Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menyampaikan bahwa terbentuknya koalisi antar partai dalam demokrasi di Indonesia merupakan upaya mematuhi aturan yang telah dibentuk, yakni ambang batas atau presidential threshold berupa kepemilikan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Dengan begitu, parpol dapat berpartisipasi dalam ajang Pilpres.
“Waktu kami, seperti saya sering katakan, dari zaman Ibu Mega, Pak SBY, sama sekali tidak mempengaruhi partai politik untuk memilih ini itu ndak. Jadi diberikan pada partai-partai itu,” tutur Jusuf Kalla di kediamannya, Jalan Brawijaya Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2023).
Advertisement
“Kemudian bahwa ada koalisi masing-masing tentu adalah cara untuk mencapai aturan karena ini harus mencapai 20 persen, tapi partai cuma satu yang bisa mencapai itu, tapi koalisi itu adalah kewenangan masing-masing,” jelas dia.
Jusuf Kalla (JK) sendiri sempat mengungkap sosok calon wakil presiden yang dapat mendampingi calon presiden (capres) Anies Baswedan. Dia pun mengutip informasi yang diketahuinya dari mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
“Ya sekali lagi ini (cawapres) adalah kewenangan dari para koalisi dan capres. Saya tadi sampaikan kalau Mas AHY ini mempunyai kemampuan, tinggal suatu musyawarah atau penentuan dari koalisi itu,” katanya.
“Pak Anies sudah jelaskan, sebaiknya cawapres itu dari anggota koalisi. Itu sebenarnya suatu hal yang sudah menjadi bagian daripada kebijakan,” sambung Jusuf Kalla.
AHY Dinilai Punya Kemampuan Jadi Cawapres
Anies Baswedan diusung menjadi capres oleh Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai NasDem, dan PKS. Adapun sosok AHY di matanya memiliki kemampuan mengemban amanah sebagai calon wakil presiden.
“Kalau secara teknis ya itu adalah kewenengan daripada koalisi dan calon presiden. Kalau Pak Agus, Pak AHY ini pasti mempunyai kemampuan untuk itu. Tentu pertinbangan saya di luar, itu kewenangan partai koalisi dan calon presiden,” Jusuf Kalla menandaskan.
Advertisement