Pengamat Politik Ingatkan Pemilu 2024 Ada di Tangan Rakyat, Bukan Jokowi

Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, tindak-tanduk Presiden Jokowi menjelang Pemilu 2024, khususnya Pilpres mulai menunjukkan sinyal kepada partai dan rakyat bahwa sesungguhnya Jokowi lebih dari sekedar King Maker.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 18 Mei 2023, 09:15 WIB
Presiden Jokowi saat tiba di Istora Senayan, Jakarta Pusat, menghadiri di puncak musyawarah rakyat (Musra) Indonesia, Minggu (14/5/2023). (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, tindak-tanduk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pemilu 2024, khususnya Pilpres mulai menunjukkan sinyal kepada partai dan rakyat bahwa sesungguhnya Jokowi lebih dari sekedar King Maker.

Bukan tanpa sebab, hal itu diawali dengan pendeklarasian calon presiden yang lebih cepat dari jadwal, yang sebetulnya sudah disiapkan yakni saat Haul Bung Karno 1 Juni mendatang.

"Pengumumannya jauh lebih cepat dari itu, kita terkaget-kaget ketika PDI-P dan Megawati mengumumkan calon presiden (capres) di saat semua orang lagi berfikir mudik pakai apa? dan lagi fokus masak opor Ayam persiapan menu lebaran, wajar kita bartanya-tanya, kekuatan apa yang membisikkan Megawati sampai begitu cepat deklarasi Ganjar diumumkan sebagai capres PDI-P?," tulis Pangi dalam keterangan diterima, Kamis (18/5/2023).

Usai pendeklarasian yang akhirnya mendapuk Ganjar Pranowo, lanjut Pangi, langkah berikutnya adalah Jokowi ingin memastikan calon wakil presiden yang berpasangan dengan Ganjar adalah orang yang tepat sesuai dengan yang dia kembali inginkan. Pangi yakin, relawan pro Jokowi adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakannya.

"Relawan digerakkan melalui serangkaian acara bertajuk Musyawarah Rakyat (Musra). Musra sepertinya sudah dijadikan sebagai daya tawar oleh Jokowi untuk bernegosiasi dengan partai politik (terutama dengan PDI-P) untuk memuluskan langkahnya dan sejauh ini telah terbukti cukup ampuh," yakin Pangi.

Namun Pangi mewanti, langkah politik presiden Jokowi tidak sepenuhnya bisa diterima. Sebab, Jokowi bukanlah seorang yang 'bebas'. Jokowi masih seorang presiden yang diyakini netralitasnya. Bila kebablasan, hal tersebut akan menjadi “preseden” buruk karena tanpa rasa malu menjadikan dirinya seolah makelar demi kepentingan politik temporal.

"Ini akan merendahkan dirinya sendiri, seorang presiden sudah selayaknya naik level menjadi seorang negarawan bukan hanya sekadar politisi pragmatis gila kuasa," tegas pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting ini.


Potensi Kecurangan Pemilu di Depan Mata

Presiden Jokowi menghadiri Puncak Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di Istora Senayan Jakarta, Minggu (14/5) (Istimewa)  

Pangi percaya, keterlibatan aktif Jokowi dalam melakukan negosiasi bahkan menunjukkan dukungan secara terbuka akan memberikan dampak negatif yang sangat berbahaya terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti. Netralitas akan menjadi isapan jempol baik dari penyelenggara dan bahkan dari aparat negara yang lain (ASN, TNI-POLRI).

"Itu artinya penyelenggaraan pemilu yang curang sudah di depan mata," ungkap Pangi.

Pangi mencatat, pidato Jokowi yang berapi-api Jokowi di hadapan relawan yang penuh dengan harapan, janji dan jargon politik yang selalu membawa-bawa nama 'rakyat', menunjukkan sepertinya ada sesuatu yang belum selesai.

"Pidato berapi-api di hadapan relawan menimbulkan kesan bahwa Jokowi lebih terlihat sebagai seorang calon presiden ketimbang King Maker," Pangi menandasi.

Infografis 3 Capres Teratas Hasil Musra Relawan Jokowi. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya