Meluncur Juni 2023, Petani Minta Bursa Sawit Dikaji Lebih Matang

Pemerintah diminta tak terburu-buru meluncurkan bursa komoditi sawit pada Juni 2023 mendatang.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Mei 2023, 10:00 WIB
Pemerintah diminta tak terburu-buru meluncurkan bursa komoditi sawit pada Juni 2023 mendatang. Sebab pembentukan bursa ini harus dikaji secara matang terlebih dahulu dengan melibatkan semua stakeholder perkelapasawitan nasional. (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta tak terburu-buru meluncurkan bursa komoditi sawit pada Juni 2023 mendatang. Sebab pembentukan bursa sawit ini harus dikaji secara matang terlebih dahulu dengan melibatkan semua stakeholder perkelapasawitan nasional. Hal itu dikatakan Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Indonesia Setiyono Ketika/

“Setiap kebijakan yang diambil pemerintah pasti memiliki plus minus yang mesti dikaji terlebih dahulu secara matang,” kata Setiyono, dikutip Senin (22/5/2023).

Setiyono mengkhawatirkan dengan adanya kebijakan baru tersebut justru akan membebani eksportir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Apabila membebani eksportir, maka dampak lanjutannya pasti beban tersebut didistribusikan ke petani sawit. Apalagi, kata Setiyono, saat ini ekspor minyak sawit sudah terbebani pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK). Jika ditambah biaya bursa yang harus dibayar eksporter bisa dipastikan pada akhirnya akan menekan harga tandan buah segar (TBS) petani.

“Jangan sampai ini membebani eksportir sehingga memberikan dampak lanjutan terhadap petani sawit,” ujarnya.Menurut Setiyono, biaya yang ditanggung eksportir tersebut mesti dijelaskan secara transparan sehingga tidak memberatkan dan berdampak negatif terhadap petani sawit. “Kalau tujuannya memperlancar ekspor ya monggo, tapi jangan sampai ini justru menekan harga TBS di tingkat petani sawit. Ini kan kontraproduktif,” jelasnya.

Setiyono menggarisbawahi perlunya ada kajian yang matang dan disosialisasikan kepada seluruh stakeholders persawitan di Indonesia. “Kami yakin setiap kebijakan pemerintah memiliki tujuan baik. Namun jika ada efek yang merugikan, terutama bagi petani sawit, nah ini yang perlu dicermati lagi lebih mendalam. Kami meminta semua pihak baik eksportir maupun petani sawit terlindungi, jangan justru terkena efek yang merugikan,” paparnya.

Jadi Acuan Harga CPO

Diketahui, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) memastikan bursa komoditas sawit (Crude Palm Oil/CPO) bakal diluncurkan pada Juni 2023. Bursa tersebut nantinya akan menjadi acuan harga CPO untuk melakukan ekspor.Bursa CPO ini hanya dikenakan untuk produk CPO berkode HS 15.111.000 yang diekspor, sehingga eksportir CPO tersebut harus terdaftar di bursa.

Sebagaimana layaknya bursa berjangka, untuk melakukan perdagangan melalui bursa CPO ini, para eksportir akan dikenakan biaya. Ini karena bursa berjangka bertanggung jawab apabila sampai terjadi gagal bayar.

Tambahan biaya ini tentu menjadi pertanyaan. Apakah biaya transaksi di bursa ini akan menjadi beban baru bagi eksportir minyak sawit setelah sebelumnya terkena pajak ekspor, PE, dan DMO (Domestic Market Obligation). Dengan adanya biaya untuk perdagangan di bursa berjangka, sudah pasti berdampak pada biaya-biaya lain.


Mentan SYL Bidik 200 Ribu Lahan Sawit Diperbarui Sepanjang 2023

Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menargetkan ada 200.000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang diperbarui tahun ini. Ini lebih tinggi dari yang awalnya ditargetkan.

Diketahui, targetnya adalah 180.000 hektar lahan sawit bisa diremajakan dengan mengganti pohon kelapa sawit yang sudah tua dengan produktivitas yang rendah. Dia ingin menambah itu lebih tinggi lagi.

Hingga saat ini, sudah ada 25.000 lahan yang sudah diremajakan. Sementara, Kementan pun telah membentuk Satuan Gugus Tugas untuk mengawal implementasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"200 ribu (hektar), 180 ribu (hektar) sebenarnya targetnya, kita coba naikkan menjadi 200 ribu (hektar) bukan persoalan mudah, membutuhkan tangan dan bantuan berbagai pihak," kata dia di Kementerian Pertanian, Selasq (16/5/2023).

Gugus Tugas

Dia mengatakan, pada tahap awal gugus tugas ini disebar ke 8 provinsi. Dia berharap kalau tiap pejabat di lingkungan itu bisa membantu program ini.

"Ada 8 provinsi yang akan sama-sama kita kerjakan, 8 provinsi ini tentu kita harap para gubernur para bupati dan tentu saja forum koordinasi pimpinan pak dandim pak kapolres dan kejari kejati sangat bantu agar betul-betul ini bisa berjalan dengan cepat dan dengan baik," kata dia.

"Sekali lagi kepentingan ini berkaitan kepentingan masa depan bangsa oleh komoditi sawit ini," sambungnya.


Tak Boleh Kalah dari Malaysia

Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan kalau produktivitas sawit Indonesia harus dimaksimalkan. Mengingat, Indonesia memiliki kawasan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia.

Melihat modal itu, Mentan Syahrul mengatakan kalau profuktivitas dari kelapa sawit Indonesia tak boleh kalah dari Malaysia. Kedua negara ini menjadi penyumbang terbesar produk sawit ke dunia.

"Salah satu yang harus kita lewati, ndak boleh sawitnya Malaysia jauh lebih bagus dari sawitnya Indonesia," tegasnya dalam Pelepasan Gugus Tugas Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), di Auditorium F Kementan, Selasa (16/5/2023).

Mentan Syahrul mengatakan, Indonesia punya potensi menggenjot produksi dari kelapa sawit. Termasuk berbagai aspek pendukung yang ada, misalnya dari dukungan akademisi.

Termasuk salah satunya adalah upaya dengan melakukan peremajaan kebun sawit. Dengan begitu, harapannya, sawit Indonesia bisa membukukan produktivitas yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Kurang apa kita? Kurang perguruan tinggi mana? Kenapa negara lain jauh lebih (bagus)? Besok kalau kita biarin begini, orang lain akan lebih maju kan," bebernya.

Informasi, mengenai program PSR, Mentan Syahrul membidik pengawalan program ini di 8 provinsi penghasil kelapa sawit sebagai tahap awal. Mengingat ada target 180.000 hektar lahan sawit yang diremajakan sepanjang 2023 ini.

Hingga saat ini, sudah ada 25.000 hektar lahan yang berhasil diremajakan tanaman sawinya. Setelah peremajaan, berarti ada waktu sekitar 3-4 tahun untuk kebun itu bisa produksi lagi.

Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya