Liputan6.com, Samarinda Putera Sampoerna Foundation melalui inisiatif School Development Outreach (SDO) menghadirkan berbagai program pemberdayaan guru sebagai langkah pemajuan kualitas pendidikan khususnya di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Berangkat dari gagasan tersebut, PSF mewujudkan program Ekosistem Pendidik Profesional (EPP) untuk mendukung sektor pendidikan di Samarinda, Kalimantan Timur.
Advertisement
EPP hadir untuk menjembatani kebutuhan pendidikan profesi guru salah satunya dengan melibatkan 30 guru fasilitator di jenjang pendidikan SMP, SD hingga Taman Kanak-Kanak. Salah satu sekolah yang menerima manfaat tersebut ialah SMPN 04 Samarinda, Kalimantan Timur.
Salah satu guru sekaligus fasilitator dari guru SMPN 04 Samarinda, Rachmad Syarif, mengatakan ada begitu banyak kelebihan dan juga manfaat yang didapatkan dari adanya program tersebut.
Untuk para guru atau fasilitator sendiri, kelebihan pelatihan ini para guru yang lolos seleksi dan terpilih sebagai fasilitator didampingi dan dibekali ilmu tak hanya secara teoritik tapi juga praktik.
“Ada 3 materi, cooperative learning yaitu proses belajar belajar yang melibatkan keaktifan para siswa sehingga membuat siswa lebih fun dalam belajar. Yang kedua adalah berdiferensiasi, di mana anak-anak belajar sesuai dengan passionnya masing-masing. Terakhir adalah assessment, yaitu proses penilaian siswa yang tak hanya berdasarkan nilai pada mata pelajaran tapi juga pada karakter siswa,” ujar Rachmad ketika ditemui oleh tim Liputan6.com, Senin (22/5/2023).
Belajar jadi lebih menyenangkan menggunakan metode EPP
Liputan6.com pun berkesempatan untuk melihat langsung cara mengajar Rachmad menggunakan metode EPP atau Ekosistem Pendidik Profesional. Melalui metode ini, siswa tidak lagi dianggap sebagai objek melainkan subjek belajar yang harus mencari dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Itu mengapa siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Seperti dalam proses belajar mengajar yang sempat Liputan6.com liput, terlihat Rachmad mempersilahkan anak-anak untuk membaca buku maupun novel yang para siswa sukai. Setelah itu Rachmad pun meminta para siswa untuk merangkum intisari dari apa yang mereka baca.
Dengan mempersilahkan siswa membaca buku yang mereka suka, ini akan membuat mereka merasa belajar bukanlah sebuah beban. Selain itu, dengan metode EPP ini pun proses belajar mengajar diselingi dengan berbagai permainan.
Tak heran jika melalui metode pembelajaran EPP ini, para siswa dikatakan lebih semangat belajar lantaran menganggap bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan begitu menyenangkan.
Advertisement
Siswa mengaku jadi lebih bersemangat belajar
Salah seorang siswa kelas IX bernama Yehez Kiel mengaku sangat senang dengan metode pengajaran yang dilakukan Rachmad. Menurut Kiel dengan cara yang Rachmad lakukan ketika mengajar membuat dirinya menjadi lebih semangat.
“Kita bisa menyukai suatu pembelajaran tergantung dari gurunya, kalo gurunya asyik mungkin murid juga enak ngikutin pembelajarannya. Apalagi cara penyampaian pak Rachmad mudah dimengerti karena memberi penjelasan sambil bermain. Jadi kita ga bosen dan enjoy banget,” ujar Kiel
Hal senada juga dirasakan teman sekelas Kiel bernama Janeeta, menurutnya cara mengajar Rachmad yang menggunakan metode EPP berbeda dengan guru-guru lain karena lebih mudah dipahami.
“Kalo bedanya dari guru-guru lain lebih asyik sama pak Rachmad karena ada gamenya jadi lebih mudah dipahami dan ada kata-kata motivasi yang bikin kita lebih semangat belajar,” terang Janeeta.
Tantangan dalam mengimplementasikan metode ini
Tentunya untuk bisa menerapkan metode ini tidaklah mudah. Rachmad mengaku sempat mengalami kesulitan pada awalnya, belum lagi harus turut menjadi fasilitator kepada sesama pengajar.
"Saat pertama kali mencoba menerapkan metode ini kepada anak-anak tentu tidak langsung berjalan mulus. Ketika harus melakukan cooperative learning, anak-anak pada awalnya sempat “buyar”. Namun seiring berjalannya waktu anak-anak sudah memahami dan merasa senang dengan metode belajar ini.”
Tak hanya kepada siswa, tantangan juga dirasakan Rachmad ketika harus menjadi fasilitator program EPP kepada rekan sejawat.
“Sementara untuk sesama rekan sejawat yang menjadi tantangan ialah untuk menyamakan mindset, bagaimana mengajar tidak berdasarkan metode teacher centered lagi tapi kini siswa lah yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.”
Advertisement