Liputan6.com, Jakarta Untuk mencapai suatu perubahan yang baik ataupun yang buruk, perang fisik militer selalu terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda dari generasi ke generasi. Perang di dunia ini cenderung diwarnai oleh perseteruan abadi antara dua kutub negara adidaya Barat Amerika Serikat (AS) dengan Timur (Rusia dan China).
Advertisement
Generasi perang yang berlomba dalam jumlah tentara, kecanggihan senjata, mesin perang, daya jelajah balistik dan unsur kecepatan, secara overlapping dan berangsur-angsur mengalami perubahan dalam sasaran dan spektrum perang.
Senjata pemusnah massal berupa bom atom yang menggunakan fisi nuklir, bom nuklir yang lebih dahsyat karena menggunakan fisi sekaligus fusi nuklir dan bom hidrogen atau termonuklir yang lebih dahsyat lagi karena berdetonasi lebih banyak, kini cenderung tergeser oleh senjata penghancur dalam spektrum semesta, berupa bom informasi yang penuh dengan kebohongan publik.
Kedua belah belligrents dalam perang generasi ke-5 yang berkecerdasan buatan di zaman dunia yang serba internet ini, tengah berusaha melibatkan sebanyak mungkin negara bangsa untuk berada pada pihak yang memusuhi musuhnya. Sasaran penghancuran yang dahulu ke tubuh fisik sebanyak mungkin manusia, kini berubah menjadi perusakan langsung yang sedalam mungkin ke pemikiran otak manusia.
Hoaks Jadi Senjata
Informasi yang kini mereka jadikan senjata adalah hoaks, yaitu berita keliru tentang peristiwa yang terjadi dan simulakra, yaitu berita tentang peristiwa yang tidak pernah terjadi tetapi disiarkan seolah-olah terjadi. Hoaks dan simulakra menyerbu dunia dengan frekuensi dan intensitas tinggi, sehingga otak orang tidak mampu lagi untuk membedakan informasi mana yg benar dan mana yg salah, mana pihak musuh dan mana pihak kita sendiri.
Adagium perang Sun Tzu yang menyatakan bahwa mengetahui diri sendiri dan mengetahui musuh, jika 1000 kali perang akan 1000 kali menang, seolah-olah tidak berlaku lagi. Kita dengan kita dan musuh dengan musuh saling tidak mengetahui, sehingga saling hancur menghancurkan dirinya sendiri. Kecemasan sosial yang akut yang melanda bangsa sasarannya merupakan tujuan, untuk dijadikan medan perang psikologi dalam kampanye lanjutan perang fisik militer.
Ancaman yg semakin dekat terhadap NKRI adalah berkobarnya perang psikologi di dunia maya, sebagai dampak dari perang ekonomi perdagangan dunia sejak bulan Januari 2018 dan fisik militer Russo-Ukraina di Eropa yang tengah berlangsung dan semakin berlarut-larut sejak bulan Maret 2022. Pergeseran geopolitik di benua Eropa semakin jelas mengarah ke Asia Tenggara, dalam strategi Amerika Serikat memperlebar front geografis untuk mengikat China agar tidak terlibat dalam perang fisik militer di Eropa.
Dengan demikian maka peran intelijen di Eropa dan di Asia Tenggara kini semakin mengemuka, di antara kekuatan tentara mereka yang ada di darat, laut dan udara. Singapore misalnya, pada bulan Oktober 2022 yang lalu telah membentuk Digital & Intelligence Service dalam jajaran Singapore Armed Forces, yang berarti kini mempunyai 4 (empat) Kepala Staf Angkatan matra di bawah komando Panglima Angkatan Bersenjatanya.
Advertisement
Perlu Segera Langkah Antisipatif
Sebagai subyek dalam operasi intelijen, maka semua alternatif strategi yang dipilih niscaya mempunyai sasaran di Asia Tenggara terutama di Indonesia. Dukungan Amerika Serikat dalam bidang sarana dan prasarana berdasarkan pada geostrategi yang menyangkut keunggulan komperatif Singapore, sebagai hub bagi negara-negara Asia Tenggara.
Untuk menjawab tantangan perkembangan lingkungan teknologi informasi dunia dan mengatasi ancaman terhadap negara bangsa Indonesia, diperlukan segera langkah antisipatif berupa pembentukan TNI-INTELIJEN dalam sistem pertahanan keamanan nasional. Langkah persiapan perlawanan dalam perang rakyat semesta adalah dengan cara mengkonsolidasikan secara terkoordinir dan terpadu kekuatan TNI, para pakar sipil dan potensi dari para netizen yg patriotik dan berpengaruh.
Potensi mereka sebagai influencers perlu dibina utk menjadi kekuatan yang nyata, dalam organisasi TNI Angkatan ke-4 di samping TNI tiga Angkatan yang sudah ada. Dengan demikian peran TNI akan semakin relevan dalam lingkungan baru dunia, untuk melaksanakan pertempuran dengan berani, benar dan berhasil di matra darat, laut, udara dan matra siber.
Penulis:
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara.