Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar Ukraina di Indonesia mengenang peristiwa genosida dan deportasi massal terhadap etnis Tatar Crimea yang dilakukan oleh Uni Soviet. Pada 18 Mei 1944, deportasi massal membuat rakyat etnis tersebut harus pergi dari tanah air mereka.
Deportasi massal itu terjadi di tengah Perang Dunia II. Proses deportasi juga tidak berlangsung lancar karena warga Tatar Crimea mengalami berbagai penderitaan.
Advertisement
"Pada 18 Mei 1944, pihak berwenang Soviet mulai memaksa deportasi rakyat asli Crimea, yakni Tatar Crimea, dari satu-satunya tanah air mereka. Setelah perang mengerikan yang terjadi di Crimea, serta seluruh Ukraina, serta seluruh Eropa, seluruh rakyat di sana dibuat berada di ujung tanduk," tulis keterangan Kedubes Ukraina di Jakarta, Kamis (18/5/2023).
Situs Ukraine Crisis Media Center menyebut setidaknya ada 191 ribu orang Tatar Crimea terusir karena kebijakan Soviet tersebut.
Nyaris 8.000 warga Tatar Crimea meninggal selama deportasi, sementara puluhan ribu lainnya meninggal akibat kondisi eksil. Mereka dibawa ke Uzbekistan yang dulunya juga dikuasai Soviet.
Pihak Ukraina menyorot bahwa Rusia - sebagai penerus Uni Soviet - kembali berusaha menghancurkan Crimea. Hal itu dimulai sejak aneksasi 2014. Rusia pun melanjutkan dengan melakukan aneksasi daerah-daerah Ukraina yang lain selama perang berlangsung.
"Para keturunan tirani tersebut tidak hanya mencoba merenggut Tatar Crimea dari rumah-rumah mereka untuk kedua kalinya - sejak 2014. Mereka juga ingin merebut rumah dari seluruh jutaan rakyat Ukraina - semua yang hidup di tanah kami," ujar pihak Kedubes Ukraina.
Di masa perang dengan Rusia saat ini, "rakyat Ukraina membuktikan: Ukraina akan kembali. Kebenaran akan kembali. Dan orang-orangnya akan kembali," ungkap pihak kedubes.
Invasi besar-besaran Rusia, yang disebut terburuk yang pernah dunia saksikan pada tahun 1940-an, membangkitkan pengalaman masa itu. Namun, itu mendorong rakyat Ukraina untuk mengembalikan penjajah ini ke apa yang akhirnya dilalui oleh semua rezim anti-manusia, yaitu kekalahan mereka.
Dalam upaya menduduki Ukraina dan menghancurkan kehidupan orang Ukraina saat ini, menurut pernyataan pihak kedubes, para penyiksa rakyat saat ini juga yakin bahwa semuanya akan berhasil dan meyakini orang Ukraina tidak akan dapat menanggungnya.
"... Rakyat Ukraina bertahan. Dan orang Ukraina berjuang untuk menghidupkan kembali setiap sudut rumah mereka. Dan orang Ukraina akan kembali," tegas pihak Kedubes Ukraina.
Ukraina Melawan
Pihak Kedubes Ukraina berkata pasukan Rusia telah mengalami berbagai kekalahan di lapangan. Akan tetapi masyarakat Rusia tidak mengetahui hal itu karena propaganda negara yang kuat.
"Pasukan penjajah telah menderita begitu banyak kekalahan di Ukraina yang Rusia belum pernah lihat di berbagai perang selama puluhan tahun. Diracuni oleh propaganda negara, banyak orang Rusia yang saat ini belum sadar. Mereka tidak ingin melihat betapa besar kekalahannya," kata pihak Kedubes Ukraina.
Kekalahan yang dimaksud Ukraina adalah di bidang manusia, ekonomi, budaya, dan masa depan.
"Kehidupan akan membuat mereka merasakan kekalahan-kekalahan tersebut," kata pihak Kedubes Ukraina.
Persekusi di Crimea
Pada Maret 2023, aktivis HAM dari Crimea sempat datang ke Indonesia untuk bertemu tokoh-tokoh lokal.
Aktivis HAM dan Perwakilan Permanen Presiden Ukraina di Crimea, Tamila Tasheva, menyampaikan bantahan terhadap anggapan Rusia memiliki sikap pro-Muslim. Tamila berkata banyak warga Muslim di Crimea yang menjadi target persekusi dan tahanan politik Rusia.
"Jika mereka (Rusia) menghormati Muslim, mereka tidak menahan mereka. Mereka tidak membersihkan budayanya, budaya Tatar Crimea," ujar Tamila Tasheva kepada Liputan6.com saat berkunjung ke Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Crimea merupakan kawasan Ukraina yang direbut Rusia pada 2014. Di daerah itu, ada etnis Tatar Crimea yang mayoritas beragama Islam.
Situs Human Rights Watch (HRW) juga menyebut Muslim Tatar menjadi korban persekusi Rusia sejak Crimea direbut. Mereka menjadi target karena secara vokal menolak okupansi Rusia di Crimea. Pihak HRW kerap meminta Rusia membebaskan aktivis-aktivis Tatar yang ditangkap.
Advertisement
Propaganda TikTok
Lebih lanjut, Tamila bercerita bahwa Mejlis (Majelis) Tatar Crimea dicap radikal oleh Rusia. Simpatisan Mejlis pun menjadi target. Ada juga kasus penghilangan orang di Crimea, seperti yang terjadi kepada Ervin Ibrahimov.
Pria itu menghilang pada 2016 ketika ditangkap seorang berseragam.
"Ia diculik oleh orang-orang yang memakai seragam polisi, dan hingga momen ini, kami tidak punya informasi tentangnya. Ia menghilang," ujar Tamila.
Tamila pun berpesan kepada masyarakat Indonesia agar membaca lebih banyak informasi agar bisa menghindari propaganda. Ia menyorot propaganda juga sudah ada di TikTok.
Dalam kunjungannya ke Indonesia, Tamila bertemu dengan beberapa tokoh Islam, termasuk dari MUI. Ia pun optimistis pemahaman mengenai isu Ukraina dan Islam bisa semakin baik di kalangan masyarakat.