Liputan6.com, Jakarta - Warga di Kecamatan Caringin dan Ciawi, Kabupaten Bogor merasa dirugikan dengan adanya pembangunan Jembatan Cikereteg. Sebab, tempat usaha mereka terdampak langsung pembangunan jembatan, namun tidak mendapat kompensasi.
Pemilik toko yang sebagian besar warga sekitar juga terpaksa menutup usahanya lantaran terhalang oleh material maupun alat pendukung pekerjaan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) ini.
Advertisement
"Sudah lebih dari 2 bulan kami tidak bisa jualan karena akses masuk ke toko kami terhalang material," ujar pemilik toko velg mobil, Khoerudin (48), Minggu (21/5/2023).
Bahkan, para pekerja proyek menyimpan material bangunan di sepanjang pertokoan tanpa seizin pemilik.
"Mereka malah menyebut ini musibah, jadi harus maklum. Loh, tapi kan ga harus kita juga turut jadi korban," ucap Khoirudin.
Iwan (57), pemilik toko gorden mengaku mengalami penurunan penghasilan sangat drastis hingga 90 persen. Bahkan ia terpaksa merumahkan tiga karyawannya imbas sepi pengunjung.
"Biasanya jelang Lebaran sibuk-sibuknya orderan jahit maupun gorden, tapi Lebaran kemarin sangat minim. Sampai saya tidak bisa menggaji karyawan," tuturnya.
Tak hanya kehilangan penghasilan, rumah dan pertokoan di kawasan tersebut juga rusak akibat dampak getaran dari pengerjaan pondasi jembatan.
"Tempat saya bukan cuma retak-retak, usaha kami juga terganggu. Biasa dapet Rp 400 - Rp 500 ribu per hari, sekarang nyari Rp 100 ribu saja susah," ujar Andi Surya (47) pemilik bengkel motor.
Tuntut Kompensasi ke Pihak PUPR dan Kontraktor
Untuk itu, Iwan dan warga lainnya yang terdampak menuntut kompensasi kepada pihak PUPR dan kontraktor atas dampak negatif yang dirasakan dalam pembangunan jembatan.
Sementara itu, Tokoh Masyarakat Kecamatan Caringin, Safrudin Jefri mengatakan sejak dimulai pembangunan Jembatan Cikereteg hingga sekarang ini banyak masyarakat di wilayah selatan Kabupaten Bogor yang dirugikan.
Warga harus mengeluarkan ongkos lebih besar karena mereka yang tidak memiliki kendaraan terpaksa harus menyambung dua kali naik angkot. Selain itu, menimbulkan kerusakan bangunan hingga aktivitas ekonomi masyarakat sekitar terganggu.
Sementara bagi mobil pribadi harus melewati jalan tol yang tarifnya cukup mahal. Sebab, yang bisa melintas jembatan darurat hanya sepeda motor.
"Kami sepenuhnya mendukung pembangunan Jembatan Cikereteg, tetapi warga yang terdampak langsung juga harusnya diperhatikan," terang Jefri yang juga pemilik toko dekat proyek jembatan itu.
Advertisement
Proses Pembangunan Berjalan Lamban
Jefri juga melihat proses pembangunan Jembatan Cikereteg berjalan lamban. Ia khawatir waktu pekerjaan melesat dari target yang telah ditetapkan sehingga penderitaan warga akan menjadi lebih lama lagi.
"Kami minta Kemen PUPR memantau pekerjaan dan apakah nantinya ada pelebaran jalan lalu ada pembebasan atau tidak. Rumah dan toko yang terdampak langsung juga apakah dapat kompensasi atau tidak, itu harus jelas dikomunikasikan ke warga," kata dia.
"Karena ketidakjelasan ini jangan sampai memicu kemarahan warga yang akhirnya proyek ini jadi terganggu," tambahnya.