Liputan6.com, Jakarta - Dalam gelaran KTT ASEAN 2023, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), beberapa waktu lalu, Indonesia dan negara ASEAN telah sepakat untuk membangun ekosistem kendaraan listrik. Selain itu, negara-negara di Asia Tenggara ini, juga sesumbar untuk menjadi pusat perkembangan elektrifikasi global.
Dijelaskan Moeldoko, Ketua Umum Perhimpunan Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), negara di ASEAN, terutama Indonesia memiliki sumber daya untuk perkembangan kendaraan listrik.
Advertisement
"Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand sepakat mengembangkan kendaraan elektrifikasi. Indonesia akan menjadi penghubung untuk kendaraan listrik dunia," jelas Moeldoko, di sela-sela pembukaan pameran kendaraan listrik PEVS 2023, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Lanjut Moeldoko, ekosistem mobil listrik itu cukup panjang. Pertama, industri di dalamnya ada baterai, motor, controller.
"Berikutnya, dari sisi keuangan, sudahkah pemerintah memberi kemudahan kepada para pembeli untuk mendapatkan pembiayaan itu mudah? Lalu customer, apakah yang harus mendapatkan insentif dari pemerintah itu semua pembeli mobil listrik atau kendaraan listrik?," tegas Moeldoko.
Sementara itu, pria yang juga menjabat sebagai Kepada Staf Kepresidenan (KSP) RI juga menyinggung kesiapan SPKLU, apakah pemerintah berkontribusi atau semuanya diserahkan ke swasta.
"Jangan sampai industri ingin membangun SPKLU, tapi ada pertanyaan belum ada kendaraan listriknya. Sementara produsen bertanya, mana SPKLU-nya. Untuk itu PLN dan Pertamina menjadi ujung tombak untuk membangun itu dan saat ini sudah diikuti swasta," pungkasnya.
Moeldoko Bicara Soal Insentif Kendaraan Listrik yang Direspons Lambat
Mendorong penggunaan dan peralihan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), pemerintah telah memberikan subsidi, baik untuk mobil, motor, maupun bus listrik. Namun, insentif untuk pembelian kendaraan ramah lingkungan ini, dinilai lambat dan tidak mendapatkan respons yang baik di masyarakat.
Dijelaskan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), pemerintah telah melakukan rapat evaluasi kebijakan tersebut, dan di mana letak faktor yang menjadi penghambat berjalannya insentif kendaraan listrik.
"Jadi, karena apa itu subsidi maka itu tidak bisa dinikmati semua. Maka itu, bisa jadi penyebab lambatnya insentif," jelas Moeldoko, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), di sela-sela PEVS 2023, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
Lanjut Moeldoko, faktor kedua, bisa saja karena restitusi. Jadi, dari PPN sebesar 11 persen, 1 persen dibayar oleh konsumen. Namun, dealer menanggung pajak tersebut, dan akan dibayarkan atau digantikan oleh pemerintah.
"Dikhawatirkan Restitusi yang setahun baru dibayar oleh pemerintah, maka itu akan menjadi beban bagi dealer-dealer. Itulah yang menjadi bahan diskusi kita," jelasnya.
Sebelumnya, Moeldoko juga menyampaikan menyebut kebijakan pemerintah terkait pemberian insentif kendaraan listrik optimistis mampu mempercepat pembangunan ekosistem di Tanah Air. Pasalnya, subsidi ini akan membuat industri dan pasar mobil, motor, dan bus listrik akan lebih menggeliat.
"Pemberian insentif PPN tersebut merupakan komitmen pemerintah dalam mengikuti perkembangan dunia akan transisi energi bersih dengan penggunaan kendaraan listrik," jelasnya.
Advertisement