Liputan6.com, Jakarta Perusahaan telekomunikasi multinasional asal Inggris, Vodafone, mengungkapkan akan memangkas 11.000 pekerjanya selama tiga tahun ke depan.
Melansir laman BBC, Rabu (17/5/2023) keputusan PHK di Vodafone datang karena kepala eksekutif baru perusahaan menetapkan rencana untuk merombak penyususan kerja raksasa telekomunikasi itu.
Advertisement
Pemangkasan karyawan di Vodafone setara dengan sekitar sepersepuluh dari tenaga kerja globalnya dan akan memengaruhi kantor pusatnya di Inggris dan negara lain.
"Kinerjanya belum cukup baik," kata Direktur Keuangan Vodafone, Margherita Della Valle.
Vodafone memiliki 12.000 staf di Inggris, berbasis di tujuh kantor, termasuk di kantor pusat Inggris di Berkshire.
Perusahaan telekomunikasi yang memiliki 104.000 pekerja di seluruh dunia tahun lalu, sebelumnya telah menguraikan rencana untuk memangkas pekerjaan di beberapa daerah.
Raksasa telekomunikasi Inggris itu telah berjuang dengan biaya energi yang tinggi menaikkan biaya dan berdampak pada keuntungannya.
Penjualan di Jerman
Selain itu, Vodafone juga melihat penjualan yang lebih lemah di Jerman, yang merupakan pasar terbesarnya, serta Italia dan Spanyol di mana perusahaan berjuang untuk mengimbangi para pesaingnya.
"Sebagian dari itu dapat dikaitkan dengan penurunan tingkat kepuasan pelanggan di wilayah tersebut," ungkap Matt Britzman, seorang analis di perusahaan investasi Hargreaves Lansdown.
Di Inggris, layanan broadband Vodafone sempat menjadi yang paling banyak mendapat keluhan dari penyedia utama mana pun dalam tiga bulan hingga Desember, menurut pengawas industri Ofcom.
"Agar konsisten memberikan pelayanan terbaik, Vodafone harus berubah," imbuh Della Valle, yang ditunjuk sebagai kepala baru Vodafone pada bulan Januari, dan menjabat sebagai direktur keuangan interim sampai penggantinya ditemukan.
"Prioritas saya adalah pelanggan, kesederhanaan, dan pertumbuhan. Kami akan menyederhanakan organisasi kami, menghilangkan kerumitan untuk mendapatkan kembali daya saing kami," jelasnya.
PHK Lagi, Morgan Stanley Bakal Pangkas 7 Persen Karyawan di Asia
Bank investasi asal Amerika Serikat, Morgan Stanley, dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk memangkas 7 persen tenaga kerjanya di Asia-Pasifik.
Mengutip US News, Selasa (16/5/2023) karyawan Morgan Stanley di China diperkirakan akan menjadi yang paling terdampak dalam PHK terbaru bank investasi itu, karena hubungan yang memburuk dengan AS dan pertumbuhan ekonomi yang lemah.
Morgan Stanley kemungkinan akan mulai berkomunikasi dengan bankir yang terkena dampak PHK pekan ini, dengan lebih dari 40 pekerja berisiko, termasuk unit pasar modal, menurut seorang sumber terkait kabar tersebut.
Divisi lain mungkin juga sedikit terpengaruh, menurut sumber itu, menambahkan keputusan akhir tentang jumlah pemutusan hubungan kerja belum dibuat.
PHK di Asia merupakan bagian dari rencana Morgan Stanley untuk mengurangi sekitar 3.000 pekerjanya secara global pada akhir kuartal ini.
Perusahaan yang berbasis di New York itu telah memberhentikan sekitar 50 pekerja sejauh ini di Asia, dan sejumlah besar dari mereka adalah bankir yang berfokus pada pelayanan di China.
Beberapa putaran pemutusan hubungan kerja secara berurutan jarang terjadi di Asia. Di Morgan Stanley, wilayah tersebut telah memberikan kontribusi sekitar 13 persen terhadap pendapatan bersih grupnya dalam lima tahun terakhir, mencapai USD 6,7 miliar pada akhir 2022 lalu.
Sebelum keputusan PHK, Morgan Stanley melaporkan pendapatan bersih kuartal pertama sebesar USD 2 miliar di Asia, turun 2 persen dari periode yang sama tahun lalu, dibandingkan dengan penurunan 25 persen di Eropa, Timur Tengah dan Afrika, menurut pengajuan terbarunya.
Advertisement
Menaker Bongkar Biang Kerok Banyaknya PHK di Tanah Air
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengungkap penyebab dari maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tanah air. Termasuk adanya PHK di sektor produsen alas kaki.
Ida menyebut, salah satu yang jadi sebab adalah menurunkan permintaan terhadap perusahaan terkait. Ini bisa disebabkan oleh melemahnya ekonomi Eropa dan Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan ekspor untuk produk-produk alas kaki asal Indonesia.
"Kalau padat karya alas kaki misalnya itu memang karena permintaan di Eropa dan Amerika yang berkurang, bahkan tidak ada lagi permintaan," ujarnya saat ditemui di Hotel Pullman, Senin (15/5/2023).
Ida mengungkapkan dalam upaya mencegah PHK, pihaknya juga telah menjadi mediator antara pekerja dan pengusaha di industri tersebut. Dia mengklaim berhasil mempertahankan cukup banyak pekerja yang terancam PHK.
Menaker pun turut merujuk pada aturan yang dibuatnya. Yakni, Permenaker Nomor 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Menurutnya, aturan ini jadi salah satu upaya untuk mencegah PHK.
"Banyak sekali (mediasi) tapi memang tidak kami rilis itu alhamdulillah dari mediasi itu kami bisa mencari titik temu. Tidak sedikit memang yang bisa kami pertahankan agar mereka tetap bekerja," kata dia.
"Kebijakan di antara kementerian yang sudah kami lakukan, misalnya kalau teman-teman yang terutama alas kaki yang berorientasi ekspor Eropa dan Amerika yang memang permintaannya itu berkurang, bahkan tidak ada permintaan sama sekali, kami juga kan memberikan kelonggaran dengan berbagai syarat," katanya.