Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 1.000 ekor ikan koi asal Jepang, dimusnahkan Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I, di Tempat Pemeriksaan Fisik BKIPM Jakarta I Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (17/5/2023).
Pemusnahan tersebut dilakukan lantaran ribuan ikan hias tersebut positif mengandung virus Carpedema virus disease (CEVD) atau biasa disebut koi sleepy disease.
Advertisement
"Penyakit ini menjadi ancaman bagi penggemar koi dan budidaya ikan mas di seluruh dunia," ujar Kepala Balai Besar KIPM Jakarta I Heri Yuwono.
Heri menjelaskan, virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dan tingkat kematian yang tinggi. Ikan yang sakit dapat menunjukkan hemoragik dengan pembengkakan (edema) pada jaringan di bawahnya atau menggantung tepat di bawah permukaan air.
Penyakit ini juga disebut sebagai 'koi sleepy disease' (KSD) karena ikan yang terinfeksi menjadi lesu dan tidak responsif.
"Makanya virus ini bisa dengan mudah menyebar ke ikan-ikan lain yang sewadah atau sekolam dengan ikan yang sudah terinfeksi virus ini, makanya jadi momok menakutkan juga bagi pembudidaya ikan hias," jelasnya.
Selain ikan hias koi, pihaknya juga menemukan ikan Hirame atau Paralichthys olivaceus asal Jepang yang terinfeksi penyakit ikan karantina golongan I, yaitu Viral haemorhagic septicemia (VHS) sebanyak 83,3 kg.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus patogen viral haemorrhagic septicemia virus (VHSV). Virus ini mampu menginfeksi ikan-ikan air laut dan air tawar, serta dapat menyebabkan kematian dengan tingkat kematian mencapai 90 persen.
"Ikan yang terinfeksi umumnya menunjukkan adanya pendarahan pada kulit, dan otot daging khususnya bagian dorsal (punggung)," tutur dia.
Dicegah Agar Tak Masuk Wilayah Indonesia
Selain itu juga ditemukan luka pada bagian organ dalam, yaitu ginjal berwarna merah gelap (phase akut), pembesaran pada limpa dan hati dan insang berwarna pucat. VHSV dapat bertahan pada jaringan ikan inang, dan dapat kembali menjadi infectious, walaupun jaringan ikan disimpan dalam waktu lama selama disimpan dalam kondisi beku.
"Dengan kemampuan menginfeksi ikan air laut dan tawar, maka risiko penularan virus ini sangat tinggi. Hal ini tentunya sangat berbahaya untuk kelangsungan budidaya ikan air tawar dan laut di Indonesia seperti budidaya sidat, belut, betutu, maupun ikan kerapu. Oleh karena itu, virus ini harus dicegah agar tidak masuk dan menyebar ke dalam wilayah Republik Indonesia," ungkapnya.
Selain komoditi terinfeksi virus, puluhan komoditi lainnya yang tak memiliki dokumen yang lengkap juga ikut dimusnahkan. Komoditi tersebut berasal dari berbagai negara seperti Turki, Abu Dhabi, China, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan Thailand yang tidak dilengkapi dengan Health Certificate dari negara asal.
Media pembawa atau ikan ini merupakan hasil penegahan KPU Bea Cukai Tipe C Bandara Soekarno-Hatta yang yang terdiri dari cumi kering 20 kg, cumi beku 15 kg, daging gurita 10 kg, daging kerang 20 kg, ikan beku 60 kg, ikan kering 100 kg, kepiting China /Hairy Crab 10 kg, labi-labi beku 2 ekor / 3 kg, mackarel fllet 3 box/ 60 kg, ikan hias Pleco & Corydoras 85 ekor, sea urchin/uni 40.5 kg, dan telur ikan tuna 5 kg.
Advertisement