Abaikan Peringatan IMF, Zimbabwe Tetap Jual Kripto yang Didukung Emas

Token kripto ini, pertama kali diperkenalkan pada April, didukung oleh 139,57 kilogram emas

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 19 Mei 2023, 07:28 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Reserve Bank of Zimbabwe telah menjual token digital yang didukung emas senilai USD 39 juta atau setara Rp 57,6 miliar (asumsi kurs Rp 14.780 per dolar AS) meskipun ada peringatan dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Dilansir dari Cointelegraph, Jumat (19/5/2023), pada 12 Mei, bank sentral Zimbabwe mengumumkan telah menerima 135 aplikasi dengan total USD 39 juta untuk membeli mata uang kripto yang didukung emas.

Token kripto ini, pertama kali diperkenalkan pada April, didukung oleh 139,57 kilogram emas, dengan penjualan berlangsung dari 8 Mei hingga 12 Mei. 

Token dijual dengan harga minimal USD 10 atau setara RP 147.807 untuk individu dan USD 5.000 atau setara Rp 73,9 juta untuk perusahaan dan entitas lainnya. Periode vesting minimum untuk token adalah 180 hari, dan dapat disimpan di dompet e-gold atau kartu e-gold.

Langkah tersebut dilaporkan sebagai bagian dari upaya untuk menstabilkan perekonomian negara dan terus berlanjutnya depresiasi mata uang lokal terhadap greenback. 

Putaran kedua penjualan token digital akan diadakan dan bank telah meminta aplikasi diajukan minggu ini untuk diselesaikan pada 18 Mei. 

Gubernur Bank Sentral Zimbabwe, John Mangudya mengatakan penerbitan token digital yang didukung emas dimaksudkan untuk memperluas instrumen pelestarian nilai yang tersedia dalam ekonomi dan meningkatkan pembagian instrumen investasi serta memperluas akses dan penggunaannya oleh publik.

 


Warning IMF

Ilustrasi Kripto atau Crypto. Foto: Unsplash/Traxer

Peringatan dari IMF

Langkah ini mengikuti kehati-hatian dari Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap rencana negara Afrika untuk mata uang yang didukung emas, dengan alasan sebaliknya harus meliberalisasi pasar valuta asingnya, menurut laporan Bloomberg 9 Mei.

“Penilaian yang cermat harus dilakukan untuk memastikan manfaat dari tindakan ini lebih besar daripada biaya dan potensi risiko termasuk, misalnya, risiko makroekonomi dan stabilitas keuangan, risiko hukum dan operasional, risiko tata kelola, biaya cadangan devisa yang hilang,” kata seorang juru bicara IMF.

Zimbabwe telah berjuang melawan gejolak mata uang dan inflasi selama lebih dari satu dekade. Pada 2009, negara tersebut mengadopsi USD sebagai mata uangnya setelah periode hiperinflasi yang membuat mata uang lokal tidak berharga.

Dolar Zimbabwe diperkenalkan kembali pada tahun 2019 untuk menghidupkan kembali ekonomi lokal, tetapi volatilitas terjadi lagi.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya