Liputan6.com, Jakarta - Para orangtua murid di Waldorf School of Garden City, Long Island, Amerika Serikat (AS) geram. Beberapa di antaranya bahkan mengancam akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah karena kurikulum pendidikan seks mengajarkan, seperti seks oral dan anal, serta masturbasi dengan ilustrasi untuk siswa kelas lima SD.
Melansir NY Post, Rabu, 17 Mei 2023, bagian dari kurikulum pendidikan seks baru, yang berasal dari Unitarian Universalist Church dan disebut Our Whole Lives (OWL), baru saja diumumkan secara resmi pada para orangtua murid pada Maret 2023 oleh pihak sekolah.
Advertisement
Dalam pengajaran, buku kontroversial berjudul "It's Perfectly Normal" juga digunakan. Menurut para orangtua, itu awalnya dimaksudkan untuk anak-anak lebih besar karena berisi materi yang terlalu gamblang untuk siswa kelas lima SD.
"Itu membuat saya mual secara fisik," kata seorang ibu pada The Post. "Ada satu halaman penuh tentang kontrasepsi, seks vaginal dan anal, dan lebih banyak lagi tentang bagaimana hal itu normal. Ini jelas mendorong agenda (tertentu) dan sangat keterlaluan."
Praktik belajar mengajar di Sekolah Waldorf didasarkan pada ajaran Rudolf Steiner, filsuf dan guru Austria abad ke-19, yang lebih percaya pada ajaran pengalaman dan lembut daripada pedagogi yang disiplin. Steiner percaya bahwa "manusia adalah makhluk roh, jiwa, dan tubuh rangkap tiga yang kapasitasnya terungkap dalam tiga tahap perkembangan menuju kedewasaan: masa kanak-kanak awal, anak-anak, dan remaja."
Di Sekolah Waldorf, siswa SD, yang biaya sekolah untuk kelas lima menghabiskan 30.350 dolar AS (sekitar Rp461,7 juta) setahun, belajar ketika membaca "It’s Perfectly Normal," antara lain, bahwa "orang Yunani kuno berpikir cinta antara dua pria adalah bentuk cinta tertinggi."
Ada Intimidasi dan Ancaman pada Orangtua Siswa?
Ada juga bagian dalam buku tentang bagaimana anak-anak, baik dari jenis kelamin yang sama atau jenis kelamin yang berbeda, "bahkan dapat melihat dan menyentuh tubuh satu sama lain." Ini adalah jenis "penjelajahan yang normal" dan tidak selalu ada hubungannya dengan apakah seseorang itu straight, gay, lesbian, atau biseksual.
Lima orangtua berbicara pada The Post tentang kurikulum pendidikan seks yang baru dan meminta agar mereka tidak diidentifikasi karena mengatakan beberapa orangtua telah "diintimidasi" dan diancam akan dicap sebagai "melawan keragaman" karena angkat bicara.
Seorang ibu mengaku kesal, mengatakan bahwa ia takut akan pembalasan dari sekolah, tempat para orangtua menandatangani kontrak setiap bulan Februari untuk pendaftaran anak-anak mereka di tahun berikutnya.
"Sekolah ini adalah satu-satunya tempat di mana mereka selalu membiarkan anak-anak jadi anak-anak dan mereka selalu berusaha menjauhkan mereka dari media sosial dan televisi," kata seorang ibu lain.
Ia menyambung, "Tapi, ideologi ini sekarang jadi fokus utama sekolah. Saya mendukung keragaman dan inklusi, tapi itu mengambil nada yang sama sekali baru ketika anak pulang untuk memberi tahu Anda tentang kata ganti tertentu dan bertanya tentang seks oral."
Advertisement
Kemungkinan Adanya
Salah satu dari banyak latihan dalam kurikulum OWL melibatkan penjelasan pada anak-anak bagaimana mereka salah dalam memikirkan hal-hal tertentu hanya untuk satu jenis kelamin. Para guru membagikan "Kartu Variasi Gender" dan anak-anak didorong membayangkan suatu hari mereka terbangun "dengan tubuh dan identitas gender yang berbeda" dari sebelumnya.
Karena kekhawatiran ini, para orangtua telah menggelar pertemuan di sekolah bulan lalu, tapi kegiatan ini ditanggapi dengan narasi "menghindar" dan "gaslighting" oleh administrator dan fakultas sekolah, beberapa orangtua mengatakan pada The Post.
"Kekhawatiran saya bahwa ketika ide-ide dibawakan di kelas berulang kali, itu memiliki arti penting tertentu bagi anak dan sekarang dimasukkan ke dalam kesadaran anak," kata seorang ibu selama pertemuan selama dua jam, bulan lalu, dalam rekaman yang diterima outlet itu.
Ia mengatakan, anaknya yang berusia 10 tahun dipaksa belajar tentang masturbasi sebelum ia pernah mendengar kata itu sebelumnya, dan dorongan yang dimaksud "berdampak pada cara berpikirnya," sebutnya.
OWL adalah bagian dari inisiatif Pendidikan Seksualitas Komprehensif (CSE) yang didukung Presiden AS Barack Obama setelah ia menjabat dan memutuskan sebagian besar hubungan dengan program pendidikan seks bertema pantangan demi CSE.
Sharon Slater, salah satu pendiri Family Watch International, mengatakan kurikulum OWL yang digunakan oleh Sekolah Waldorf di Garden City mendapat skor 15 dari 15 kemungkinan "elemen berbahaya" dalam analisis organisasi.
"Jenis kurikulum ini dimaksudkan memisahkan anak-anak dari nilai-nilai orangtua mereka," kata Slater. "Ini tentang dekonstruksi nilai. Mereka diberi tahu di usia muda bahwa mereka memiliki hak atas kenikmatan seksual dan pengetahuan seksual dan sering membuat anak-anak menentang pandangan dan nilai orangtua mereka tentang seks dan seksualitas."
Tanggapan Pihak Sekolah
Juru bicara Undercover Mother, perkumpulan orangtua nasional yang prihatin tentang apa yang mereka sebut "kartel" dari National Association of Independent Schools (NAIS) yang mengawasi sekolah swasta termasuk sekolah Waldorf, mengatakan bahwa pendidikan seks dan gender yang serupa membanjiri sekolah swasta di negara itu.
Ia berkata, "Sekolah tidak lagi dalam bisnis pendidikan. Mereka dalam bisnis mendestabilisasi anak-anak dan membuat mereka memikirkan alat kelamin mereka sepanjang hari dan mempekerjakan guru aktivis untuk melakukannya."
Administrator Sekolah Waldorf di Garden City merujuk The Post ke juru bicara sekolah yang tidak menanggapi pertanyaan spesifik, tapi mengirim pernyataan melalui email oleh Kelly O'Halogan, ketua fakultas di sekolah.
“Buku yang dipermasalahkan adalah sumber tambahan opsional untuk orangtua yang belum pernah digunakan di kelas," kata O’Halogan dalam email tersebut.
"Semua kurikulum kami dipilih dengan cermat, dan kami menyambut baik kolaborasi dengan orangtua untuk terus memberikan pendidikan inklusif dan sesuai usia bagi siswa kami. Kami adalah sekolah yang mengajarkan siswa kami untuk menghargai perbedaan individu, dan kami menyadari bahwa ada kekuatan dan kebijaksanaan dalam keragaman kita," ia menyambung.
Advertisement