Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara dapat memangkas polusi plastik hingga 80 persen dalam waktu kurang dari dua dekade, menurut laporan baru dari United Nations Environment Programme atau UNEP. Polusi plastik adalah momok yang memengaruhi setiap bagian dunia, mulai dari Arktik, lautan, udara yang kita hirup, bahkan mengubah ekosistem.
Dikutip dari CNN, Rabu, 17 Mei 2023, para ilmuwan baru-baru ini menemukan bebatuan yang terbuat dari plastik di sebuah pulau terpencil di Brasil. Kini, ada begitu banyak plastik yang berputar-putar di beberapa bagian Samudra Pasifik sehingga komunitas makhluk pesisir hidup subur di sana, ribuan mil dari rumah mereka.
Advertisement
Beberapa dekade terakhir tingkat produksi plastik melonjak, terutama plastik sekali pakai, dan sistem pengelolaan limbah tidak dapat mengimbanginya. Dunia menghasilkan 139 juta metrik ton sampah plastik sekali pakai pada 2021.
Produksi plastik global akan meningkat tiga kali lipat pada 2060 jika tidak ada tindakan yang diambil. Laporan UNEP bertujuan untuk menawarkan peta jalan kepada pemerintah dan bisnis untuk secara dramatis mengurangi tingkat polusi plastik.
Hal tersebut berfokus pada tiga strategi utama, yakni penggunaan kembali, daur ulang dan bahan alternatif. Menggunakan kembali plastik akan memiliki dampak terbesar, menurut laporan tersebut, yang merekomendasikan opsi promosi seperti botol isi ulang, program deposit untuk memberi insentif kepada orang agar mengembalikan produk plastik dan program pengembalian kemasan. Upaya ini akan menjadi "pergeseran pasar yang paling kuat", mengurangi polusi plastik hingga 30 persen pada 2040, kata laporan itu.
Cara Kurangi Sampah
Meningkatkan tingkat daur ulang dapat mengurangi polusi plastik hingga 20 persen lebih lanjut, menurut laporan tersebut. Hanya sekitar 9 persen plastik yang didaur ulang secara global setiap tahun, dan sisanya berakhir di TPA atau dibakar. Laporan tersebut juga merekomendasikan penghentian subsidi bahan bakar fosil yang membantu membuat produk plastik baru lebih murah, yang mengurangi insentif daur ulang dan penggunaan bahan alternatif.
Bahan bakar fosil adalah bahan mentah untuk hampir semua plastik. Penggunaan bahan alternatif yang tepat untuk produk sekali pakai, seperti pembungkus dan sachet, termasuk beralih ke bahan kompos yang lebih mudah terurai, dapat mengurangi polusi plastik hingga 17 persen, menurut laporan tersebut.
"Cara kami memproduksi, menggunakan, dan membuang plastik mencemari ekosistem, menciptakan risiko bagi kesehatan manusia, dan membuat iklim tidak stabil," kata Inger Andersen, Direktur Eksekutif UNEP, dalam sebuah pernyataan.
Ia menambahkan, "Laporan UNEP ini menjabarkan peta jalan untuk secara dramatis mengurangi risiko ini dengan mengadopsi pendekatan melingkar yang menjaga plastik keluar dari ekosistem, keluar dari tubuh kita dan dalam perekonomian."
Advertisement
Butuh Standar Lebih Ketat
Laporan tersebut memperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk perubahan yang direkomendasikannya akan menelan biaya sekitar 65 miliar dolar AS atau setara Rp966,8 triliun per tahun, tetapi mengatakan jumlah ini jauh melebihi biaya untuk tidak melakukan apa-apa. Pindah ke ekonomi di mana plastik digunakan kembali dan didaur ulang dapat menghasilkan penghematan 3,25 triliun dolar AS pada 2040, menurut laporan tersebut, dengan menghindari dampak negatif plastik, termasuk pada iklim, kesehatan, udara, dan air.
Mengurangi plastik hingga 80 persen akan menghemat 0,5 miliar ton polusi karbon yang menghangatkan planet setiap tahun, menurut perkiraan laporan tersebut. Hal tersebut juga bisa menciptakan 700.000 pekerjaan baru, sebagian besar di negara berkembang.
Bahkan dengan semua perubahan ini, dunia masih harus mengelola sekitar 100 juta metrik ton sampah plastik dari produk berumur pendek pada 2040, menurut laporan tersebut. Beratnya setara dengan hampir 5 juta kontainer pengiriman, tersebar dari ujung ke ujung, ini dapat menjangkau dari Kota New York ke Sydney, Australia, dan kembali lagi.
Sampah Melebihi Jumlah Ikan
Mengatasi ini akan membutuhkan standar yang lebih ketat untuk limbah yang tidak dapat didaur ulang dan meningkatkan tanggung jawab produsen atas dampak produk plastik mereka, menurut laporan tersebut. Laporan itu muncul saat negara-negara bersiap untuk putaran kedua negosiasi di Paris akhir bulan ini yang bertujuan untuk menyetujui perjanjian plastik internasional pertama di dunia, yang akan membahas seluruh umur plastik dari produksi hingga pembuangan. Perjanjian itu akan mencakup pembatasan pada manufaktur plastik tetap menjadi poin penting.
Sementara, menurut data International Union for Conservation of Nature sebanyak 80 persen pencemaran di laut berasal dari plastik dengan 8--14 metrik ton plastik berakhir di laut setiap tahunnya. Jumlah yang sangat banyak, belum lagi terdapat 50--75 triliun keping plastik dan mikroplastik di lautan.
Jumlah sampah plastik diperkirakan akan melebihi jumlah ikan di laut pada 2050. Masalah ini berdampak serius, tak hanya bagi kehidupan ekosistem laut, tetapi juga pada ketahanan pangan dan kesehatan manusia.
Advertisement