pertemuan untuk kelompok kecil saja, kemudian memanfaatkan kantor negara untuk konsolidasi dan semacamnya," kata Habib Aboe Bakar Al Habsy, Minggu (14/5/2023).

Menegakkan etika politik diyakini akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Pada muaranya, kepercayaan itu akan dikonversi menjadi suara.

"Kami yakin dengan strategi kami yang bergerak sampai ke tingkat paling bawah yakni keluarga, target posisi 4 besar akan tercapai," kata Al Habsyi.

Al Habsyi tak mau menuding pihak lain sudah memanfaatkan milik negara untuk kepentingan politiknya. Dengan diplomatis ia menjawab bahwa publik yang bisa menilai.

"Milik negara adalah yang seluruh operasional maupun perawatan dan pemanfaatannya untuk negara, dibiayai oleh publik. Baik publik pemilih yang sedang berkuasa maupun yang bukan pemilih, sama-sama bayar pajak untuk membiayainya," katanya.

Sebelumnya Presiden Jokowi mengumpulkan ketua-ketua partai politik minus Nasdem, PKS, dan Demokrat di istana negara. Istana negara adalah bangunan milik negara yang dibiayai pajak masyarakat.

Alasan Presiden Jokowi tidak mengundang partai-partai itu adalah karena mereka sudah memiliki koalisi yang berbeda dengan pemerintah. Presiden Jokowi juga merasa berhak menggunakan istana negara untuk mengumpulkan ketua partai yang dipilihnya. Alasannya sederhana, bahwa selain pejabat negara juga politisi.

Tindakan Presiden Jokowi ini menurut para pengamat politik disebut melanggar etika kenegaraan karena memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya