Liputan6.com, Jakarta - Sekitar enam tahun yang lalu, Keiko Kawano, seorang pembawa acara radio di Jepang, menemukan bahwa ketika dia berhenti melakukan latihan artikulasi suara, senyumnya mulai memudar. Pada titik tertentu, dia kesulitan untuk tersenyum.
Kawano yang saat itu berusia 43 tahun, memutuskan untuk mempelajari cara kerja otot-otot wajah. Setelah menggunakan pengetahuan untuk menghidupkan kembali senyumnya, dia mulai membantu orang lain melakukan hal yang sama dengan moto, "Lebih banyak senyum, lebih banyak kebahagiaan."
Advertisement
Ia pun mulai mengajarkan cara tersenyum di gym pada 2017 saat bekerja sebagai pelatih etiket bisnis. Meskipun tidak pernah mengikuti pelatihan medis, kurikulumnya, yang biasa diajarkan dalam sesi satu jam baik secara online atau offline, mengacu pada yoga dan menekankan penguatan otot-otot zygomatik, yang menarik sudut mulut.
Dia juga percaya bahwa otot-otot tepat di bawah mata adalah kuncinya, dan jika itu lemah maka dapat menciptakan senyum alis, yang membuat dahi terlihat keriput.
"Orang-orang melatih otot-otot tubuh, bukannya otot wajah," katanya dikutip dari The New York Times.
Setelah mengajar di gym, dia mulai melatih senyum di panti jompo dan kantor perusahaan. Dia juga mengajari orang-orang yang berharap bahwa dengan memiliki senyum yang indah dapat membantu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau meningkatkan prospek pernikahan.
Salah satu klien awal adalah IBM Jepang, di mana dia mengadakan sesi pelatihan tersenyum untuk karyawan perusahaan serta keluarga mereka.
Sayangnya, pandemi COVID-19 yang melanda menghancurkan bisnisnya dengan menyembunyikan senyum semua orang di balik masker meski terkadang masih ada yang mencari Kawano untuk menanyakan bagaimana cara tersenyum meski memakai masker.
Terlalu Lama Pakai Masker, Warga Jepang Jadi Kesulitan Tersenyum
Pemakaian masker memang tidak diberlakukan secara hukum di Jepang selama pandemi, tetapi orang Jepang tetap memakainya saat bepergian.
Hal ini dikarenakan orang Jepang memang telah mengenakan masker selama beberapa dekade sebagai perlindungan terhadap alergi dan polusi, atau bertujuan untuk melindungi orang lain dari penyakit.
Kawano mengatakan kepada kliennya bahwa kunci tersenyum dibalik masker adalah mengangkat otot mata. Seorang presenter TV mendemonstrasikan metodenya dalam siaran nasional, sebutnya, dan sebuah unggahan tentang hal itu yang dibagikan secara online berhasil membantu meningkatkan minat khalayak umum akan jasanya.
Sementara itu, lonjakan terbesar dalam permintaan untuk layanannya datang pada bulan Februari, ketika pemerintah mengumumkan bahwa penggunaan masker akan dilonggarkan secara signifikan.
Dikarenakan telah memakai masker selama kurang lebih tiga tahun, orang-orang Jepang yang mulai lepas masker juga mengalami masalah yang sama.
"Orang-orang jarang tersenyum saat memakai masker," ujar Kawano.
"Sekarang, mereka kebingungan."
"Orang-orang mulai menyadari bahwa mereka tidak terlalu sering menggunakan otot pipi atau mulutnya," tuturnya melalui telepon.
"Dan Anda tidak bisa tiba-tiba mulai menggunakan otot-otot ini. Anda perlu melatihnya."
Advertisement
Kursus Tersenyum
Yael Hanein, seorang ahli ekspresi wajah, mengatakan dia tidak mengetahui adanya studi akademis yang mendokumentasikan efek pemakaian masker jangka panjang terhadap otot-otot wajah.
"Otot-otot wajah dapat dilatih seperti otot-otot lain, meskipun pelatihan seperti itu bisa menantang, karena perbedaan yang besar antara setiap individu," ucap Profesor Hanein yang bekerja di laboratorium neuro-engineering di Tel Aviv University di Israel.
"Masalah yang mungkin terjadi karena senyum palsu adalah bahwa orang lain mungkin menyadarinya," tambahnya.
Ada juga kelas pelatihan senyum lainnya di Jepang, biasanya untuk karyawan ritel. Dalam konteks sosial Jepang, tersenyum jauh lebih penting daripada membungkuk. Beberapa wanita Jepang juga terbiasa menutup mulutnya saat makan atau tertawa.
"Pelajaran tersenyum terlihat sangat kebarat-baratan," kata Tomohisa Sumida, seorang peneliti tamu di Keio University yang telah mempelajari sejarah pemakaian masker di Jepang.
Kendati demikian, para klien Kawano tampak senang dengan pekerjaannya.
Miki Okamoto, juru bicara IBM Jepang, mengatakan bahwa sesi pelatihan senyum Kawano diterima dengan baik.
Pentingnya Melatih Senyum
Di Kanagawa Prefecture, selatan Tokyo, sekitar 40 lansia menghadiri sesi 90 menit dengan Kawano pada Oktober, dan banyak yang merasa bahwa itu meningkatkan kualitas senyumnya, kata Katsuyo Iwahashi, seorang pemerintah kota dari program kesehatan masyarakat.
Iwahashi menambahkan bahwa kota itu berencana untuk menawarkan sesi serupa khusus untuk para ibu dengan anak kecil dengan harapan dapat membantu mereka tersenyum terlepas dari kesulitan yang dialami baik karena menjadi ibu dan sebagai efek pandemi.
Salah satu anak didiknya, Rieko Mae, 61, sekarang memberi tahu kliennya sendiri bahwa latihan senyum itu penting bahkan bagi orang yang sering tersenyum.
"Terkadang, Anda perlu menunjukkan senyum profesional yang bagus, dan orang-orang tidak banyak tahu tentang itu," ungkap Mae.
Kursus tersenyum dapat membantu orang meningkatkan ekspresi wajahnya dan bahkan membangun kepercayaan diri, tutur Masami Yamaguchi, seorang psikolog di Chuo University.
"Gerakan otot yang disengaja akan mengirim sinyal ke otak dan menghasilkan perasaan positif, bahkan jika Anda tidak merasa bahagia," katanya.
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement