Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) meluncurkan Petunjuk Teknis Pemberian Makanan Tambahan atau Juknis PMT Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil.
PMT berbasis pangan lokal adalah makanan tambahan yang terbuat dari bahan lokal dan diberikan untuk meningkatkan status gizi pada sasaran.
Advertisement
Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Maria Endang Sumiwi mengatakan bahwa Juknis PMT ini berfungsi memberikan intervensi lebih awal ketimbang juknis sebelumnya soal pemberian biskuit. Juknis baru ditujukan untuk membantu balita yang berat badannya tidak naik setelah satu bulan dan ibu hamil.
“Kalau untuk Juknis yang baru kita menggunakan bahan pangan lokal, biskuit tetap kita gunakan dalam situasi-situasi emergensi, saat situasi bencana ketika dapur umum belum tersedia,” kata Maria saat ditemui usai acara Launching Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berbahan pangan lokal untuk Ibu Hamil dan Balita di Jakarta, Rabu (17/5/2023).
Sementara, konsumsi rutin sesuai Juknis yang baru berasal dari bahan pangan lokal yang disesuaikan dengan ketersediaan di masing-masing daerah.
“Menu-menunya sudah kita buatkan tapi sesuai dengan ketersediaan bahan pangan di daerah masing-masing.”
Maria menambahkan, saat ini dana alokasi khusus untuk penyediaan PMT berbahan pangan lokal sudah tersedia di puskesmas-puskesmas yang berada di 389 kabupaten/kota dengan fiskal sedang dan rendah.
“Untuk 125 kabupaten/kota dengan fiskal tinggi kita harapkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bisa mendanai, tapi tentu partisipasi masyarakat sangat dibuka agar bisa menyukseskan bahan pangan lokal ini untuk pemberian makanan tambahan balita dengan masalah gizi dan ibu hamil dengan kekurangan energi kronik (KEK).”
Alur Mendapatkan PMT
Untuk mendapatkan PMT berbahan pangan lokal, semua ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan minimal enam kali selama hamil.
“Pada saat periksa pertama, itu akan diskrining status gizinya. Kalau status gizinya kita temukan kurang energi kronis, lingkar lengan di bawah 23,5 atau body mass index (BMI) sebelum kehamilan di bawah 18,5 itu mendapatkan PMT.”
“Pada balita, alurnya semua balita harus selalu datang ke posyandu sebulan sekali, untuk ditimbang dan diukur tingginya. Karena pada saat itulah kita bisa menemukan balita-balita yang tidak naik berat badannya dibandingkan bulan lalu, atau yang berat badannya kurang, atau gizi kurang,” jelas Maria.
Kondisi-kondisi ini ditemukannya di posyandu. Setelah ditemukan, maka balita akan dikirim ke puskesmas terlebih dahulu. Pasalnya, terkadang, balita-balita ini memiliki penyakit lainnya yang perlu dicek.
“Jadi penyakit lainnya bisa diobati, masalah gizinya bisa diatasi dengan makanan tambahan.”
Advertisement
Tujuan PMT
Dijelaskan pula bahwa juknis ini memiliki tujuan umum untuk menyediakan acuan pelaksanaan PMT berbahan pangan lokal.
Sementara tujuan khususnya yakni:
- Menjelaskan penyelenggaraan PMT berbahan pangan lokal bagi ibu hamil
- Menjelaskan penyelenggaraan PMT berbahan pangan lokal bagi balita
- Menjelaskan monitoring dan evaluasi PMT berbahan pangan lokal
- Menjelaskan pembiayaan dan administrasi PMT berbahan pangan lokal.
Sementara, sasaran penerima makanan tambahan berbasis pangan lokal adalah:
- Balita berat badan tidak naik
- Balita berat badan kurang
- Balita gizi kurang.
Contoh PMT Berbahan Pangan Lokal
Contoh PMT berbahan pangan lokal untuk balita 6 sampai 59 bulan untuk satu kali sajian adalah:
- Makanan pokok (beras) 50 gram atau setengah gelas
- Lauk hewani 1 (telur) 30 gram atau 1 butir telur ayam ukuran kecil.
- Lauk hewani 2 (ayam/ikan/daging) 30 gram atau setengah potong sedang ayam atau daging/ setengah ekor ikan ukuran sedang.
- Lauk nabati (kacang-kacangan/tempe/tahu) 25 gram atau setengah potong sedang.
- Sayur 30 gram atau 1/3 gelas ukuran 250 ml.
- Buah 50 gram atau 1 buah.
- Minyak/lemak 5 gram atau 1 sendok teh.
"Ini berupa tambahan asupan 30-50 persen dari kebutuhan total kalori harian dan bukan sebagai pengganti makanan utama."
Advertisement