Liputan6.com, Jakarta - Gerakan Reformasi 98 yang dilakukan oleh mahasiswa dan rakyat masih menyisakan sejumlah persoalan. Salah satunya terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat kepada mahasiswa dan rakyat saat itu.
Aktivis 98, Nezar Patria, berharap pemerintah yang saat ini dipimpin oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) bisa menuntaskan persoalan yang sudah 25 tahun terkatung-katung penyelesaiannya.
Advertisement
“Terakhir saya dengar presiden melalui Menko Polhukam mengeluarkan satu kebijakan untuk merehabilitasi korban pelanggaran HAM,” kata dia dalam diskusi 25 Tahun Reformasi bertajuk Kesaksian Pelaku Sejarah di Graha Pena 98, Jakarta, Selasa (16/5).
“Ini saya kira kemajuan yang cukup progresif dalam artian korban itu diakui keberadannya dan diakui hak haknya yang harus didapatkan,” imbuh Nezar yang merupakan korban penculikan dan penyiksaan aparat ini.
Nezar menjelaskan, proses peradilan pengusutan pelanggaran HAM 98 yang dilakukan saat ini sudah berjalan maksimal. Komnas HAM selaku pihak yang melakukan pengusutan juga telah memberikan rekomendasi kepada DPR, Jaksa Agung dan Presiden Jokowi.
“Tentu saja proses judisialnya itu berada di dalam track yang berbeda tapi yang paling penting adalah korban yang sudah menunggu selama reformasi ini mendapatkan apa yang menjadi hak mereka,” terang dia.
Cita-Cita Reformasi Sudah Dirasakan
Terlepas dari itu, Sekretaris Jenderal Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) 1995-1998 mengungkapkan bahwa cita-cita gerakan reformasi 98 sudah dirasakan saat ini. Mulai dari kebebasan berpolitik hingga kebebasan menyampaikan pendapat.
“Saya kira kita mendapatkan space yang cukup besar dibanding hidup di bawah rezim diktator sebelumnya, tidak ada ruang untuk bicara, tidak ada ruang untuk mendirikan parpol. Ini saya kira harta karun reformasilah yang harus dijaga dan generasi yang tumbuh setelah 98 saya rasa menikmati kebebasan yang berlimpah ini,” tandasnya.
Advertisement