Agum Gumelar: Penempatan TNI di Jabatan Sipil Harus Berdasarkan Permintaan

Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar menyebut, penempatan anggota TNI aktif di jabatan sipil tak perlu diatur dalam Undang-Undang. Menurutnya, penempatan prajurit aktif TNI hanya dilakukan jika ada permintaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2023, 10:45 WIB
Ketua Ad-Hoc Reformasi PSSI, Agum Gumelar membacakan pernyataan sikap terkait belum tuntasnya kisruh persepakbolaan Indonesia, Jakarta, Kamis (4/2/2016). Agum berharap semua pihak mau menyelamatkan sepak bola Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum (Ketum) DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri), Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar menyebut, penempatan anggota TNI aktif di jabatan sipil tak perlu diatur dalam Undang-Undang. Menurutnya, penempatan prajurit aktif TNI hanya dilakukan jika ada permintaan.

Hal ini menanggapi perihal wacana Revisi Undang-Undang TNI yang tengah digodok. Salah satunya mengatur anggota TNI aktif dapat mengisi banyak jabatan pada lembaga sipil.

"Oh jangan. Nggak perlu lagi. Sudah jelas. Kalo memang ada permintaan ya. Itu pun berpulang dari TNI nya. Bisa nggak memenuhi permintaan itu. Kalau tidak ada permintaan, jangan coba-coba beri atau TNI kirim orang ke sana. Itu salah itu. Itu yang dicaci maki oleh rakyat waktu itu. Seolah-olah itulah dwifungsi, itu bukan dwifungsi," kata Agum kepada wartawan di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (22/5/2023).

Agum menjelaskan, penugasan TNI di jabatan sipil dasarnya adalah permintaan dari kementerian atau lembaga itu sendiri. Dia khawatir seolah-olah ada permintaan yang direkayasa sehingga anggota TNI aktif bisa ditempatkan di jabatan sipil.

"Penugasan ini dasarnya adalah permintaan. Kalau katakanlah di satu kabupaten, rakyat aspirasinya bupatinya seorang militer, maka diproses ini, diajukan kepada korem, diajukan ke kodam, diajukan ke Mabes, ada permintaan," ucapnya.

"Tanpa permintaan kita tak bisa taruh anggota kita di mana-mana. Tidak bisa. Harus ada permintaan. Tetapi memang suatu ketika permintaan ini direkayasa. Itu yang salah," ujar Agum.


Dwifungsi ABRI di Masa Orde Baru

Marinir AL saat menghalau massa usai terjadi pelemparan batu di Jalan MH, Thamrin, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya dibubarkan aparat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Mantan Menteri Pertahanan ini lalu menjelaskan dwifungsi ABRI di masa Orde Baru. Dia mengklaim, adanya dwifungsi ABRI adalah membawa bangsa Indonesia ke tujuan nasional.

"Dwifungsi itu adalah suatu peran dari TNI/Polri, ABRI waktu itu bersama-sama dengan kekuatan sosial politik lainnya untuk bersama-sama membawa bangsa ini ke tujuan nasional. Itu dwifungsi, bukan penugaskaryaan. Penugaskaryaan itu permintaan. Tanpa permintaan tidak ada tugas karya," ujar Agum.

Infografis Ragam Tanggapan Terkait Alutsista Saat HUT ke-77 TNI AU. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya