PKS Sebut Bukhori Yusuf Mundur dari DPR RI Buntut Dugaan KDRT

Seorang anggota DPR RI dari Fraksi PKS atas nama Bukhori Yusuf dilaporkan ke MKD atas kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 23 Mei 2023, 09:18 WIB
Ilustrasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (dok PKS)

 

Liputan6.com, Jakarta - Bukhori Yusuf, anggota DPR Fraksi PKS yang dilaporkan istrinya telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, akhirnya mengundurkan diri sebagai anggota DPR RI. 

Ketua DPP PKS Bidang Humas Ahmad Mabruri menyebutkan, yang bersangkutan sudah menandatangani surat pengunduran diri sebagai anggota DPR RI

Mabruri juga mengatakan, kasus yang masuk berupa laporan dugaan KDRT dan sudah dilaporkan ke partai.

"Kasus ini masalah pribadi BY dan bukan masalah partai," kata Mabruri, seperti dikutip dari laman PKS, Selasa (23/5/2023).

Mabruri menyebut proses penyelidikan internal tentang dugaan pelanggaran disiplin sudah berjalan di internal DPP PKS.

"DPP sedang menyiapkan yang bersangkutan agar dillakukan Penggantian Antar Waktu (PAW) dalam posisinya sebagai anggota DPR RI," kata Mabruri. 

Mabruri menegaskan PKS tidak menoleransi pelanggaran disiplin partai baik berupa dugaan pelanggaran etika maupun hukum.

Sebelumnya, anggota DPR RI Fraksi PKSatas nama Bukhori Yusuf dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Senin (22/5/2023), atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada istrinya yang berinisial M.

"Hari ini kami lakukan pengaduan tersebut, masalah yang dialami karena itu adalah hal yang terkait dengan etika moral seorang anggota dewan yang seharusnya tidak dilakukan. Hari ini kami melaporkan, dan laporan kami baru saja diterima. Ini tadi baru diterima," kata kuasa hukum korban, Srimiguna di Komplek Parlemen Senayan, seperti dikutip dari Antara.

Srimiguna menyebut kasus yang dilaporkann adalah tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Pengaduan tersebut dilakukan pihaknya setelah korban sebelumnya telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan legislator berinisial B itu ke pihak kepolisian Polrestabes Bandung pada November 2022.

Selaku kuasa hukum, ia lantas menyambangi Polrestabes Bandung kembali pada paruh pertengahan April 2023 agar menindaklanjuti proses penyelidikan kliennya tersebut.

"Akhirnya kami sebelum lebaran ke Polrestabes untuk me-follow up laporan tersebut supaya ditindaklanjuti dan segera ditindaklanjuti karena mengingat sudah lama lima bulan lebih belum proses ke penyidikan," ujarnya.

 


Bukti-Bukti KDRT

Sejak Mei 2023, kata dia, proses penyelidikan di Polrestabes Kota Bandung pun telah naik dan dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Jakarta.

"Alhamdulillah tanggal 9 Mei laporan terus dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri karena locus kejadiannya itu ada di tiga daerah, Depok, Bandung, dan Jakarta," ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa dalam laporan aduannya ke MKD, pihaknya ikut menyertakan sejumlah lampiran di antaranya surat kuasa, bukti pengaduan ke Polres, identitas pengadu, penarikan pelimpahan ke Mabes Polri, bukti hingga surat nikah.

"Tapi bukti-bukti yang lain tentang visum, terus kemudian rekam medik, terus kemudian bukti-bukti adanya pemukulan-pemukulan, foto-foto, semuanya nanti Insya Allah akan kami sampaikan pada saat persidangan," tuturnya.

Meski telah mendapatkan pendamping dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dia menyebut bahwa kondisi psikis korban saat ini masih belum stabil.

"Jadi klien kami saat ini psikis-nya masih belum stabil dan klien kami juga alhamdulillah dapat pendampingan dari LPSK makanya enggak ikut juga (ke DPR), kami yang dikasih kuasa untuk membuat laporan pengaduan ke MKD," tuturnya.

Namun, dia enggan membeberkan secara rinci terkait detil identitas, serta peristiwa yang dialami korban, berikut dugaan pelanggaran aturan kode etik yang diadukan karena menunggu proses persidangan MKD DPR RI terlebih dahulu.

"Kami enggak ada nyebut nama, kami enggak nyebut nama orangnya, kami juga enggak nyebut nama fraksi-nya," imbuhnya.

Advocat yang tergabung dalam Tim Penasihat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) itu pun mengaku menyerahkan hasil keputusan laporan pengaduan itu kepada MKD DPR RI guna mendapatkan keadilan bagi kliennya.

"Intinya bahwa kami minta supaya MKD melakukan proses persidangan dengan tujuan semuanya terbuka, klien kami hadir bisa menceritakan apa permasalahannya, tentang keputusan itu terserah kepada MKD," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya