Liputan6.com, Jakarta - Video viral dengan narasi seorang bocah SMP memamerkan diri mengendarai mobil baru sambil bergaya mengenakan kacamata hitam dan berjoget-joget dalam mobil beredar di dunia maya. Video tersebut kemudian menunjukkan mobil Honda HR-V berkelir putih tersebut menabrak pohon hingga terbalik.
Dalam video yang beredar disebutkan akan tersebut menangis melihat mobilnya dalam kondisi mengenaskan, meski ia selamat dari kecelakaan tersebut.
Advertisement
Ia tidak mengalami luka parah. Padahal jika dilihat dari kondisi mobilnya, kecelakaan yang dialami anak ini dapat mengancam nyawa.
Perlu diingat, mengizinkan buah hati mengendarai kendaraan, terutama mobil sangatlah berbahaya. Buktinya sudah cukup jelas, sudah banyak kejadian yang memperlihatkan ada anak usia SD atau SMP mengalami kecelakaan lalu lintas.
Kelalaian seperti ini harus lebih diantisipasi oleh orangtua. Seperti dilansir The Asian Parent, berikut rangkuman bahayanya mengizinkan anak di bawah umur mengemudi sendiri tanpa pengawasan orang dewasa:
1. Bisa Kena Tilang
Satu risiko yang pasti terjadi saat anak di bawah umur mengendarai kendaraan adalah bisa kena tilang. Merujuk pada Pasal 81 ayat 2, 3, 4, dan 5 UU No. 22 Tahun 2009, untuk memiliki SIM A dan SIM C seseorang harus berusia minimal 17 tahun.
Sehingga tentunya anak SD/SMP tidak bisa membuat SIM bila belum mencapai usia tersebut. Sedangkan saat berkendara, seseorang wajib memiliki dan membawa SIM.
Maka dapat kemungkinan besar anak di bawah umur akan kena tilang saat berkendara.
2. Berisiko Mengalami Kecelakaan
Kecelakaan merupakan risiko yang cukup besar bila anak dibiarkan mengemudi. Berdasarkan data CDC di tahun 2019 ada 2.400 anak usia 13-19 tahun di Amerika Serikat yang meninggal dan 258.000 yang dirawat di ruang gawat darurat akibat kecelakaan saat menyetir.
Artinya terdapat 7 anak setiap harinya yang meregang nyawa di jalanan. Tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan kejadian serupa terjadi bukan?
Pada dasarnya, di usia yang masih belia, kemampuan anak untuk berpikir saat mengemudi belum teruji. Ditambah lagi kondisi mental yang masih belum stabil, juga harus dipertimbangkan.
3. Belum Paham Aturan Mengemudi
Umumnya, anak di bawah umur juga belum paham aturan standar keamanan. Anak-anak cenderung melanggar aturan keselamatan. Masih dari data CDC, anak remaja yang menggunakan seat belt hanya berkisar di angka 87%. Padahal menggunakan seat belt adalah suatu keharusan untuk melindungi diri saat di perjalanan.
Anak-anak juga sering kali melakukan hal lain saat sedang mengemudi, misalnya bermain ponsel atau bercanda dengan penumpang di sebelahnya. Hal tersebut tentu saja dapat membahayakan keselamatan mereka.
Advertisement
4. Fisik Belum Mumpuni
Kendaraan, baik roda 2 maupun roda 4, dirancang dengan ukuran tubuh orang dewasa. Tinggi badan menjadi suatu yang sangat krusial saat berkendara.
Saat tinggi badan anak belum cukup, tentunya ia akan kesulitan untuk menginjak gas dan rem. Mungkin kakinya saja juga sudah kesulitan untuk menapak pada dasar kendaraan.
Kondisi tersebut tentu akan membahayakan keselamatannya saat berkendara. Bahkan, seseorang yang cukup umur pun tetap harus diukur tinggi badan dan kesiapan fisiknya sebelum mendapatkan izin mengemudi.
5. Tidak Bisa Dapat Klaim Asuransi
Saat terjadi kecelakaan, asuransi umumnya tidak akan bersedia untuk mengklaim biaya pengobatan. Sebab, kecelakaan terjadi akibat melanggar hukum.
Hal ini tentu saja akan memberikan kerugian materi yang semakin besar. Begitu pun dengan asuransi kendaraan.
Bila pihak asuransi mengetahui kecelakaan terjadi saat mobil atau motor dikendarai oleh anak di bawah umur, maka segala kerusakan dan biaya perbaikannya tidak akan ditanggung.
6. Membuat Anak Trauma
Selain merugikan secara materi, kecelakaan lalu lintas juga dapat membuatnya trauma untuk jangka waktu yang cukup lama. Bila hal tersebut sampai terjadi, akan menjadi tantangan juga bagi orang tua untuk membantu anak keluar dari rasa traumanya tersebut.
Infografis Mobil Kepresidenan Indonesia
Advertisement