Liputan6.com, Jakarta Temuan babi di Pulau Bulan, Batam yang terjangkit virus Flu Babi Afrika atau istilahnya African Swine Fever (ASF) belum lama ini cukup menghebohkan. Terlebih lagi, babi hidup di sana menjadi salah satu komoditas ekspor ke negara lain, seperti Singapura.
Di sisi lain, ada kekhawatiran terhadap konsumsi daging babi dari babi yang terjangkit Flu Babi Afrika. Menjawab terkait konsumsi daging, epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman angkat bicara.
Advertisement
Masyarakat diingatkan tetap hati-hati dalam konsumsi daging, apalagi kalau hewan sudah diketahui sakit. Hewan yang sakit sebaiknya dagingnya tidak boleh dikonsumsi.
"Imbauan saya, apapun itu ya, mau babi, ayam kalau sakit itu tidak boleh dikonsumsi," pesan Dicky melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com pada Minggu, 14 Mei 2023.
Lindungi dari Penularan Virus Hewan
Dicky juga mengimbau, bagi para peternak hewan harus memerhatikan protokol kesehatan saat bekerja. Tujuannya, sebagai perlindungan dari penularan virus hewan, yang kemungkinan bisa saja bersifat zoonotik (zoonosis) -- dapat menular ke manusia.
"Apalagi dalam mengurus hewannya, peternak harus memakai masker, ya menerapkan protokol kesehatan itu penting karena itu kan melindungi bukan hanya diri kita tapi juga masyarakat. Lindungi dari penularan virus hewan," lanjutnya.
Kabar baiknya, Dicky menekankan, virus Flu Babi Afrika ini belum ada laporan menular ke manusia. Artinya, penularan baru terbatas antar babi saja.
Kalau Daging Mencurigakan, Jangan Konsumsi
Disampaikan kembali oleh Dicky Budiman, bagi masyarakat dalam konsumsi hewan secara umum, misalnya diasap dan semacamnya, ada baiknya tidak dikonsumsi bila dinilai meragukan.
"Kalau mencurigakan ya jangan dikonsumsi. Ini yang harus kita mulai jadikan literasi," ucapnya.
"Dan Pemerintah sendiri ya harus meningkatkan monitoring peternakan-peternakan hewan. Bicara vaksinasi untuk hewan ini juga menjadi hal yang sangat penting."
Penghentian Sementara Impor Babi Hidup
Diketahui, awal mula mencuatnya kasus virus Flu Babi Afrika berasal dari temuan peternakan di Singapura. Bahwa babi hidup dari Indonesia terjangkit virus ASF.
Pemerintah Singapura akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara impor babi hidup dari Indonesia.
Tindak lanjut, Kementerian Perdagangan menggandeng Kementerian Pertanian untuk berkoordinasi agar bisa membantu mengawasi kegiatan ekspor babi hidup di kawasan peternakan Pulau Bulan, Batam.
Selain itu, untuk mengoptimalkan pengawasan ke depannya, Pemerintah akan menerapkan pengetatan batas zonasi agar babi hidup yang ada di Batam tidak keluar dan penularan virus ASF tidak meluas.
"Zonasi ini akan diperketat di Batam, jadi jangan sampai penularan makin luas," pungkas Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan Didi Sumedi saat di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Advertisement
Virus African Swine Fever Tak Merebak ke Daerah Lain
Kabar terkini, Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo membantah virus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) merebak ke daerah lain, selain di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
"Daerah lain Insya Allah, mudah-mudahan (enggak ada ASF)," katanya di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (14/5/2023).
Menurut Syahrul, saat ini virus sedang bangkit dan merebak di berbagai negara, tidak hanya Indonesia.
"Kita enggak bisa pede karena memang di dunia ini sekarang virus itu lagi berputar, bakteri-bakteri lagi kerja, enggak tahu kenapa sehingga penyakit-penyakit yang sudah tertimbun, misalkan 10 bahkan 30 tahun kayaknya virusnya bangkit lagi. Itu tidak hanya ada di Indonesia," tegas Syahrul.
Isolasi Total Pulau Bulan
Terlepas dari itu, Syahrul melanjutkan, sudah mengambil langkah tegas dengan mengisolasi total dan mengintervensi vaksin di Pulau Bulan. Langkah ini dilakukan sembari menyelidiki penyebab ASF tersebut.
Di lain sisi, ia mengaku belum tahu pasti berapa banyak babi yang terdampak ASF di Batam.
"Kita sebenarnya baru terasa ada virus itu setelah ada semacam komplain dari Singapura, baru kita tahu. Itu yang lagi kita cari apa memang virusnya ada dari kita atau setelah dia (babi) di sana," lanjutnya.
"Di sana kan ada tempat transit, however (bagaimanapun) penanganan sudah kita lakukan."
Terjadi Kematian Babi yang Cukup Besar di Pulau Bulan
Pada pernyataan Minggu (7/5/2023), Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Barantan, Wisnu Wasisa Putra mengatakan, Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian menyatakan, babi asal Pulau Bulan, Batam, yang biasanya diekspor ke Singapura positif terkena Flu Babi Afrika.
Barantan dan Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah secara aktif berkoordinasi dengan pihak Singapura yakni Singapore Food Agency and NS Park.
Hasil investigasi bersama antara Indonesia dan Singapura tersebut menyimpulkan terjadi kematian babi yang cukup besar di Pulau Bulan, namun dengan gejala klinis mengarah ke Classical Swine Fever (CSF)/Hog Cholera.
Pengetatan Karantina Hewan
Wisnu menjelaskan, Badan Karantina melalui Karantina Pertanian Tanjung Pinang tengah melakukan langkah-langkah antisipatif. Langkah itu berupa pengujian ASF terhadap ternak babi yang akan dilalulintaskan dan melakukan pengetatan tindakan karantina hewan.
Badan Karantina juga melakukan pemantauan terhadap importasi pakan dan bahan pakan yang masuk ke Pulau Bulan sebagai langkah kewaspadaan kemungkinan masuknya ASF di pulau ini.
Virus African Swine Fever (ASF) sebelumnya terdeteksi di dalam daging babi yang dipotong di sebuah tempat pemotongan hewan di Jurong, Singapura. Babi itu berasal dari Pulau Bulan, Batam, Indonesia.
Adapun peternakan di Pulau Bulan tercatat menyumbangkan 15 persen dari total keseluruhan kebutuhan impor babi di Singapura.
Advertisement