Liputan6.com, Jakarta Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa buka suara soal kritikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Bappenas disindir Luhut kerap mengumbar janji surga soal kemakmuran dan keadilan ekonomi.
Namun, Suharso Monoarfa menganggap itu bukan sebagai serangan. Dia pun menyatakan bahwa kementerian yang dipimpinnya memang memiliki tugas untuk menyampaikan program lewat bahasa teknokratik.
Advertisement
"Sebenarnya saya kira pak Luhut enggak bermaksud begitu. Saya sudah coba tanya, karena kalau Bappenas ini kan adalah bahasa teknokratik, dan selamanya terukur," ujar Soeharso di JCC, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Pada dasarnya, ia menyebut tugas Kementerian PPN/Bappenas adalah untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), dan rancangan kerja pemerintah (RKP).
"Saya kira semuanya itu bukan bahasa mengecat langit, tapi bahasa teknokratik harus dicapai sekian, ini sekian," kata Soeharso.
"Bagaimana strateginya, kita kasih opsinya. Karena kita bukan lembaga eksekusi, yang melakukan eksekusi adalah daerah dan kementerian/lembaga. Cuman kita akan mengarsiteki, mengorkestrasi agar semua kegiatan itu menuju convergent," urainya.
Sebelumnya, Menko Luhut sempat mengadukan Bappenas ke Presiden Jokowi (Jokowi) lantaran terlalu banyak mengumbar janji-janji surga dengan bahasa seputar kemakmuran hingga keadilan. Termasuk dalam kaitannya dengan program hilirisasi.
"Bappenas itu saya koreksi juga di depan Bapak Presiden (Jokowi). Pak itu sudah janji surga, keadilan kemakmuran, itu terus bahasanya. Tapi how we do it? How do we execute? Itu menurut saya lebih penting," ujar Luhut beberapa waktu lalu.
Luhut menilai, Bappenas semustinya bisa melakukan hal yang lebih penting ketimbang berceloteh soal kemakmuran dan keadilan. Misalnya, memikirkan bagaimana kelanjutan hilirisasi bahan mentah.
"Bagaimana hilirisasi, kombinasikan dari nikel ore, atau dari bauksit, tin copper, apa dari mana lagi, bagaimana jadi. Ini bakal menghasilkan nilai tambah besar untuk RI," ungkap Luhut.
Menteri Bappenas Bertemu Wakil Bank Dunia, Bahas Apa?
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menerima kunjungan Wakil Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkoen. Pertemuan tersebut membahas tentang transformasi sistem pangan di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Suharso mengatakan bahwa transformasi sistem pangan diarahkan agar mampu membangun sumberdaya manusia. Dampak yang diharapkan adalah pemenuhan pangan dan gizi yang cukup, beragam, bergizi seimbang, dan aman.
Lebih luas lagi, transformasi sistem pangan diharapkan mampu memberikan dampak (impacts) lebih besar pada pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, sebagaimana termuat dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Dalam konteks global, saya menjelaskan bahwa transformasi sistem pangan merupakan salah satu upaya dari UN Decade Actions untuk mencapai SDGs pada tahun 2030," kata Suharso dikutip dari Instagram pribadinya @suharsomonoarfa, Rabu (10/5/2023).
Menurutnya, Indonesia telah memberikan komitmen yang tinggi kepada masyarakat dunia, baik untuk melaksanakan dan mencapai target-target TPB/SDGs, maupun untuk melaksanakan transformasi sistem pangan itu sendiri
"Hal ini merupakan kontribusi nyata Indonesia, dalam membangun peradaban dunia yang lebih baik dan lebih berkelanjutan," ujarnya.
Lebih lanjut, untuk menuju Indonesia Emas 2045, Indonesia harus mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) yang sudah berlangsung hampir 30 tahun. Pada tahun itu pula, Indonesia harus mampu menjadi sebuah negara maju yang semakin berdaulat, adil dan makmur.
Advertisement
Manfaatkan Bonus Demografi
Dalam melaksanakan komitmen global dan mencapai Indonesia Emas 2045, Suharso menegaskan bahwa salah satu momentum yang harus dijaga adalah pemanfaatan bonus demografi.
"Dalam konteks besar tersebut, pembangunan pangan dan gizi serta transformasi sistem pangan berperan nyata dalam menyiapkan generasi Indonesia Emas 2045," jelasnya.
Disisi lain, dia menilai banyak hal mendasar yang perlu diperbaiki dan dipersiapkan, salah satunya adalah isu stunting pada balita. Isu stunting balita sangat mempengaruhi kinerja pembangunan nasional.
"Isu stunting balita merupakan salah satu tantangan yang harus diselesaikan agar bisa mencapai target SDGs sebelum tahun 2030. Isu stunting balita juga mempengaruhi beberapa capaian Indonesia, sebagaimana tercermin dalam beberapa indeks, antara lain Global Hunger Index dan Global Food Security Index," pungkasnya.