Liputan6.com, Jakarta Kebijakan terkait dengan subsidi kendaraan listrik yang akan diberikan oleh pemerintah menimbulkan pro dan kontra di ruang publik. Sebagai informasi, subsidi akan diberikan pemerintah dengan besaran yang beragam, mulai dari Rp7 juta untuk sepeda motor dan sekitar Rp25 juta hingga Rp80 juta untuk mobil.
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel pun buka suara dan menyoroti kebijakan pemerintah tersebut. Ia meminta kepada pemerintah untuk fokus membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, serta memperkuat sektor pertanian, perikanan, dan pangan pada umumnya.
Advertisement
“Subsidi untuk yang papa, bukan untuk yang berdaya. Mari kita gunakan akal sehat dan nurani kita dalam bernegara. Mana yang lebih prioritas dan urgent, membangun pertanian dengan mensubsidi petani dan pertanian atau mensubsidi mobil listrik dan pengusaha kaya?” katanya.
“Sebagai pimpinan DPR, saya prihatin sekali dengan subsidi mobil listrik ini. DPR, melalui Komisi XI, akan mendorong untuk mengundang Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk membahas anggaran ini. Mana yang mau kita prioritaskan dan mendesak,” tambah Gobel.
Gobel juga mengungkapkan bahwa saat ini, pembelian mobil listrik harus antre berbulan-bulan. Dirinya juga mengatakan agar pemerintah tidak perlu turun tangan terkait subsidi kendaraan listrik, karena tidak terdapat masalah demand yang terjadi.
"Pemerintah justru harus turun tangan dalam mengurangi kemiskinan serta menguatkan pertanian dan perikanan. Mari kita efektifkan dana negara untuk hal-hal yang prioritas dan mendesak. Keberpihakan kita harus jelas untuk siapa dan kepada siapa,” ungkapnya.
Subsidi Pupuk Alami Penurunan
Selain bersuara terkait dengan subsidi kendaraan listrik, Gobel juga menyoroti kondisi pertanian Indonesia, khususnya subsidi pupuk. Dirinya memarapkan bahwa anggaran untuk subsidi pupuk mengalami penurunan yang sangat besar dalam lima tahun ini.
Pada 2019, penurunan terjadi sebesar Rp34,3 triliun, di 2020 sebesar Rp31 triliun, lalu pada 2021 sebesar Rp29,1 triliun, pada 2022 sebesar Rp25,3 triliun, dan pada 2023 sebesar Rp24 triliun.
“Kita tidak perlu berdebat soal keabsahan data, namun yang pasti subsidi pupuk untuk petani terus menurun. Ini tentu merupakan satu masalah yang besar bagi petani. Petani kita mayoritas petani gurem," ujar Gobel.
"Mereka petani kecil yang hasilnya cukup buat hidup sehari-hari saja, sehingga saat musim tanam mereka butuh bantuan pupuk dan bibit. Itu pun hanya sebagian saja yang mendapat pupuk subsidi. Jika subsidi dikurangi maka bisa dibayangkan apa yang terjadi pada mereka,” jelasnya.
Gobel juga mengatakan bahwa Indonesia seharusnya bisa swasembada beras ketika masa puncak Covid-19 terjadi. Namun, dirinya menyayangkan langkah pemerintah untuk impor beras hingga 2 juta ton.
"Padahal di masa puncak Covid-19, Indonesia bisa swasembada beras. Namun, di tahun 2023 ini pemerintah justru menyiapkan impor beras hingga 2 juta ton," tutur Gobel.
Advertisement
Keluh Kesah Para Petani
Gobel kerap kali menerima pengaduan dari para petani. Ia menceritakan bahwa para petani ketika berada pada masa tanam, sulit mendapatkan pupuk dan bibit, selain tidak punya cukup modal
"Namun saat panen harga gabah jatuh dan hasil produksinya pun tak diserap Bulog karena kualitas gabahnya medium sehingga tak sesuai kriteria Bulog," katanya.
"Pada pasca panen ini ada masalah pengeringan dan penyimpanan, sehingga jika gabahnya digiling maka beras menjadi pecah atau warna beras buram. Jadi pemerintah harus membantu juga penanganan pasca panen melalui mesin pengering dan alat panen yang modern," lanjut Gobel.
Dirinya meminta kepada pemerintah untuk memperbanyak pengadaan Alsintan dan menciptakan ekosistem pertanian yang baik serta sesuai dengan perkembangan zaman.
"Selain ada hal-hal teknis dan edukasi, yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan instrumen fiskal dan APBN,” kata Gobel.
“APBN didistribusikan ke mana dan untuk siapa. Ini yang harus dilihat mengapa Indonesia tak maju-maju,” imbuhnya.
Sektor Pertanian Sangat Strategis
Gobel menjelaskan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis. Pasalnya, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Selain itu, sektor pertanian dapat memberikan pangan pada bangsa.
"Nasib bangsa besar akan sangat rawan jika pangan pokoknya tergantung bangsa lain. Selain itu, sektor pertanian berada di desa, sehingga menjadi kunci ketahanan masyarakat desa dan menjadi penggerak ekonomi desa," jelasnya.
Gobel juga meminta kepada pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan secara organik. Dirinya mengatakan bahwa Bansos dan BLT bukan solusi sejati dalam penanggulangan kemiskinan.
"Jadi jangan bangga dengan turunya angka kemiskinan jika faktornya karena Bansos dan BLT,” katanya.
"Penyelesaian secara organik adalah dengan memberdayakan orang miskin melalui ekosistem usaha yang membantu mereka bangkit dan berdiri di atas kakinya sendiri," tambah Gobel.
(*)
Advertisement