Liputan6.com, Jakarta Dosen Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Padang (UNP) Antoni Tsaputra, Ph.D. mengatakan bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh negara.
Pendidikan juga menjadi faktor utama untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat termasuk masyarakat penyandang disabilitas.
Advertisement
“Namun, ternyata hingga saat ini, akses pendidikan yang betul-betul setara itu belum sesuai dengan apa yang kita harapkan,” kata dosen yang juga menyandang disabilitas dalam webinar Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI), Sabtu 20 Mei 2023.
Ini terlepas dari kemajuan berbagai kerangka hukum yang menjamin pemenuhan, pelindungan, penghormatan, dan hak-hak penyandang disabilitas.
Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018, terdapat hampir 140.000 anak penyandang disabilitas usia 7 hingga 18 tahun yang tidak bersekolah.
“Selain itu, hanya 56 persen peserta didik disabilitas yang mendapatkan sekolah dasar. Sementara, ketika kita bandingkan dengan kelompok non disabilitas, mereka 95 persen menamatkan sekolah dasar.”
Antoni menambahkan, salah satu faktor yang memengaruhi kualitas pendidikan bagi anak disabilitas adalah kualitas dan kompetensi guru.
“Jadi guru memiliki peran penting dalam membimbing, mengajar, dan memberdayakan peserta didik termasuk peserta didik disabilitas. Guru yang profesional dan berkompeten ini akan dapat memberikan layanan Pendidikan yang tidak hanya inklusif tapi juga humanis bagi semua peserta didik tanpa diskriminasi.”
Tantangan yang Dihadapi Guru
Antoni pun menjelaskan soal tantangan yang dihadapi guru termasuk guru disabilitas dalam mewujudkan pendidikan inklusif.
Beberapa tantangan yang dihadapi para guru adalah:
- Kurangnya peningkatan kualitas sumber daya seperti berbagai macam pelatihan.
- Kurangnya sarana prasarana yang mencakup aksesibilitas dan akomodasi layak.
- Kurangnya dukungan dari pihak sekolah dan pemerintah.
Advertisement
Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas
Peserta didik maupun guru yang menyandang disabilitas memiliki hak pendidikan, lanjut Antoni. Ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 yang menjamin pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
“Terutama pada pasal 10 dengan jelas dinyatakan bahwa hak pendidikan untuk penyandang disabilitas itu meliputi hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu pada seluruh satuan pendidikan. Semua jenis, jalur, dan jenjang secara inklusif dan khusus.”
Pasal tersebut tidak hanya bicara soal kesamaan kesempatan bagi peserta didik, tapi juga kesetaraan bagi pendidik atau tenaga kependidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
“Dalam konteks era merdeka belajar, pengembangan profesional guru disabilitas menjadi sangat penting untuk mewujudkan pendidikan inklusif yang berkualitas di Indonesia,” jelas Antoni.
Sudah Ada Upaya
Meski belum sepenuhnya tercapai, tapi Antoni tak memungkiri bahwa sudah ada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi peserta didik disabilitas.
“Memang kita juga harus akui sudah ada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi peserta didik disabilitas. Namun, masih terdapat tantangan dalam pengembangan profesionalitas guru disabilitas.”
“Kalau kita bicara soal kebijakan, pengembangan profesionalisme guru di Indonesia ini sudah lama, bahkan sudah lebih dari empat dekade. Dulu di 1980an ada yang namanya pemantapan kerja guru (PKG), ada juga kelompok kerja guru (KKG),” Antoni menjelaskan.
Pada 2005, terbit undang-undang guru dan dosen. Dari penerbitan UU ini, pemerintah mulai mengaitkan program sertifikasi guru dengan program profesionalisme guru.
“Ada dulu yang namanya pendidikan dan pelatihan profesi guru. Dan sekarang, ada program pendidikan profesi guru (PPG).”
“Sangat banyak program yang merupakan kebijakan pemerintah untuk memajukan sumber daya pendidik di Indonesia. Namun, yang jadi pertanyaan, program yang sudah ada ini sejauh apa bisa diakses dan inklusif terhadap peningkatan jenjang karier guru disabilitas,” katanya.
Advertisement