Pemilu Turki 2023: Erdogan Maupun Kilicdaroglu Belum Berhasil Amankan 50 Persen Suara, Buka Jalan Pemungutan Suara Kedua

Dua calon presiden terdepan dalam pemilu Turki 2023, Erdogan dan Kilicdaroglu, diyakini akan bertarung kembali dalam pemungutan suara kedua yang dijadwalkan pada 28 Mei 2023.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 15 Mei 2023, 06:46 WIB
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan penantang utamanya dalam Pemilu Turki 2023 Kemal Kilicdaroglu. (Dok. AP)

Liputan6.com, Ankara - Baik Recep Tayyip Erdogan (69) maupun penantang utamanya Kemal Kilicdaroglu (74) dilaporkan belum berhasil mengamankan 50 persen suara untuk memenangkan pemilu Turki 2023. Hal tersebut membuka jalan bagi pemungutan suara putaran kedua pada 28 Mei 2023.

Dengan hampir 95 persen kotak suara dihitung, kantor berita Turki Anadolu melaporkan bahwa Erdogan meraup 49,6 persen suara. Sementara Kilicdaroglu meraih 44,7 persen suara.

Namun, Dewan Tertinggi Pemilu mengatakan bahwa pemungutan suara putaran kedua belum tentu terjadi mengingat suara dari luar negeri masih dihitung.

Erdogan telah memerintah Turki selama dua dekade. Menjelang pemilu, survei menunjukkan pemimpin yang dinilai semakin otoriter itu tertinggal tipis dari penantangnya.

Perlombaan, yang sebagian besar berpusat pada isu-isu domestik seperti ekonomi, hak-hak sipil, dan penanganan gempa 6 Februari yang menewaskan lebih dari 50.000 orang, disebut menjadikan pemilu Turki 2023 sebagai yang terberat bagi Erdogan selama berkuasa.

Anggota Partai Rakyat Republik (CHP) pimpinan Kilicdaroglu yang pro-sekuler, membantah hasil pemungutan suara yang dilansir Anadolu. Mereka berpendapat bahwa kantor berita yang dikelola negara itu bias mendukung Erodgan. Demikian seperti dilansir AP, Senin (15/5/2023).

Juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Omer Celik pada gilirannya menuduh oposisi melakukan upaya untuk membunuh kehendak nasional dengan mengklaim kantor berita negara mendistorsi hasil pemilu. Dia menyebut klaim oposisi "tidak bertanggung jawab."

Sementara Erdogan berharap untuk memenangkan masa jabatan lima tahun yang akan membawanya memasuki dekade ketiganya sebagai pemimpin Turki, Kilicdaroglu berkampanye dengan janji mengembalikan negara itu ke jalur yang lebih demokratis dan memperbaiki ekonominya, yang terpukul oleh inflasi tinggi dan devaluasi mata uang.


Akhir atau Awal bagi Erdogan?

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Source: AP Photo/Burhan Ozbilici)

Dalam pemilu yang berlangsung pada Minggu (14/5), pemilik suara juga memilih 600 anggota parlemen Turki, yang telah kehilangan sebagian besar kekuasaan legislatifnya setelah referendum untuk mengubah sistem pemerintahan negara menjadi presidensial disahkan pada tahun 2017.

Dengan 92 persen kotak suara telah dihitung, kantor berita Anadolu mengatakan aliansi partai berkuasa Erdogan berada di bawah 50 persen, sementara Aliansi Bangsa yang mengusung Kilicdaroglu memiliki sekitar 35 persen suara, dan partai pro-Kurdi di atas 10 persen.

Lebih dari 64 juta orang, termasuk pemilih di luar negeri, berhak memilih dan hampir 89 persen dari jumlah itu menggunakan hak suaranya.

Tahun ini menandai 100 tahun sejak berdirinya Turki sebagai sebuah republik, negara sekuler modern yang lahir di atas reruntuhan Kekaisaran Ottoman.

Secara internasional, pemilu dipandang sebagai ujian bagi kemampuan oposisi yang bersatu untuk menggulingkan seorang pemimpin yang telah memusatkan hampir semua kekuatan negara di tangannya dan berupaya untuk mendapatkan lebih banyak pengaruh di panggung dunia.

Erdogan, bersama dengan PBB, membantu menengahi kesepakatan dengan Ukraina dan Rusia yang memungkinkan biji-bijian Ukraina mencapai seluruh dunia dari pelabuhan Laut Hitam meskipun ada perang Rusia di Ukraina. Perjanjian tersebut, yang dilaksanakan oleh sebuah pusat yang berbasis di Istanbul, akan berakhir dalam beberapa hari, dan Turki menjadi tuan rumah pembicaraan pekan lalu untuk mempertahankannya.

Dalam isu internasional lainnya, Erdogan telah menahan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO sambil menuntut konsesi. Dia berpendapat bahwa Swedia terlalu lunak terhadap kelompok-kelompok yang dicapnya sebagai ancaman keamanan nasional Turki, salah satunya kelompok pro-Kurdi.

Para kritikus berpendapat bahwa keras kepala Erdogan bertanggung jawab atas krisis biaya hidup yang menyakitkan. Statistik resmi terbaru menempatkan inflasi sekitar 44 persen, turun dari yang tertinggi sekitar 86 persen. Harga sayuran menjadi isu kampanye bagi oposisi yang menggunakan bawang merah sebagai simbolnya.

Berbeda dengan pemikiran ekonomi arus utama, Erdogan berpendapat bahwa suku bunga tinggi memicu inflasi dan dia menekan Bank Sentral Republik Turki untuk menurunkan suku bunga utamanya berkali-kali.

Pemerintah Erdogan juga menghadapi kritik atas tanggapannya yang diduga lamban dalam merespons gempa magnitudo 7,8 pada 6 Februari 2023 yang menyebabkan 11 provinsi di negara itu hancur.

 


Penantang Utama Erdogan: Kita Sangat Merindukan Demokrasi

Penantang utama Recep Tayyip Erdogan dalam Pemilu Turki 2023, Kemal Kilicdaroglu. (Dok. AFP)

Dalam kampanye pemilu, Erdogan menggunakan sumber daya negara dan posisinya yang mendominasi media untuk mencoba merayu pemilih. Dia menuduh oposisi berkolusi dengan teroris dan menjunjung tinggi hak LGBTQ+, yang dia gambarkan sebagai ancaman terhadap nilai-nilai keluarga tradisional di negara mayoritas muslim tersebut.

Erdogan menaikkan gaji dan pensiun serta menyubsidi tagihan listrik dan gas, sambil memamerkan proyek pertahanan dan infrastruktur dalam upayanya mendapatkan dukungan.

Di lain sisi, selain berjanji mengembalikan sistem pemerintahan Turki ke demokrasi parlementer jika memenangkan pemilu presiden dan parlemen, Aliansi Bangsa Kilicdaroglu juga menegaskan akan memulihkan independensi peradilan dan bank sentral, serta membalikkan tindakan keras terhadap kebebasan berbicara dan bentuk dari kemunduran demokrasi lainnya di Turki.

"Kita semua sangat merindukan demokrasi. Kita semua merindukan kebersamaan," kata Kilicdaroglu setelah pemungutan suara di sebuah sekolah di Ankara.

Yang juga mengincar kursi kepresidenan adalah Sinan Ogan, seorang mantan akademisi yang mendapat dukungan dari partai nasionalis anti-imigran. Dia meraup lebih dari 5 persen suara sepanjang perhitungan saat ini.

Di 11 provinsi yang terdampak gempa 6 Februari, hampir 9 juta orang berhak memilih. Sekitar 3 juta orang meninggalkan zona gempa ke provinsi lain, tetapi hanya 133.000 orang yang mendaftar untuk memilih di lokasi baru mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya